Gibran, Puan, AHY: Peluang Tiga Anak Presiden Menjadi Presiden
Wajah persaingan politik masa depan menampilkan kehadiran putra-putri presiden, yaitu Gibran, Puan, dan AHY.
Hasil Pemilu 2024 memperjelas wajah regenerasi politik Indonesia mendatang yang tidak lepas dari hasil reproduksi kekuasaan melalui pertalian darah. Di antara putra-putri presiden yang tampil dalam panggung politik, siapa yang berpeluang?
Kemenangan telak pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam Pemilu Presiden 2024 dan kemampuan PDI-P bertahan sebagai pemenang di tengah tekanan arus migrasi dukungan politik pada Pemilu Legislatif 2024 dapat dibaca sebagai peta awal persaingan politik masa mendatang, yang menampilkan kehadiran dan kiprah putra-putri presiden, yaitu Gibran, Puan Maharani, dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Kehadiran dan kiprah ketiga sosok turunan Presiden Joko Widodo, Megawati Soekarnoputri, dan Susilo Bambang Yudhoyono tersebut sekaligus mengonfirmasikan jika pemilu yang melahirkan pola reproduksi kekuasaan melalui pertalian darah semacam ini memang tidak hanya identik dalam kultur kekuasaan tradisional saja. Dalam corak politik negara yang dikategorikan demokratis pun, kelanjutan penguasaan tampuk kekuasaan presiden kepada generasi turunan terjadi melalui mekanisme pemilu.
Di Amerika Serikat, Presiden ke-41 (1989-1993), George HW Bush, berputra George Walker Bush, yang juga menjadi presiden. Putranya itu berhasil dinobatkan menjadi presiden ke-43 dan mampu menjabat dua periode masa kepresidenan (2001-2009).
Terlebih, pada negara dengan kultur patronase politik yang kuat, kekuatan simbolik leluhur yang diturunkan pada penerus trahnya itu kerap digunakan sebagai modal penguasaan kontestasi politik. Apa yang terjadi di Filipina, misalnya, kerap berlangsung pada setiap jenis pemilu.
Hasilnya, sosok Gloria Macapagal-Arroyo berhasil menjadi presiden ke-14 Filipina (2001-2010). Sebelum menjadi presiden, ia sempat pula menjadi wakil presiden (1998-2001). Ia merupakan putri mendiang presiden Filipina, Diasdado Macapagal (1961-1965).
Reproduksi kekuasaan politik klan Macapagal di Filipina agak mirip dengan keberhasilan keluarga Soekarno di negeri ini. Tampilnya Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden ke-5 (2001-2004), setelah sebelumnya menjadi wakil presiden (1999-2001), meneruskan prestasi spektakuler ayahnya, Presiden Soekarno (1945-1967). Megawati dengan PDI-P yang dibangunnya mampu menjadi pemenang Pemilu 1999, menguasai suara 33,7 persen pemilih.
Peluang Gibran jadi presiden
Tampilnya Gibran dalam Pemilu Presiden 2024 kali ini pun tidak banyak berbeda dengan pola reproduksi kekuasaan politik Filipina. Selepas berakhirnya jabatan kepresidenan Rodrigo Duterte (2016-2022), putrinya, Sara Duterte, mampu merebut suara terbanyak menjadi wakil presiden. Bersama Presiden Filipina saat ini, Ferdinand Marcos Jr, yang juga merupakan putra mendiang Presiden Ferdinand Marcos (1965-1986), Sara Duterte berbagi kekuasaan.
Dibandingkan dengan sosok anak presiden lainnya, saat ini Gibran terbilang paling moncer modal politiknya. Memulai jabatan politik sebagai Wali Kota Surakarta (2021) dengan penguasaan suara dominan (86,54 persen), karier putra Jokowi kelahiran 1 Oktober 1987 itu melesat sedemikian pesat menjadi calon wakil presiden.
Dalam ajang kampanye Pemilu 2024, memang tidak kurang banyak yang memandang dengan sebelah mata sosok Gibran. Beragam sorotan terkait perilaku politik yang ia tunjukkan saat debat calon wakil presiden, misalnya, masih menunjukkan sikap-sikap resistensi sebagian publik pada dirinya. Namun, kendati demikian, sosoknya tetap menjadi rujukan calon wakil presiden paling tinggi di antara calon wakil presiden lainnya.
Survei Litbang Kompas, periode Desember 2023, misalnya, menunjukkan jika Gibran dipilih oleh 37,3 persen responden. Proporsi tersebut jauh di atas pesaing politiknya, Mahfud MD, ataupun Muhaimin Iskandar. Artinya, sekalipun diterpa banyak cibiran, sosok Gibran jauh lebih banyak disukai publik.
Kelak, sebagai wakil presiden, tentu saja ruang gerak politik Gibran menjadi semakin luas. Apalagi, bersama Prabowo yang berkomitmen melanjutkan segenap kreasi kepemimpinan Presiden Joko Widodo, ayahnya. Dalam kalkulasi modal politik, baik modal simbolik sosok, modal sosial jaringan politik, maupun kapasitas modal lainnya yang bakal diakumulasikan Gibran sebagai wakil presiden berpotensi meningkat.
Namun, sekalipun demikian, semenjak pencalonan cawapres lalu yang cenderung ”berkonflik” dengan PDI-P, tidak kurang banyak menjadi pengganjal gerak politiknya di masa depan. Apalagi, dengan posisinya saat ini yang tidak menjabat ataupun tidak didukung oleh partai politik. Dihadapkan pada situasi semacam ini, kepiawaian Gibran dalam menjalin relasi politik terhadap partai politik atau bahkan upaya penguasaan partai politik menjadi tantangan politiknya mendatang.
Peluang Puan Maharani jadi presiden
Di sisi lain, peluang menjadi presiden dalam ajang kontestasi politik mendatang juga masih terbuka bagi Puan Maharani. Kegagalannya menjadi kandidat calon presiden, lantaran saat itu PDI-P lebih memilih Ganjar Pranowo, tidak mematikan harapan. Justru sebaliknya yang kini terjadi, kekalahan Ganjar dan penurunan suara PDI-P dapat pula menjadi pemicu semakin kuatnya posisi politik Puan dalam PDI-P.
Sebagai aktor politik, kiprah Puan, kelahiran 6 September 1973, terbilang tidak teragukan. Putri tunggal Taufik Kiemas-Megawati Soekarnoputri (Presiden RI ke-5) itu kini menjabat sebagai Ketua DPR RI (2019-2024). Popularitas politiknya terbilang tinggi. Ketika menjajal Pemilu 2009, misalnya, ia mampu mengumpulkan dukungan suara hingga 242.504 pemilih. Berikutnya, pada Pemilu 2014, meningkat menjadi 369.927 dukungan pemilih atau terbanyak kedua secara nasional. Puncaknya, pada Pemilu 2019, ia mampu meraup dukungan 404.034 pemilih dan sekaligus mendudukkannya sebagai peraih dukungan terbanyak nasional.
Baca juga: Puan dan AHY Bertemu, PDI-P dan Demokrat Mulai Babak Baru
Dalam Pemilu 2024 kali ini, Puan bersaing di Daerah Pemilihan (Dapil) V Jawa Tengah. Penghitungan sementara, sosoknya tetap populer, dirujuk hingga lebih dari 186.000 pemilih. Dalam tataran nasional pun, hasil survei menunjukkan sosoknya terbilang banyak dikenal publik. Dalam survei Litbang Kompas pada Mei 2023, misalnya, sedikitnya sudah dua pertiga bagian publik mengenal sosok Puan.
Dengan segenap kapasitas modal dukungan politik yang dimiliki, posisi Puan berpotensi semakin signifikan. Kendatipun posisi politik PDI-P hasil pemilu mengalami penurunan dukungan, menjadi partai pemenang pemilu tidak akan mengurangi kekuatan ataupun kiprah politik partai ini. Begitu pula, kemungkinan-kemungkinan peluang menjadi oposisi pada pemerintahan mendatang tidak dengan sendirinya menenggelamkan peluang dirinya dalam persaingan politik mendatang.
Peluang AHY jadi presiden
Selain Puan dan Gibran, hasil Pemilu 2024 juga menguak peluang politik Agus Harimurti Yudhoyono. Pilihan AHY bersama Partai Demokrat yang dipimpinnya bergabung dalam Koalisi Indonesia Maju yang mengusung Prabowo-Gibran tidak sia-sia. Sejalan dengan kemenangan Prabowo-Gibran, peluangnya duduk dalam pemerintahan terwujud.
Terlebih, upaya Presiden Jokowi merangkul dan menempatkan dirinya sebagai Menteri ATR/BPN dalam sisa waktu kabinet yang kurang dari setahun semakin menempatkan dirinya sebagai sosok politisi yang terlegitimasikan.
Menjadi menteri dan sekaligus melepas posisi oposisi dalam kabinet pemerintahan Presiden Jokowi dapat dikatakan sebagai awal baru perpolitikan AHY bersama Partai Demokrat yang dipimpinnya. Sebelumnya, beragam lika-liku perpolitikan ia lalui, yang cenderung menempatkannya sebagai sosok yang ”tersingkirkan” dalam panggung perebutan kekuasaan politik.
Masih jelas terekam, saat ia memulai karier politik selepas memutuskan karier militernya pada 2016 guna maju dalam pemilihan gubernur DKI Jakarta. Kendati cukup populer di awal pencalonannya, hal itu tidak mampu mengantar AHY menjadi gubernur. Ia kalah oleh pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno dan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat.
Selepas kekalahan dalam pemilu gubernur, pencalonan AHY sempat terberitakan dalam panggung kontestasi Pemilu Presiden 2019. Saat itu, sosoknya sempat dirujuk menjadi salah satu calon pendamping Prabowo Subianto. Namun, pamornya redup, terlebih saat Prabowo memilih Sandiaga Uno sebagai calon wakil presiden.
Baca juga: Puan Maharani-AHY Bertemu, Siapa Untung Siapa Buntung?
Pada ajang Pemilu 2024 pun nama AHY kembali bergema. Sejalan dengan pembentukan Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) yang digagas Partai Nasdem, Demokrat, dan PKS, sosok AHY menjadi calon kuat wakil presiden yang dipasangkan dengan Anies Baswedan, sang calon presiden.
Akan tetapi, lagi-lagi peluangnya kandas. Anies justru dipasangkan dengan Muhaimin Iskandar, sosok pimpinan PKB. Segenap pengalaman politik itu semakin menempa kualitas dirinya dalam persaingan politik mendatang.
Saat ini, posisi politik AHY terbilang prospektif. Selain menjadi Ketua Umum Partai Demokrat, ia didukung pula oleh posisi politik ketokohan yang disandangnya, yang sejauh ini tampak diterima luas masyarakat dengan positif. Dengan mengacu pada hasil survei opini publik yang dilakukan pada Mei 2023, misalnya, AHY populer bagi sebagian besar publik.
Tidak kurang dari 60,6 persen responden mengaku mengetahui dan mengenal sosok AHY. Begitu pula, nyaris tiga perempat bagian dari responden (72,7 persen) yang mengenalnya menyatakan preferensi kepada sosok AHY.
Baca juga: Agus Yudhoyono, Memijak Lorong Terang Politik?
Terhadap partai Demokrat yang dipimpinnya pun masih terbilang potensial. Posisi Demokrat terbilang relatif stabil sebagai partai posisi tengah persaingan pemilu. Mengacu pada hasil hitung cepat Litbang Kompas, pada Pemilu 2024 setidaknya Demokrat mampu meraih dukungan 7,62 persen.
Jika dibandingkan dengan capaiannya pada Pemilu Legislatif 2019, sebesar 7,77 persen, tidak tampak penurunan ataupun peningkatan dukungan kepada partai ini. Capaian yang stabil tersebut setidaknya dapat semakin menopang posisi AHY dalam perpolitikan di masa depan. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Puan-AHY, Sang Pembawa Pesan Orangtua