PDI-P Ingatkan Prabowo Tak Antikritik
PDI-P nilai pernyataan Prabowo tak tepat jika Bung Karno seolah milik satu partai karena Bung Karno memang milik rakyat.
JAKARTA, KOMPAS — Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDI-P menilai pernyataan calon presiden terpilih Prabowo Subianto menjadi tidak tepat apabila mengatakan seolah-olah Presiden pertama RI Soekarno atau Bung Karno diaku-akui milik satu partai tertentu. Sebab, Bung Karno adalah milik seluruh rakyat Indonesia, bahkan warga dunia.
PDI-P pun mengingatkan Prabowo agar bisa menjalankan nilai-nilai Pancasila yang telah diwariskan oleh Bung Karno dan para pendiri bangsa lain ketika nanti menjabat sebagai presiden. Selain itu, Prabowo juga diingatkan agar tidak menjadi pemimpin yang antikritik.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P Ahmad Basarah saat dihubungi di Jakarta, Jumat (10/5/2024), mengatakan, partainya berterima kasih kepada Prabowo yang menyebut Bung Karno adalah milik seluruh rakyat Indonesia. Pernyataan tersebut dinilai sudah sangat tepat. Pernyataan itu menjadi kurang tepat jika Prabowo mengatakan seolah-olah Bung Karno diaku-akui milik satu partai tertentu.
”Saya kira sudah tepat Pak Prabowo menyatakan Bung Karno milik seluruh rakyat Indonesia karena memang sejatinya Bung Karno adalah seorang Bapak Bangsa Indonesia,” ujar Basarah.
Baca juga: Jelang Pilkada, Zulkifli Boyong Peserta Rakornas ke Istana
Pernyataan Prabowo tersebut disampaikan dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Partai Amanat Nasional (PAN) di Jakarta Selatan, Kamis (9/5/2024). Acara tersebut dihadiri seluruh kader PAN dari tingkat provinsi hingga kabupaten/kota.
Saya kira sudah tepat Pak Prabowo menyatakan Bung Karno milik seluruh rakyat Indonesia karena memang sejatinya Bung Karno adalah seorang Bapak Bangsa Indonesia.
Basarah menegaskan, pernyataan Prabowo itu membuktikan keberhasilan perjuangan politik PDI-P selama ini untuk mengembalikan status dan peran serta nama baik Bung Karno ke tempat yang seharusnya. Di masa Orde Baru, Bung Karno tidak mendapatkan pengakuan dan perlakuan seperti yang Prabowo tegaskan sekarang. Sebab, pada masa itu, Bung Karno diperlakukan tidak sebagaimana semestinya sebagai seorang pejuang kemerdekaan, Proklamator bangsa, penggali Pancasila, dan Presiden pertama RI.
Semoga jika Pak Prabowo menjadi Presiden RI kelak, beliau akan menjadi pemimpin yang adil dan bijak, serta mau dan berani menjalankan kepemimpinannya sesuai dengan nilai-nilai Pancasila yang diwariskan oleh Bung Karno dan para pendiri bangsa lainnya.
Untuk itu, dalam misi perjuangan politik, PDI-P tidak pernah mengotak-ngotakkan Bung Karno hanya menjadi milik satu golongan atau satu kelompok apalagi satu partai saja. Sebab, hal itu bertentangan dengan eksistensi dan jati diri Bung Karno yang bukan hanya milik bangsa Indonesia, melainkan juga milik dunia.
”Semoga jika Pak Prabowo menjadi Presiden RI kelak, beliau akan menjadi pemimpin yang adil dan bijak, serta mau dan berani menjalankan kepemimpinannya sesuai dengan nilai-nilai Pancasila yang diwariskan oleh Bung Karno dan para pendiri bangsa lainnya,” tutur Basarah.
Milik warga yang rindukan perdamaian
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto menambahkan, Bung Karno memang milik rakyat, bangsa, dan negara Indonesia. Tak hanya itu, Bung Karno juga milik seluruh warga bangsa-bangsa yang merindukan perdamaian dengan bekerjanya nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan dalam sistem internasional.
Menurut Hasto, sebenarnya hal terpenting adalah menjadikan ide, pemikiran, cita-cita, gagasan dan perjuangan Bung Karno tersebut bagi terwujudnya Indonesia yang berdaulat, berdikari, dan bekepribadian dalam kebudayaan, serta membangun persaudaraan dunia. ”Itu hal yang paling fundamental, bukan klaim pada identitas formal,” ujarnya.
Jangan dilupakan juga bahwa secara historis, akar dari PDI Perjuangan itu adalah PNI (Partai Nasional Indonesia) yang didirikan Bung Karno.
PDI-P, kata Hasto, memiliki emotional bondingdengan Bung Karno karena aspek ideologis, historis, dan juga kesesuaian terhadap arah masa depan bangsa sebagaimana digagas oleh Bung Karno. ”Jangan dilupakan juga bahwa secara historis, akar dari PDI Perjuangan itu adalah PNI (Partai Nasional Indonesia) yang didirikan Bung Karno,” tegasnya.
Tidak antikritik
Dalam Rakornas PAN, kemarin, dalam pidatonya, Prabowo juga meminta kepada pihak yang tidak mau diajak kerja sama untuk tidak menjadi pengganggu. Prabowo mengaku akan terus berjuang dengan orang-orang yang mau diajak kerja sama.
Prabowo pun menyebut, terdapat tiga presiden Indonesia yang turut mendukung dirinya menjadi presiden. Ketiga presiden itu ialah Presiden ketujuh RI Joko Widodo, Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono, dan Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Nama Presiden ke-5 RI yang juga Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri sama sekali tidak disebutkan oleh Prabowo.
Prabowo juga meminta kepada pihak yang tidak mau diajak kerja sama untuk tidak menjadi pengganggu. Prabowo mengaku akan terus berjuang dengan orang-orang yang mau diajak kerja sama.
Basarah berharap, Prabowo tidak menjadi pemimpin yang anti-kritik. Prabowo juga diharapkan tidak menganggap pihak-pihak yang tidak bergabung dalam pemerintahannnya serta pihak-pihak yang mengkritiknya sebagai ”pengganggu”.
Ini agar terjadi check and balances serta tidak menjadi negara yang otoritarian karena demokrasi Pancasila yang mengajarkan keseimbangan politik adalah pilihan terbaik bagi bangsa Indonesia.
Sebab, dalam sistem demokrasi yang diwariskan para pendiri bangsa, serta telah diatur pula dalam konstitusi, rakyat Indonesia diberikan hak berdaulat untuk mengawasi jalannya kekuasaan politik negara.
”Ini agar terjadi check and balances serta tidak menjadi negara yang otoritarian karena demokrasi Pancasila yang mengajarkan keseimbangan politik adalah pilihan terbaik bagi bangsa Indonesia,” ujar Basarah.
Dosen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, A Bakir Ihsan, melihat, sejumlah pernyataan Prabowo bisa jadi merupakan puncak kekecewaan Prabowo terhadap PDI-P. Sebab, dari beberapa usaha pendekatan yang dilakukan oleh Prabowo terhadap Megawati, tampaknya belum menemukan titik terang.
”Karena itu muncul pernyataan yang mempertegas jarak antara Prabowo dan Megawati sampai saat ini,” ujar Bakir.
Saat ini secara de facto dan de jure, PDI-P masih menjadi bagian dari pemerintahan Presiden Jokowi karena kader-kadernya masih bertahan di kabinet dan bekerja sesuai arahan Presiden Jokowi. Jadi, sampai saat ini, secara kelembagaan belum ada tanda-tanda oposisi PDI-P, kecuali pernyataan-pernyataan parsial kader PDI-P.
Namun, menurut dia, politik bukanlah hitungan matematika dan final. Bisa jadi, pernyataan Prabowo tersebut sebagai gambaran kondisi saat ini dan tetap berharap kesediaan Megawati untuk membuka komunikasi dan bersama pemerintahan Prabowo nanti setelah dilantik menjadi presiden. Karena itu, sikap oposisi PDI-P belum bisa dibaca saat ini karena Prabowo belum secara de jure sebagai presiden, kepala pemerintahan.
”Saat ini secarade facto dande jure, PDI-P masih menjadi bagian dari pemerintahan Presiden Jokowi karena kader-kadernya masih bertahan di kabinet dan bekerja sesuai arahan Presiden Jokowi. Jadi, sampai saat ini, secara kelembagaan belum ada tanda-tanda oposisi PDI-P, kecuali pernyataan-pernyataan parsial kader PDI-P,” ujar Bakir.
Inilah beda Prabowo dengan SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) yang orang kemudian menuduh SBY peragu, tidak tegas. Sementara Prabowo belum dilantik sudah menyampaikan ’ketegasannya’ untuk tidak mengganggu apabila tidak mau bekerja sama.
Terkait pernyataan Prabowo yang meminta kepada pihak yang tidak mau diajak kerja sama untuk tidak menjadi ”pengganggu”, Bakir membaca hal ini sebagai ungkapan kekesalan Prabowo karena mungkin Prabowo sudah merasa maksimal mengajak atau merangkul tokoh atau partai tertentu, tetapi ditolak.
Baca juga: Prabowo Hadiri Pembukaan Rakornas PAN
Namun, itulah politik. Politisi harus mempunyai kesabaran tak bertepi karena tidak semua orang menyukai. Susilo Bambang Yudhoyono dengan berbagai cara ingin merangkul Megawati, tetapi tidak berhasil hingga saat ini.
”Inilah beda Prabowo dengan SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) yang orang kemudian menuduh SBY peragu, tidak tegas. Sementara Prabowo belum dilantik sudah menyampaikan ’ketegasannya’ untuk tidak mengganggu apabila tidak mau bekerja sama,” kata Bakir.
Menurut Bakir, pernyataan Prabowo itu kurang bijak. Sebab, orang atau kelompok yang tidak mendukung adalah bagian dari hak dalam demokrasi agar kekuasaan tidak semena-mena dan tetap ada yang mengontrol.