Fainta Susilo Negoro, Menyebarkan Kesadaran demi Kelestarian Sumber Air
Fainta Susilo Negoro berupaya merestorasi sumber air di Jawa dengan biaya mandiri, termasuk langsung terjun ke lokasi.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·5 menit baca
Ancaman krisis air merupakan masalah yang mendesak, harus menjadi perhatian, dan kewaspadaan banyak orang. Mempertimbangkan kondisi yang dianggapnya sudah gawat darurat ini, Fainta Susilo Negoro (43), memilih jalan cepat memulai upaya pencegahan, penyelamatan sumber-sumber air dari dirinya sendiri. Hal ini dilakukannya dengan melakukan ekspedisi keliling Jawa untuk merestorasi sumber-sumber air yang kini dalam kondisi kritis. Konsekuensinya, dia menyudahi karier sebagai kepala salah satu departemen di sebuah perusahaan tempatnya bekerja.
Fainta adalah warga asal Kecamatan Windusari, Kabupaten Magelang. Sebelumnya, dia sudah bekerja di sektor formal selama belasan tahun di DKI Jakarta.
Selepas berhenti bekerja di akhir tahun 2022, Fainta membentuk Jaga Semesta, komunitas dengan kepedulian utama pada konservasi mata air dan lingkungan. Selain Fainta, komunitas ini beranggotakan delapan orang yang sejak awal menjadi teman berdiskusi, yang kemudian juga bersepakat mendukung gerakan penyelamatan sumber air.
Kerja sukarela Jaga Semesta dalam wujud ekspedisi keliling Jawa ini dilakukan mulai Mei 2023. Bersama putra kandung dan delapan rekan sebagai juga disebutnya sebagai tim inti, Fainta kemudian bergerak berpindah-pindah tempat untuk merestorasi sedikitnya 500 sumber air di daerah-daerah. Semua kerja sukarela ini dilakukan atas biaya sendiri, dari Fainta dan dibantu dukungan dari teman-temannya.
Semua sumber air yang dikunjungi adalah sumber-sumber air dengan beragam masalah. Semua mata air tersebut sebelumnya terdata mati, rusak, atau mengalami penurunan debit air secara drastis.
Cara ekspedisi, menunjukkan kondisi nyata kerusakan sumber-sumber air di Pulau Jawa itulah yang dianggap sebagai cara paling tepat untuk menarik perhatian dan kepedulian dari banyak orang. Setiap kunjungan, dan penyelesaian masalah yang ada di setiap sumber air juga selalu diunggah di media sosial, sebagai bahan edukasi, pembelajaran bagi publik.
Tidak sekadar mengumbar materi, Fainta juga terlibat langsung dalam aksi penyelesaian masalah di lapangan. Dia turut ambil bagian dalam kerja bakti membersihkan berton-ton kotoran sapi yang selama dua tahun menyumbat salah satu sumber air di Boyolali, Jawa Tengah, misalnya. Dia juga bergerak, antara lain, dengan berjalan kaki selama dua jam, untuk melihat langsung aktivitas konservasi yang sudah dilakukan salah satu tetua desa di kaki Gunung Merapi. Oleh karena restorasi sering kali memakan waktu lebih dari satu hari, dalam setiap kunjungan, Fainta dan rekan-rekannya harus menginap di tenda, di tengah hutan, atau di rumah-rumah warga.
Dari setiap kunjungan, dia mengupas satu demi satu masalah. Dia menemukan kasus penurunan debit air karena mata airnya disumpal kepala binatang. Hal ini, antara lain, terjadi di Kabupaten Kulon Progo di DIY dan Kediri di Jawa Timur. Hal ini biasanya dilakukan warga sekitar sebagai bentuk penghormatan sekaligus bentuk tetenger, penanda, untuk menghindar dari risiko banjir atau longsor di sekitar sumber air.
Terkadang, berkurangnya debit air juga terjadi karena kesalahan penanganan oleh pemerintah daerah setempat. Sebagaimana yang pernah terjadi di Blitar, Jawa Timur. Pemerintah daerah setempat pernah membangun tembok untuk mencegah longsor di kawasan perbukitan. Namun, lapisan semennya justru menutup atau menyumbat mata air di bukit tersebut.
Dengan memulai dari kegiatan, keberhasilan dari satu demi satu sukarelawan, perlahan nantinya pasti akan terbangun kekuatan besar dari banyak orang untuk bersama-sama menjaga, melestarikan sumber air untuk kelangsungan hidup kita di masa mendatang.
Unggahan-unggahan kegiatan Jaga Semesta akhirnya juga sukses menarik simpati dan kepedulian dari banyak orang untuk ikut terlibat. Saat ini, setiap kali ada rencana berkunjung, melakukan restorasi sumber air ke suatu daerah, Jaga Semesta sering kali membuka rekrutmen sukarelawan, dan selalu ada saja sejumlah orang yang tertarik terlibat dan membantu. Tak jarang, banyak pula yang sudah menghubungi jauh hari sebelum ada rencana kegiatan, menawarkan diri untuk membantu apa pun, agar dapat turut terlibat menjaga kelestarian sumber air.
Saat ini, sukarelawan Jaga Semesta lebih dari 300 orang. Sekalipun memulai aktivitasnya di Pulau Jawa, ratusan sukarelawan yang sekarang juga melakukan gerakan penyelamatan sumber air serupa tersebar di sejumlah daerah di seluruh penjuru Nusantara. Sebagian dari mereka bahkan kini juga telah memiliki program atau gebrakan untuk menjaga kelestarian sumber air di daerahnya masing-masing.
Setelah dua bulan melakukan ekspedisi keliling Jawa dengan berstatus pengangguran, tanpa pekerjaan, di bulan ketiga, Fainta kembali mencari pekerjaan, dan kini sudah aktif bekerja di Syngenta, perusahaan penyedia teknologi pertanian dan jasa pertanian global terkemuka. Namun, aktivitas berkunjung dan melakukan restorasi sumber air tetap dilakukannya, sebagai kegiatan di akhir pekan, atau sesekali juga dilakukan di sela-sela acara aktivitas kerja, saat kantornya mengirim dia untuk melakukan tugas luar kota.
Di tengah berbagai kesibukannya, dia juga terus memantau aktivitas yang dilakukan para sukarelawan. Fainta juga terus mendorong para sukarelawan untuk rajin mengunggah setiap kegiatan penyelamatan sumber air di daerah mereka masing-masing.
Semakin banyak cerita dari mereka, diharapkan juga dapat membangkitkan motivasi semakin banyak orang untuk melakukan gerakan serupa.
”Dengan memulai dari kegiatan, keberhasilan dari satu demi satu sukarelawan, perlahan nantinya pasti akan terbangun kekuatan besar dari banyak orang untuk bersama-sama menjaga, melestarikan sumber air untuk kelangsungan hidup kita di masa mendatang,” ujarnya.
Susah air
Fainta terlahir di keluarga yang tinggal di lereng Gunung Giyanti di Kecamatan Windusari, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Kendatipun tinggal di lereng pegunungan, warga di sana, termasuk keluarga Fainta selalu didera masalah air. Sejak kecil, dia pun terbiasa dengan pemandangan orang mengambil air dari sumber air yang agak jauh dari rumah. Dia pun terbiasa berangkat sekolah tanpa mandi, saat stok air di rumah menipis. Cerita di masa lalu itulah yang terus membayang dan membuat Fainta betul-betul sadar bahwa ketersediaan air adalah hal yang sangat penting diperjuangkan untuk kelangsungan kehidupan.
Tahun 2019, dia pun tersentak karena membaca banyak pemberitaan bahwa Pulau Jawa diprediksi akan mengalami krisis air di tahun 2030. Informasi itu pun kemudian dibaginya kepada sejumlah instansi pemerintah dan berharap ada langkah serius dari mereka. Namun, dari kalangan pemerintah kemudian justru mengungkapkan sejumlah kendala, termasuk masalah keterbatasan anggaran.
Dia kemudian mencoba menggerakkan sektor swasta, termasuk organisasi-organisasi yang memiliki perhatian pada air. Upaya tersebut membuahkan hasil. Sejumlah perusahaan swasta dan organisasi kemudian membentuk Koalisi Air Indonesia yang berkonsentrasi membuat program pelestarian sumber air di lingkup internal.
Tahun 2022, karena gerakan tersebut dinilainya belum maksimal dan masih banyak sumber air dalam kondisi kritis, Fainta kemudian merasa bahwa perjuangan menjaga sumber air harus tetap dimulai dari diri sendiri. Oleh karena itulah, dia kemudian membentuk Jaga Semesta dan memulai kegiatan ekspedisi keliling Jawa.
Menggerakkan kepedulian masyarakat akan ketersediaan air, menurut dia, disadarinya memang sulit dilakukan sebelum mereka sendiri tertimpa masalah, mengalami kesulitan atau krisis air. Namun, jangan sekadar memikirkan kondisi sekarang, setiap orang diharapkan mau berpikir lebih jauh demi kelangsungan masa depan generasi mendatang kelak.
Fainta Susilo Negoro
Tempat, tanggal lahir : Magelang, 14 Agustus 1980
Pendidikan terakhir : Sarjana pertanian Universitas Negeri Jember
Pekerjaan : Country Head of Sustainbility & Corporate Affairs Syngenta