PDI Perjuangan Sepeninggal Jokowi, Gibran, dan Bobby
PDI-P perlu melahirkan magnet elektoral baru setelah tak ada lagi Jokowi, Gibran, dan Bobby. Pilkada 2024 jadi momentum.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDI-P dengan tegas menyatakan Presiden Joko Widodo dan putranya, Gibran Rakabuming Raka, bukan lagi bagian dari partai tersebut. Begitu pula menantu Jokowi, Bobby Nasution, yang sudah lebih dulu diberhentikan dari partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri itu. Kehilangan Jokowi, Gibran, dan Bobby, akankah PDI-P bertahan?
Jokowi tersenyum saat awak media menanyakan soal pernyataan Ketua DPP PDI-P Bidang Kehormatan Komarudin Watubun yang menyebutkan bahwa dirinya dan Gibran bukan lagi anggota PDI-P seusai menghadiri Rapat Kerja Kesehatan Nasional 2024 di ICE BSD, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (24/4/2024). Pernyataan yang keluar kemudian pun sangat singkat.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
”Ya, terima kasih,” ujarnya. Setelah itu, Presiden memilih bergegas meninggalkan wartawan dan enggan memberikan tanggapan lebih lanjut.
Sehari sebelumnya, Gibran sudah angkat suara terkait pernyataan Komarudin yang menyebutnya bukan lagi anggota PDI-P. ”Ya, sudah enggak apa-apa,” ujar Gibran di Balai Kota Surakarta, Jawa Tengah.
Baca juga: Akhir Penantian Prabowo Subianto
Ia bahkan tak akan mempermasalahkan jika dipecat dari partai yang membawanya menjadi Wali Kota Surakarta tersebut. ”Enggak apa-apa, dipecat ya enggak apa-apa,” ujar Gibran.
Ditanya soal kemungkinan dirinya dan Jokowi untuk pindah ke partai politik lain, Gibran hanya meminta menunggu. ”(Partai baru untuk berlabuh) Belum ada pembahasan ke situ. Tunggu saja nanti, ya. (Partai baru Jokowi) Oh, saya tidak tahu, ya. Tanyakan ke beliau sendiri,” ucapnya.
Baca juga: Jokowi-Gibran Tak Lagi di PDI Perjuangan, Mungkinkah Bergabung dengan Golkar?
Pada Senin (22/4/2024), Komarudin Watubun menyampaikan, keberpihakan Jokowi kepada pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024 membuat Jokowi sudah tidak tepat lagi jika disebut masih bagian dari PDI-P. Apalagi, Gibran sudah maju di pilpres dengan Prabowo yang notabene bukan capres usungan PDI-P. Status Gibran sebagai kader PDI-P otomatis sirna.
Bobby Nasution bahkan sudah lebih awal diberhentikan dari PDI-P karena dukungannya kepada Prabowo-Gibran di Pilpres 2024. Keputusan pengeluaran Bobby tertuang dalam surat nomor 217/IN/DPC-29.B-26.B/XI/2023 yang ditandatangani Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDI-P Medan Hasyim dan Sekretaris Roby Barus. DPC PDI-P Medan menyatakan, Bobby terbukti melakukan tindakan pelanggaran kode etik dan disiplin anggota partai sehingga tidak memenuhi syarat menjadi anggota partai.
Baca juga: PDI-P Tegaskan Jokowi dan Gibran Sudah Bukan Lagi Kader PDI-P
Karier politik Jokowi dan keluarganya
Mengawali karier politik di PDI-P, Jokowi dipercaya partai itu untuk maju dalam Pemilihan Wali Kota Surakarta 2005 dan 2010. Kala itu, ia berhasil dua kali terpilih. Setelah keberhasilan itu, partai kembali memercayai Jokowi untuk maju dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012. Selanjutnya, baru dua tahun menjabat Gubernur Jakarta, kepercayaan partai berlanjut hingga Jokowi diberikan ”tiket” partai untuk pencalonan presiden di Pilpres 2014. Bahkan tak hanya sekali, tiket serupa diberikan kepadanya untuk Pilpres 2019.
Diusungnya Jokowi turut memberi kontribusi elektoral bagi PDI-P. Partai berlambang kepala banteng moncong putih itu berhasil mengakhiri 10 tahun posisinya sebagai oposisi pada 2004-2014. Suara PDI-P menjulang pada Pemilu 2014 sehingga berhasil menjadi partai pemenang pemilu. Kesuksesan ini berulang pada Pemilu 2019. Tak sebatas itu, sebagai partai pemenang pemilu, PDI-P berhak menguasai kursi ketua DPR yang diduduki oleh Puan Maharani, putri dari Megawati Soekarnoputri.
Di periode kedua pemerintahannya, Gibran dan Bobby mengikuti jejak Jokowi untuk masuk dunia politik. PDI-P pun dipilih sebagai kendaraan politik.
Dengan nama Jokowi melekat pada keduanya, tak sulit bagi mereka untuk bisa dicalonkan partai itu dalam pilkada. Gibran maju pada Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot) Surakarta 2020 dan terpilih. Nasib serupa dialami Bobby yang maju pada Pilwalkot Medan 2020. Sama seperti sang ayah, mereka pun menjadi magnet elektoral baru bagi PDI-P.
Namun, menjelang Pilpres 2024, peta politik berubah. Jokowi dan keluarganya mulai meninggalkan PDI-P dengan tak mendukung Ganjar Pranowo-Mahfud MD, capres-cawapres yang diusung PDI-P. Alhasil, Ganjar-Mahfud kalah di pilpres. Bahkan terbilang telak karena raihan suara pasangan ini menempatkan mereka di posisi buncit, di bawah Prabowo-Gibran dan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.
Meski demikian, partai itu tetap berhasil mempertahankan kesuksesannya pada 2014 dan 2019 dengan menjadi partai pemenang pemilihan legislatif (pileg). Besar pula peluang partai untuk kembali menguasai kursi ketua DPR.
Menurut Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya, kehilangan Jokowi dan keluarganya memang berkontribusi atas kekalahan capres-cawapres PDI-P di Pilpres 2024. Namun, dengan kemenangan yang tetap bisa ditorehkan ”banteng” di pileg, partai tersebut memiliki modal untuk tetap menjadi kekuatan politik strategis ke depan meski Jokowi dan keluarganya sudah tak bersama partai itu lagi.
Dengan raihan suara partai pada 2024, partai berpotensi menguasai 110 kursi di DPR atau 19 persen dari total 580 kursi DPR. Dengan kemenangan itu pula, PDI-P mengunci kursi ketua DPR karena parpol peraih kursi terbanyak di DPR berhak atas penguasaan kursi ketua tersebut.
Baca juga: PDI-P Berpeluang Kuasai Kembali Kursi Ketua DPR, Golkar Pantang Menyerah
Indikasi PDI-P masih akan menjadi kekuatan politik yang strategis setelah pemilu setidaknya terlihat dari keinginan presiden-wapres terpilih Prabowo-Gibran merangkul PDI-P. Pendekatan oleh Gerindra, parpol utama pengusung Prabowo-Gibran, ke PDI-P sudah intens meski hingga kini belum terlihat akan ada pertemuan antara Megawati dan Prabowo, apalagi sampai merajut kerja sama politik.
Baca juga: Sudahkah Prabowo Merindukan Nasi Goreng Megawati?
Tak hanya itu, sejarah membuktikan bahwa partai selalu bertahan di tengah terpaan badai.
”Pada masa Orde Baru, partai ini masih kecil, tetapi bertahan. Lalu ikut Pemilu 1999, terus pada Pemilu 2004 PDI-P kalah dengan Partai Golkar dalam pileg dan juga menjadi oposisi selama pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono hingga 2014. Dua periode itu bisa dikatakan PDI-P menjadi kecil, namun tetap bertahan,” kata Yunarto.
Melahirkan ”Jokowi” baru
Modal PDI-P tetap sebagai parpol yang strategis tak lepas dari basis ideologi serta infrastruktur massa yang kuat. Maka, sekalipun Jokowi, Gibran, dan Bobby tak lagi bersama partai itu, partai akan tetap bertahan. Hanya, untuk kembali ke puncak kejayaan seperti pada Pemilu 2014 dan 2019, partai dituntut untuk lebih mengoptimalkan regenerasi dan kaderisasi partai.
Buah regenerasi dan kaderisasi yang telah dinikmati partai dengan kemunculan Jokowi dan kemenangan berulang partai pada Pemilu 2014 dan 2019 harus direproduksi. ”PDI-P harus bisa melahirkan sosok yang sama seperti Jokowi, yakni berprestasi, berasal dari karier politik dari bawah, pernah menjadi kepala daerah atau pernah mengemban jabatan publik yang dinilai baik masyarakat. Sehingga, dapat menjadi magnet elektoral baru bagi PDI-P,” ungkap Yunarto.
Terkait hal itu, PDI-P dilihatnya tidak akan kekurangan kader-kader terbaik. Sejumlah kader terbaik sudah terlihat kini, baik di eksekutif tingkat pusat maupun daerah dan legislatif. PDI-P pun dapat memanfaatkan pilkada serentak 2024 untuk melahirkan ”Jokowi-Jokowi” baru yang bisa menjadi magnet elektoral pada pemilu selanjutnya.
”PDI-P harus memaksimalkan ajang Pilkada 2024 yang baru pertama kali digelar serentak untuk mencari talenta baik dari kader-kader dan bisa berpotensi menjadi pimpinan nasional. Artinya, bagaimana mekanisme penentuan calon, menjaring aspirasi masyarakat yang akan menentukan kualitas kader di pilkada, dan dapat melahirkan efek seperti era Jokowi pada pemilihan gubernur lalu bisa dilakukan kembali oleh PDI-P,” pungkas Yunarto.