Sebagian masyarakat merasa perlu tradisi saat Ramadhan tetap lestari dan diwariskan kepada generasi berikutnya.
Oleh
DEBORA LAKSMI INDRASWARI
·3 menit baca
Sejumlah tradisi masih terus berkembang dan mewarnai bulan Ramadhan di Indonesia. Sebagian masyarakat merasa perlu tradisi saat puasa itu tetap lestari dan diwariskan kepada generasi berikutnya. Apalagi, beberapa tradisi yang berkembang saat ini sudah tercatat sebagai warisan budaya tak benda di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta UNESCO.
Beberapa waktu lalu, ramai pembicaraan tentang ”war” takjil di media sosial. Di berbagai platform media sosial, warganet menunjukkan gambar, video, atau cuitan yang menceritakan pengalamannya berburu takjil. Uniknya, perburuan itu tidak hanya diramaikan oleh umat Islam yang berpuasa. Namun, masyarakat non-Muslim pun tidak mau kehabisan jajanan dan camilan yang banyak dijajakan di bulan puasa ini.
Meskipun baru menjadi perbincangan populer di media sosial baru-baru ini, berburu takjil di bulan Ramadhan sudah berlangsung sejak dahulu. Kegiatan ini tetap menjadi rutinitas yang tidak pernah ketinggalan jelang berbuka puasa. Hasil jajak pendapat Kompas pada 18-20 Maret 2024 mengungkapkan, kegiatan mencari takjil menjelang berbuka puasa dan tradisi Ramadhan lainnya masih kerap dan ramai dilakukan masyarakat.
Dari beragam tradisi Ramadhan yang disebutkan para responden, setidaknya ada enam aktivitas yang paling sering dilakukan hingga saat ini. Kegiatan terkait ibadah seperti shalat Tarawih bersama, menjadi agenda yang paling sering dilakukan. Hal ini dinyatakan oleh hampir separuh responden. Antusiasme Tarawih bersama yang cukup besar di kalangan Muslim ini salah satunya karena keleluasaan menjalankan ibadah shalat berjemaah tanpa takut akan wabah penyakit seperti saat pandemi lalu.
Selain Tarawih bersama, kegiatan ibadah lain yang cukup rutin dilakukan adalah tadarus Al Quran dan pengajian bersama. Setidaknya ada tiga dari sepuluh responden yang menyebutkan aktivitas ini masih sering dilakukan di daerah tempat tinggalnya.
Diramaikan semua kelompok masyarakat
Di luar kegiatan religi, ada beberapa tradisi Ramadhan lain yang juga ramai diikuti masyarakat secara luas. Bahkan, masyarakat non-Muslim juga turut serta memeriahkan. Salah satu yang paling sering dilaksanakan adalah aktivitas buka bersama. Sebesar 35,7 persen responden jajak pendapat menyatakan hal ini. Selain menyambung tali silaturahmi, tingginya antusiasme publik pada ajang buka bersama ini juga dapat berperan sebagai perekat toleransi antarumat beragama. Buka bersama, yang sering dikenal sebagai ”bukber”, acap kali diagendakan sebagai momen untuk bertemu dan berbagi kabar.
Kegiatan lain yang juga masih menjadi kebiasaan masyarakat pada bulan puasa adalah mencari takjil saat ngabuburit. Sepertiga responden mengatakan melakukan kegiatan ini setiap saat. Hal ini tidak terlepas dari banyaknya pasar kaget yang menjual berbagai camilan, minuman, dan jajanan di sejumlah lokasi. Pasar temporerini menarik minat banyak pengunjung karena menjajakan aneka kudapan yang jarang dijajakan di luar bulan puasa.
Selain itu, ngabuburit dan sahur keliling juga masih menjadi bagian dari kebiasaan masyarakat pada bulan Ramadhan. Dua dari sepuluh responden menyebutkan, kedua kegiatan tersebut masih ramai dilakukan di daerah tempat tinggal mereka. Bahkan, di sejumlah daerah, dua kegiatan tersebut masih melibatkan atraksi ataupun kegiatan tradisional khas daerah setempat.
Ketikangabuburit misalnya, kegiatan tradisional seperti kumbohan, balap perahu layar, bermain layangan hias, dan bleguran, masih dilakukan. Begitu pula dengan sahur keliling yang menggunakan alat-alat musik tradisional untuk membangunkan warga supaya bersiap sahur. Kegiatan ini memiliki nama berbeda-beda di setiap daerah. Di Banjarnegara, Jawa Tengah, kegiatan ini disebut onclong. Di Karawang, Jawa Barat, kegiatan ini disebut ubrug-ubrug. Sementara itu, di Kalimantan, dikenal dengan sebutan bagarakan sahur.
Menariknya, berbagai tradisi Ramadhan itu juga mengundang antusiasme masyarakat dari berbagai kelompok usia dan latar agama yang berbeda. Hasil jajak pendapat Kompas menyebutkan bahwa tradisi Ramadhan itu masih kerap dilakukan oleh masyarakat dari berbagai kalangan. Hal ini menunjukkan bahwa bulan puasa juga menjadi momen relatif penting bagi umat lain. Seluruh masyarakat ikut bergembira menyambut Ramadhan dan menikmati berbagai kekhasan bulan puasa.
Melestarikan tradisi Ramadhan
Tradisi Ramadhan yang telah berlangsung selama ini diharapkan dapat terus terjaga kelestariannya. Hampir semua responden setuju bahwa tradisi Ramadhan itu perlu terus dijaga dan dirawat. Sebab, berbagai kegiatan selama Ramadhan juga turut menambah keberagaman budaya di Indonesia. Selain itu, berbagai tradisi tersebut juga sarat akan pesan dan makna kebersamaan serta kerukunan di Nusantara.
Apalagi, beberapa tradisi sudah tercatat sebagai warisan budaya tak benda di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Ada tradisi dhandhangan yang merupakan festival untuk menandai dimulainya bulan puasa di Kabupaten Kudus dengan puncak acara berupa pemukulan beduk di Masjid Menara Kudus. Ada pula kegiatan bermakna serupa di daerah lain, yaitu tradisi megengan di Kabupaten Demak dan nyadran di sejumlah daerah di Jawa Tengah. Dalam tradisi megengan, warga datang ke Alun-alun Demak untuk berkumpul dan membeli makanan khas yang banyak dijual pedagang saat acara berlangsung. Sementara itu, nyadran dilakukan dengan ziarah kubur dan menyantap nasi berkat sebagai tanda pembersihan diri.
Selain agenda tradisional tersebut, buka puasa atau iftar juga tercatat sebagai warisan budaya tak benda di UNESCO. Meskipun penetapan itu berkaitan dengan budaya di Azerbaijan, Iran, Turki, dan Uzbekistan, pengakuan tersebut menjadi alasan kuat untuk melestarikan kegiatan buka puasa bersama yang juga ada di Indonesia.
Semarak Ramadhan yang sudah ada sejak dahulu hingga saat ini kiranya dapat terus mewarnai kemeriahan bulan puasa di Indonesia. Sama halnya dengan war takjil, tradisi-tradisi Ramadhan lainnya merupakan bagian dari gaya hidup masyarakat Indonesia. Bersama dengan tradisi Ramadhan yang ada setiap bulan puasa secara turun-temurun, semangat toleransi, kerukunan, dan religiositas oleh masyarakat kiranya dapat terus terjaga. (LITBANG KOMPAS)