Jejak Pengembangan Pesawat Nirawak Iran
Pesawat nirawak Shahed dan Mohajer menjadi medan eksistensi Iran yang terus mengembangkan teknologi ”drone”.
Iran melakukan serangan balasan ke Israel atas serangan udara ke Kantor Perwakilan Iran di Damaskus, Suriah, Senin (1/4/2024) lalu. Berdasarkan pantauan reportase langsung kantor berita BBC, pada 13 April 2024 pukul 22.13 Teheran mulai menyerang sasaran-sasaran tertentu di Israel. Serangan yang menjadi bagian dari Operasi Janji Setia bukan hanya meluncurkan rudal balistik, tetapi juga pesawat nirawak (drone).
Iran memang dikenal sebagai salah satu negara yang mampu memproduksi drone. Pesawat nirawak Iran juga tercatat dipakai sejumlah negara, termasuk Rusia. Laman International Institute for Strategic Studies (IISS) memperlihatkan bagaimana Iran terus mengembangkan teknologi pesawat nirawak.
Salah satu petunjuk pengembangan tersebut dipaparkan dalam pameran senjata Iran yang digelar Museum Angkatan Udara Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) di Teheran pada 19 November 2023 lalu. Salah satu yang ditampilkan ialah kemampuan Iran dalam mengembangkan teknologi unmanned aerial vehicle atau pesawat terbang tanpa awak yang dapat dikendalikan dari jarak jauh.
Pesawat nirawak terbaru yang dipamerkan dalam pameran Korps Garda Revolusi Islam ialah drone Shahed-139 yang memiliki kemampuan jelajah tinggi dan daya tahan lama. Shahed-139 dilengkapi kemampuan radar sintetis dan sistem komunikasi satelit yang dapat memperluas jangkauan operasinya.
Shahed-139 merupakan versi lanjutan dari drone Shahed-129 yang menjadi andalan Korps Garda Revolusi Iran (IRGC). Dalam catatan IISS, pesawat nirawak Shahed-129 pernah digunakan dalam perang Suriah.
Selain Shahed-139, Iran juga sedang menguji coba drone Shahed-147 yang dapat terbang hingga 60.000 kaki. Dengan kemampuan terbang tinggi hingga di atas 10.000 kaki, drone Shahed-147 masuk kategori high altitude long endurance (HALE). Meski masih dalam tahap pengembangan, drone pengintai Shahed-147 ini memiliki kemampuan sebanding dengan Northrop Grumman Global Hawk yang dimiliki Amerika Serikat dan Jerman.
Sejarah pengembangan ”drone” Iran
Keberadaan drone Iran akhir-akhir ini banyak disebut dalam perang Rusia-Ukraina. Pada Oktober 2022, Rusia membombardir 10 wilayah Ukraina menggunakan pesawat nirawak ”kamikaze”. Pihak Ukraina menuding pesawat nirawak tersebut ialah drone Shahed-136 buatan Iran. Hal ini karena drone tempur tersebut memiliki sayap segitiga khas produksi Iran.
Pesawat nirawak Shahed-136 dapat menjelajah hingga 1.300 km dan dapat membawa hulu ledak seberat 40 kg. Sebelumnya, keberadaan pesawat nirawak Shahed muncul pada Juli 2021. Nama drone Shahed-136 disebut dalam serangan terhadap kapal tanker minyak milik Israel yang menewaskan dua orang. Drone Iran juga disebut-sebut dalam serangan yang merusak fasilitas produksi minyak mentah milik Arab Saudi pada Desember 2019.
Terbaru, Iran, disebut pihak AS, berada di balik serangan pesawat nirawak yang menewaskan tiga tentara AS di Jordania pada Januari 2024. The Guardian memberitakan, pejabat militer AS menyebut bahwa serangan tersebut dilakukan melalui sejenis drone Shahed.
Melacak ke belakang, berita terkait pesawat nirawak Iran mulai terekam media pada Desember 2011. Saat itu Iran berhasil melumpuhkan drone RQ-170 Sentinel milik angkatan bersenjata AS di perbatasan Afghanistan. Tim Garda Revolusi Iran kemudian juga berhasil mengurai kode-kode di dalam sistem drone tersebut. Setelahnya, Iran segera memulai proses rekayasa terbalik dari drone AS dan kemudian memproduksi drone sendiri versi Iran.
Namun, jauh sebelumnya, lembaga United States Institute of Peace (USIP) dan The Primer Iran menyebutkan Iran sudah mengembangkan drone Mohajer-1 dan juga Ababil-2 sejak 1999. Dalam publikasi lembaga tersebut di laman iranprimer.usip.orgdisebutkan, pesawat nirawak Mohajer-1 dibuat dengan teknologi sederhana, yaitu masih menggunakan satu kamera.
Seri selanjutnya, yaitu Mohajer-2, memiliki kemampuan waktu penerbangan sekitar 1,5 jam dengan jarak tempuh penerbangan 50-150 km. Hampir senada dengan seri Mohajer, pesawat nirawak Ababil-2 yang juga dikembangkan Iran memiliki durasi penerbangan dua jam dengan jarak tempuh 120 km. Misi Ababil-2 saat itu, antara lain, digunakan sebagai drone pengintai.
Hingga saat ini lembaga The Primer Iran dan USIP mencatat seri terbaru drone ini ialah Ababil-5 yang diluncurkan pada 2022. Pesawat nirawak ini dapat menjelajah hingga 480 km dan dapat membawa empat rudal dengan jangkauan 8 km.
Sementara seri terbaru drone Mohajer ialah Mohajer-10 dengan kemampuan terbang hingga 1.800 km dan dapat membawa 300 kg bahan peledak. Dengan kemampuan daya jelajahnya, Mohajer-10 sudah dapat menjangkau wilayah Israel.
Selain Ababil dan Mohajer, seri lain dari drone Iran ialah Shahed. Keluarga drone Shahed ini, antara lain, Shahed-129 yang diluncurkan pada 2012 hingga seri terbaru Shahed-149 Gaza. Pesawat nirawak Shahed-149 Gaza yang mulai diperkenalkan pada 2021 ini memiliki daya jangkau paling jauh, yaitu mampu mencapai jarak 2.000 km.
Strategi pengembangan ”drone” Iran
Lini masa di atas memberikan gambaran bagaimana Iran serius mengembangkan teknologi pesawat nirawak. Dibandingkan dengan mengembangkan pesawat tempur, teknologi drone ini relatif mudah dikembangkan dan tidak membutuhkan biaya tinggi. Selain itu, waktu produksinya juga lebih cepat dibanding membuat satu jet tempur.
Lembaga Iran Watch dalam laporannya, ”The Private Companies Propelling Iran’s Drone Industry (2023)” menguraikan lima elemen inti yang berperan penting dalam pengembangan drone Iran. Lima elemen ini ialah BUMN, militer, perguruan tinggi, dunia industri, dan perusahaan swasta berbasis pengetahuan.
Baca juga: Iran Serbu Israel dengan Ratusan Pesawat Nirawak
Tulang punggung produksinya berada di tangan BUMN Iran, yaitu Aircraft Manufacturing Industries (HESA) dan Qods Aviation Industries (QAI) yang didirikan tahun 1980-an. Pendirian lembaga ini menjadi petunjuk awal visi Iran terhadap pengembangan kekuatan senjatanya melalui teknologi pesawat nirawak. Kedua BUMN ini bertanggung jawab memproduksi berbagai drone terutama jenis Ababil dan Mohajer.
Upaya pengembangan ini didukung ahli-ahli teknologi informasi yang dididik di sejumlah perguruan tinggi Iran. Di sisi lain, institusi militer turut memainkan peran sebagai pengembang kapasitas drone.
Sebagai pengguna drone, Angkatan Udara Korps Garda Revolusi Islam bersama Shahed Aviation Industries terus memberikan masukan pengembangan kemampuan drone Shahed yang salah satu serinya digunakan oleh Rusia di medan peperangan Ukraina. Angkatan Darat Korps Garda Revolusi Islam juga membantu mengembangkan drone tempur seri Meraj.
Pengembangan teknologi drone menjadi keinginan Iran untuk mencapai kemandirian sistem pertahanan nasional dan dorongan untuk membentengi diri untuk mencegah serangan dari negara lain, seperti saat diserang Irak pada 1980. Namun, kemandirian ini tidak berarti menutup kerja sama dengan pihak lain dalam pengembangan drone.
Lembaga Iran Watch menyebutkan, ekosistem pengembangan teknologi pesawat nirawak Iran juga melibatkan sejumlah pihak dari negara lain. Hasil pemeriksaan terhadap puing-puing beberapa drone Iran yang dipakai militer Rusia di Ukraina menemukan fakta bahwa sebagian komponen drone tersebut diproduksi oleh perusahaan di Asia, Eropa, dan AS.
Baca juga: ”Drone” Tempur Iran Versus Pertahanan Berlapis Israel
Inilah peran perusahaan swasta berbasis pengetahuan dalam ekosistem pengembangan pesawat nirawak Iran. Perusahaan-perusahaan ini memiliki sumber daya manusia berkualitas, keahlian teknis yang andal, dan jejaring bisnis dunia.
Meski beberapa di antaranya kemudian terkena sanksi PBB, Iran telah mampu menyerap teknologinya dan memproduksi sendiri komponen-komponen utama di dalam negeri. Salah satu contohnya ialah perusahaan Oje Parvaz Mado Nafar yang didirikan Yousef Aboutalebi.
Perusahaan pengimpor mesin dari luar negeri ini awalnya hanya mampu mengadakan pembelian mesin impor. Namun, sejak 2007, mereka berhasil meniru pembuatan mesin piston dan mesin Wankel. Kini perusahaan itu menjadi pemasok utama mesin drone serang kamikaze seri Shahed.
Perang Iran vs Israel
Jejak panjang pengembangan pesawat nirawak membuat Iran terus eksis di geopolitik dunia. Pesawat nirawak buatan Iran yang digunakan di beberapa medan tempur memiliki efek gentar yang mematikan. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, sebagaimana dikutip Institute for War and Peace Reporting (14/11/2022), menyebutkan, Rusia memesan 2.400 unit pesawat nirawak Iran model Shahed-136 dan Shahed 131. Harga satu pesawat nirawak Shahed-136 dibanderol hingga 30.000 dolar AS atau sekitar Rp 475 juta.
Lembaga United States Institute of Peace (USIP) dan The Primer Iran menyebutkan, hingga awal 2024 Iran telah memasarkan pesawat nirawak buatannya ke lima negara dan tujuh milisi di Timur Tengah. Namun, pantauan Israel memperlihatkan potensi sebaran yang lebih luas. Pemerintah Israel menyebutkan, Iran sedang terlibat pembicaraan dengan 50 negara untuk menjual pesawat nirawak dan rudal.
Baca juga: Lima Lapis Sistem Pertahanan Udara Israel yang Diklaim Ampuh Atasi Serangan Iran
Perkembangan pesat pesawat nirawak Iran membuat Israel terus menjaga radar pertahanannya. Pada November 2021, misalnya, Israel menggelar latihan militer untuk satuan elite Golani yang diikuti 3.000 tentara. Latihan tersebut menarget sasaran-sasaran strategis, yaitu Pelabuhan Chabahar dan Pulau Qeshm di Iran yang dikenal sebagai basis pesawat nirawak Iran.
Kewaspadaan ini diperlukan Israel untuk menangkal sedini mungkin serangan Iran dengan rudal dan pesawat nirawakyang sewaktu-waktu bisa dilancarkan. (LITBANG KOMPAS)