Kubu Prabowo-Gibran Nilai Pemohon Sengketa Hasil Pilpres Tidak Taat Hukum Acara
Kubu Prabowo-Gibran menilai pemohon mengajukan gugatan dengan dasar dugaan kecurangan pemilu yang bukan jadi ranah MK.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kubu calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menilai para pemohon perkara sengketa hasil pemilihan presiden dan wakil presiden tidak taat pada hukum acara yang diatur Undang-Undang Pemilu. Mereka menilai, perkara ini terkait perselisihan hasil pemilu dan bukan persoalan kecurangan pemilu.
Hal itu disampaikan kuasa hukum Prabowo-Gibran seusai menyerahkan kesimpulan ke Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta, Selasa (16/4/2024). Selain kubu Prabowo-Gibran, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga menyampaikan kesimpulan. Sebelumnya, kubu calon presiden-calon wakil presiden Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD telah pula menyampaikan kesimpulan.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kuasa hukum Prabowo-Gibran, Otto Hasibuan, mengatakan, setelah berjalannya perkara ini sampai pada kesimpulan, pihaknya mendapatkan satu hal yang terang dan jelas bahwa perkara ini terkait dengan perselisihan hasil pemilu. Oleh karena itu, hal yang harus dipersoalkan sesuai hukum acara adalah mengenai hasil suara perolehan setiap pasangan calon presiden dan wakil presiden.
”Sehingga sesungguhnya menurut hukum acaranya, yang harus dipersoalkan itu adalah berapa sesungguhnya suara yang diperoleh 03 (Ganjar-Mahfud) maupun 01 (Anies-Muhaimin) dan mana dari KPU yang suara perhitungannya itu yang tidak benar. Itulah sesungguhnya perkara ini,” kata Otto.
Otto menjelaskan, pihak pemohon justru tidak mau tahu dengan hukum acara yang sudah diatur dalam Undang-Undang (UU) Pemilu, yaitu terkait penghitungan suara. Pemohon justru mengajukan gugatan dengan dasar adanya kecurangan yang diduga dilakukan oleh pasangan Prabowo-Gibran sehingga mereka memohon diskualifikasi.
Menurut Otto, ada dua persimpangan jalan dalam perkara ini. Sebab, hukum acara tidak boleh dilanggar. Persoalan kecurangan dalam pemilu bukan ranah MK, melainkan Bawaslu. Di sisi lain, tidak ada bukti-bukti kecurangan yang dituduhkan kepada pihak Prabowo-Gibran.
Menurut hukum acaranya, yang harus dipersoalkan itu adalah berapa sesungguhnya suara yang diperoleh 03 maupun 01 dan mana dari KPU yang suara perhitungannya itu yang tidak benar. Itulah sesungguhnya perkara ini.
Anggota KPU, Mochammad Afifuddin, mengatakan, pihaknya menyampaikan kesimpulan yang menegaskan bahwa seluruh dalil pemohon dan fakta yang ada dalam persidangan tidak terbukti. Oleh karena itu, KPU melalui kesimpulannya menyampaikan kepada majelis hakim konstitusi agar menjatuhkan putusan menolak seluruh permohonan dari pemohon.
KPU memohon agar Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota secara Nasional dalam Pemilu 2024 yang menjadi obyek sengketa pilpres tetap berlaku.
Dalam kesempatan ini, KPU juga menyerahkan tambahan alat bukti, yaitu formulir D. Kejadian Khusus tingkat kecamatan seluruh Indonesia. Bukti tersebut diminta oleh salah satu majelis hakim saat persidangan terakhir.
Anggota KPU, Idham Holik, menambahkan, penyelenggaraan pemilu—khususnya pemungutan, penghitungan, rekapitulasi, dan penetapan hasil pemilu—sudah berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, khususnya UU Pemilu.
Oleh karena itu, menurut Idham, hal yang menjadi permohonan para pemohon diyakini tidak akan mengubah hasil keputusan KPU terkait penetapan hasil pemilu.
Selain KPU, Bawaslu juga sudah menyampaikan kesimpulan. Namun, pihak Bawaslu tidak berkenan memberikan keterangan kepada wartawan.
Juru Bicara MK Fajar Laksono Suroso mengatakan, semua pihak, termasuk Bawaslu, telah menyampaikan kesimpulan. Sampai tanggal 21 April 2024, setiap hari diagendakan rapat permusyawaratan hakim (RPH) untuk membahas perkara pilpres.
Putusan tetap diagendakan pada 22 April 2024. ”Apa yang dibahas dalam RPH, itulah yang nanti akan muncul dalam putusan,” kata Fajar.
Fajar menuturkan, hakim dalam memutus berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan, alat bukti, dan keyakinan hakim. Berkas amicus curiae atau sahabat pengadilan yang diserahkan kepada MK juga menjadi bahan pertimbangan majelis hakim. Hakim akan membaca semua berkas dan mencermati alat bukti.
Dalam keterangan tertulis, mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana meyakini, MK tidak akan memutus permohonan tidak dapat diterima. Sebab, permohonan dari kubu Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud memenuhi syarat formil untuk diputus pokok permohonannya.
Denny memprediksi MK akan memutus di antara empat opsi. Pertama, MK menolak seluruh permohonan, lalu memberikan catatan dan usulan perbaikan pilpres. Melihat situasi politik hukum di Indonesia, ia berpandangan opsi ini yang sangat mungkin menjadi kenyataan.
Kedua, MK mengabulkan seluruh permohonan. Ketiga, MK mengabulkan sebagian permohonan, yaitu mendiskualifikasi Gibran. Keempat, MK mengabulkan sebagian permohonan, yaitu membatalkan kemenangan Gibran dan hanya Prabowo yang dilantik.
”Saya prediksi, MK belum punya dukungan bukti dan keberanian untuk memutus di luar opsi putusan yang pertama, yaitu menolak seluruh permohonan dan hanya memberikan catatan perbaikan atas pelaksanaan Pilpres 2024,” kata Denny.