Fasilitas Belum Lengkap, Pemindahan ASN ke IKN Dinilai Tergesa-gesa
Pemindahan ASN ke Ibu Kota Nusantara dinilai terlalu tergesa-gesa dan tanpa kajian yang matang.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemindahan aparatur sipil negara ke Ibu Kota Nusantara dinilai terlalu tergesa-gesa karena fasilitas penunjang yang tersedia masih minim. Tunjangan hingga kajian antropologis juga belum tersedia untuk memperkuat alasan pemindahan. Ketidaksiapan ini diprediksi bakal menimbulkan masalah di kemudian hari.
Pada tahap awal, pemerintah akan memindahkan 11.916 aparatur sipil negara (ASN) dari 38 kementerian/lembaga, lalu diikuti 6.774 ASN dari 29 kementerian/lembaga dan 14.237 ASN dari 59 kementerian/lembaga. Jadwal pemindahan direncanakan setelah upacara Hari Ulang Tahun Ke-79 RI di IKN atau pada September.
Menurut pengamat kebijakan publik Agus Pambagio, pemindahan ASN ke IKN berlangsung tergesa-gesa dan tanpa kajian yang matang. Rencana pemerintah untuk memindahkan sebagian pegawainya ke IKN pun dianggap sekadar formalitas belaka untuk pemenuhan ambisi.
”Pemindahan ke IKN itu memang perlu, tapi tak boleh tergesa-gesa. Detail-detail seperti di sana makan apa? Ada hiburan atau tidak? Kalau ada bencana seperti apa? Ketersediaan tempat pendidikan dan lainnya harus diperhatikan,” ujar Agus saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (17/4/2024).
Lokasi dari tempat tinggal ASN ke pusat perbelanjaan, kuliner, hingga fasilitas pendidikan untuk anak-anak mereka harus menjadi pertimbangan. Agus mencontohkan anak-anak dari para ASN yang juga harus pindah sekolah. Apabila tidak ikut pindah atau bertahan di rumah yang lama, maka ASN perlu merogoh kocek ekstra untuk memenuhi kebutuhan.
Selain itu, dibutuhkan juga kajian lebih lanjut mengenai penduduk asli seperti suku Dayak dan Balik hingga satwa asli yang masih berkeliaran. Kajian antropologis penting untuk melihat potensi gesekan dari kehadiran ASN dan pekerja dengan penduduk asli serta satwa.
Pemindahan ke IKN itu memang perlu, tapi tak boleh tergesa-gesa.
”Apalagi, tunjangan dan detail-detail lainnya juga belum bisa dipastikan pemerintah. Saya kira ASN juga terpaksa pindah karena terikat sumpah. Ini juga berkaitan dengan fenomena perpindahan ASN pusat ke daerah bahkan memutuskan keluar,” ucap Agus.
Agus membandingkan perpindahan ASN dengan orang yang ingin membeli rumah, yakni tidak boleh tergesa-gesa. Orang yang membeli rumah tentu mempertimbangkan potensi bencana, fasilitas, tetangga, dan lainnya.
Fokus terbagi
Kinerja ASN yang pindah ke IKN dinilai tak akan efektif. Selain karena fokus yang terbagi antara Jakarta dan IKN, pegawai juga perlu beradaptasi di lingkungan baru. ”Tak akan efektif kerjanya. Apa yang mau mereka kerjakan di sana? Terbagi-bagi, satu di Jakarta, satu di IKN,” ujarnya.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar Anas mengatakan, skenario pemindahan ASN ke IKN ini menjadi salah satu perintah dari Presiden Joko Widodo agar proses pemindahan ibu kota tidak berjalan lamban seperti yang terjadi di Australia dan Brasil.
”Pemindahan ini menyesuaikan ketersediaan hunian dan infrastruktur IKN,” kata Azwar Anas.
ASN yang pindah ke IKN pada tahap awal dirancang akan memperoleh tunjangan pionir. Namun, nominal hingga skema tunjangan baru ditentukan setelah rapat terbatas.
Pemindahan ini menyesuaikan ketersediaan hunian dan infrastruktur IKN.
Selain tunjangan, setiap pegawai juga akan mendapat satu unit hunian rumah atau apartemen dinas. Terkait progres kesiapan hunian, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menargetkan pembangunan 47 menara pada 2024. Setiap menara diisi 60 unit, seluas 98 meter persegi per unit. Sebanyak 29 menara akan diisi ASN dan 18 menara bagi TNI/Polri. ASN memperoleh 1.240 unit dari total 2.820 unit, sisanya bagi TNI/Polri (Kompas.id, 17/4/2024).