Tak Hadiri Sidang Etik, Nurul Ghufron Dinilai Beri Contoh Buruk bagi Insan KPK
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron tak menghadiri sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran etik yang digelar Dewas KPK.
JAKARTA, KOMPAS — Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Nurul Ghufron mangkir, tidak menghadiri panggilan Dewan Pengawas KPK untuk mengikuti sidang etik. Ghufron meminta sidang etik ditunda dengan dalih tengah mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung dan Pengadilan Tata Usaha Negara. Sikap Ghufron tak menghadiri sidang etik dikhawatirkan akan memberikan contoh buruk bagi insan KPK.
Anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK Syamsuddin Haris mengungkapkan, sidang dugaan pelanggaran etik sempat dibuka, tetapi kemudian ditutup karena Ghufron tidak hadir. Ghufron tidak hadir dengan alasan sedang menggugat Dewas KPK di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
”Sidang ditunda tanggal 14 Mei 2024. Jika panggilan kedua nanti (Ghufron) tidak hadir juga, sidang etik tetap dilanjutkan,” kata Syamsuddin saat dihubungi dari Jakarta, Kamis (2/5/2024).
Secara terpisah, Ghufron menyampaikan bahwa dirinya telah menyampaikan surat permohonan penundaan sidang etik ke Dewas KPK. Alasannya, norma yang digunakan dalam pemeriksaan sidang etik tersebut, yakni Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 3 dan 4 Tahun 2021 yang mengatur penegakan kode etik serta tata cara pemeriksaan dan persidangan etik, sedang diuji materi di Mahkamah Agung (MA). Ghufron mengajukan gugatan uji materi ke MA karena menganggap pemeriksaan terhadapnya telah kedaluwarsa.
Sidang ditunda tanggal 14 Mei 2024. Jika panggilan kedua nanti (Ghufron) tidak hadir juga, sidang etik tetap dilanjutkan.
Ia menegaskan, berdasarkan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, jika suatu norma sedang diuji di MA, pelaksanaan norma harus ditunda. Karena itu, Ghufron meminta penundaan sidang etik.
Selain itu, Ghufron juga menggugat pemeriksaan pelanggaran etik terhadap dirinya ke PTUN Jakarta. Menurut dia, akan menjadi bertentangan apabila putusan di PTUN dan Dewas KPK berbeda.
”Atas dua hal tersebut, saya tadi menyampaikan permohonan penundaan. Bukan saya tidak hadir, tapi memang sengaja untuk meminta penundaan,” tegasnya.
Ia mengatakan, dialektika hukum antara pemohon dan termohon atau antara penggugat dan tergugat adalah sesuatu yang biasa, bukan hal yang gaduh dan luar biasa. Karena itu, Ghufron meminta proses gugatannya ke PTUN dikawal. Baginya, gugatan tersebut bukan perlawanan, melainkan pembelaan diri. Hal itu secara prosedural diatur di dalam Undang-Undang Administrasi Pemerintahan.
Ghufron menjelaskan, berdasarkan Pasal 23 Peraturan Dewan Pengawas KPK No 4/2021, laporan atau temuan atas dugaan terjadinya pelanggaran dinyatakan kedaluwarsa dalam waktu satu tahun sejak terjadinya atau diketahuinya dugaan pelanggaran.
Ia dilaporkan ke Dewas KPK pada 8 Desember 2023 atas peristiwa yang terjadi pada 15 Maret 2022. Temuan tersebut seharusnya sudah kedaluwarsa pada 16 Maret 2023. Ia baru mengetahui adanya laporan tersebut setelah diadakan pemeriksaan klarifikasi pada 28 Februari 2024.
Ghufron sudah berkomunikasi dengan Dewas KPK terkait kedaluwarsanya laporan tersebut. Namun, Dewas meminta tanggapan Ghufron secara lisan dijadikan pembelaan di sidang etik sehingga sidang etik tetap akan berjalan. Karena tanggapan Dewas tersebut, Ghufron menyatakan keberatan melalui surat tertulis pada 29 Februari 2024.
Perkara ini naik ke sidang etik pada 22 April 2024. Karena itu, Ghufron mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta pada 24 April 2024.
Ghufron menjelaskan dugaan pelanggaran etiknya yang dilaporkan ke Dewas KPK. Ia menerima aduan dari seorang ibu yang memiliki menantu sebagai pegawai di Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian (Kementan) pada awal Maret 2022.
”Inti laporannya adalah mereka mengajukan diri untuk minta mutasi sejak hamil sampai kemudian melahirkan 1 tahun 7 bulan, jadi sekitar 2 tahun itu, tapi tidak dikabulkan. Akhirnya, ASN (aparatur sipil negara) tersebut karena tidak dikabulkan mutasinya dengan alasan akan mengurangi SDM (sumber daya manusia), maka dia mengajukan pengunduran diri,” ungkapnya.
Baca juga: Internal KPK Bermasalah Lagi, Nurul Ghufron Berkomunikasi dengan Kementan
Pengunduran diri tersebut dalam proses akan diterima. Pada saat itu, ibu mertua pegawai Kementan tersebut yang merupakan teman Ghufron meneleponnya. Rekan Ghufron tersebut menyatakan tidak konsistennya Kementan. Sebab, ASN tersebut tidak diperbolehkan mutasi, tetapi boleh mundur yang konsekuensinya mengurangi SDM.
Setelah mendapatkan keluhan tersebut, Ghufron berdiskusi dengan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata. Alexander menyampaikan kepada Ghufron bahwa ia boleh membantu ibu tersebut. Sebab, Alexander juga pernah melakukan hal serupa. Asalkan, pemohon mutasi tersebut memenuhi syarat, bukan dibantu untuk memenuhi syarat.
Ghufron pun mencari informasi, termasuk ke Badan Kepegawaian Negara. Dari informasi yang diperolehnya, menantu rekannya itu memenuhi syarat. Ia menyampaikan hal tersebut kepada Alexander.
Selanjutnya, Alexander mencarikan nomor kontak pejabat di Kementan, termasuk nomor kontak Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono yang saat itu menjabat sebagai Inspektur Jenderal. Adapun Kasdi merupakan salah satu terdakwa dalam kasus dugaan korupsi di Kementan yang melibatkan bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
”Setelah mendapatkan nomornya, saya sampaikan, dan penyampaian saya bukan kemudian minta dimutasi dikabulkan atau tidak, menyampaikan komplainnya, kok, tidak konsisten. Beliau (Kasdi) kemudian menanggapi, ’baik Pak, kami cek dulu’,” tutur Ghufron.
Sekitar dua atau tiga minggu kemudian, Kasdi menyampaikan bahwa menantu rekan Ghufron tersebut memenuhi syarat dan mutasinya diproses. Komunikasi ini terjadi pada 15 Maret 2022.
Laporan terkait dugaan korupsi yang dilakukan Kasdi masuk pada November 2022. Pada Januari 2023 dilakukan penyelidikan dan penetapan tersangka pada September 2023. Ghufron dilaporkan ke Dewas KPK pada 8 Desember 2023.
Ia mengaku tidak mendapatkan uang atau hadiah apa pun atas bantuannya terhadap rekannya tersebut. Pengaduan tersebut diterimanya atas dasar kemanusiaan. ”Di atas kekuasaan dan jabatan kami adalah kemanusiaan. Seandainya kami dipermasalahkan karena membantu kemanusiaan ini, kami terima,” kata Ghufron.
Contoh buruk
Dihubungi secara terpisah, peneliti Pusat Kajian Anti-Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rohman, melihat, ketidakhadiran Ghufron menunjukkan sikap tidak kooperatif. Itu merupakan bentuk penghindaran terhadap penegakan kode etik.
”Ini artinya juga memberi contoh buruk kepada insan KPK lainnya, khususnya kepada para pegawai,” kata Zaenur.
Menurut dia, gugatan tata usaha di PTUN maupun uji materi di MA merupakan proses yang berbeda dengan sidang etik. Alasan itu tidak bisa digunakan Ghufron untuk tidak menghadiri persidangan kode etik yang dilakukan oleh Dewas KPK. Sebab, gugatan di PTUN maupun uji materi di MA bisa dikabulkan atau ditolak.
”Kalaupun dikabulkan, itu juga apakah bisa langsung berlaku atau tidak. Itu saya lihat adalah suatu hal-hal yang spekulatif,” kata Zaenur.
Ia melihat, Ghufron tidak ksatria dan tidak memberikan contoh yang baik kepada insan KPK lainnya. Hal tersebut akan berdampak pada semakin menurunkan kepercayaan publik terhadap KPK. Sebab, ketidakhadiran Ghufron menjadi polemik baru di KPK.
Baca juga: Polemik Internal Tak Kunjung Usai, Marwah KPK Jadi Taruhan
Zaenur menghormati Ghufron menggunakan sarana apa pun sebagai haknya. Namun, ketika ada panggilan untuk persidangan kode etik, seharusnya Ghufron menghadirinya. Sebab, setiap insan KPK wajib memenuhi panggilan Dewas. Penjadwalan ulang terhadap Ghufron memberikan contoh yang buruk di KPK.