Golkar Terbanyak Ajukan Sengketa, Papua Tengah Paling Banyak Dipersoalkan
Olah data Perludem, Golkar jadi partai terbanyak ajukan sengketa pemilu. Papua Tengah jadi peringkat pertama daerah.
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mahkamah Konstitusi menerima setidaknya 277 pengajuan permohonan sengketa pemilu legislatif tahun 2024. Berdasarkan data yang dioleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Partai Golkar menjadi pihak yang paling banyak mengajukan permohonan sengketa, baik yang diajukan oleh partai maupun perseorangan calon anggota legislatif yang maju ke Mahkamah Konstitusi.
Adapun Provinsi Papua Tengah menjadi wilayah yang paling banyak disengketakan oleh para pihak. Hanya dua provinsi, yaitu Bali dan Nusa Tenggara Timur, yang hasil pemilihannya tidak dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Peneliti Perludem, Ihsan Maulana, dalam paparan mengenai Potret Awal Perselisihan Hasil Pemilu 2024 di Mahkamah Konstitusi, Senin (25/3/2024), mengatakan, ditinjau dari sisi jumlah, pengajuan permohonan sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) tahun ini relatif banyak jika dibandingkan dengan Pemilu 2019. Berdasarkan data hingga Senin siang, ada 277 permohonan.
Pelanggaran yang berdampak pada hasil pemilu dan dilaporkan oleh peserta pemilu ke MK tentu ini menjadi satu sinyal yang kurang baik mengingat Pemilu 2024 adalah pemilu serentak kedua.
Tahun 2019, jumlah permohonan yang masuk ke MK sebanyak 340 pendaftar. Namun, yang diregistrasi menjadi perkara PHPU oleh MK menjadi 260 perkara.
”Pelanggaran yang berdampak pada hasil pemilu dan dilaporkan oleh peserta pemilu ke MK tentu ini menjadi satu sinyal yang kurang baik mengingat Pemilu 2024 adalah pemilu serentak kedua. Jadi, kalau belajar dari penyelenggaraan Pemilu 2019, apalagi kalau sudah berhasil melakukan mitigasi risiko, seharusnya perkara perselisihan hasil pemilu di MK itu bisa menurun,” papar Ihsan.
Olah data terlebih dahulu
Juru bicara MK, Fajar Laksono Suroso, mengatakan, hingga Senin, ada 277 pengajuan permohonan PHPU yang masuk ke MK. Jumlah tersebut terdiri dari 263 permohonan sengketa pemilu legislatif DPR/DPRD, 2 sengketa pemilu presiden, dan 12 permohonan yang diajukan oleh calon anggota DPD.
”Perhatian kita ke olah data dulu. Nanti pemetaan dalilnya setelah ini. Ada masa perbaikan permohonan dalam kurun 3x24 jam selesai. Kita data soal apa,” saat ditanya mengenai apa yang mayoritas dipersoalkan para pemohon.
Berdasarkan pantauan Perludem, dari 38 provinsi di Indonesia, Papua Tengah merupakan provinsi dengan jumlah perkara terbanyak yang tersebar di berbagai jenis pemilihan, disusul Aceh (17 perkara), Sumatera Selatan (16 perkara), Papua (15 perkara), Jawa Barat (14 perkara), Jawa Timur (12 perkara), Papua Pegunungan (11 perkara), Maluku Utara (10 perkara), dan Maluku (10 perkara).
Perhatian kita ke olah data dulu. Nanti pemetaan dalilnya setelah ini. Ada masa perbaikan permohonan dalam kurun 3x24 jam selesai. Kita data soal apa.
Dua provinsi tak ada perkara
”Ini sesuatu hal yang menarik, ya. Jadi, Papua Tengah yang merupakan daerah otonomi baru dan baru ikut pemilu di 2019 ternyata merupakan peringkat pertama daerah dengan jumlah perkara yang masuk di MK, yaitu dengan 21 perkara,” ujar Ihsan Maulana.
Sementara itu, hanya dua provinsi yang tidak ada perkara pengajuan sengketa pemilu legislatif, yaitu Bali dan Nusa Tenggara Timur, baik untuk sengketa DPR maupun DPRD. Menurut Ihsan, perlu menjadi refleksi mengapa di dua provinsi tersebut tidak ada perkara sengketa hasil pemilu.
Dari 277 permohonan yang didaftarkan, sebanyak 162 di antaranya diajukan oleh partai politik, 77 permohonan diajukan oleh caleg, dan 24 lainnya belum teridentifikasi. Dari 77 permohonan yang diajukan caleg secara perseorangan, terdapat 41 pengajuan permohonan yang diajukan tanpa mendapatkan rekomendasi dari ketua umum dan sekjen partai, sementara 32 caleg sudah mendapatkan rekomendasi.
Ini sesuatu hal yang menarik, ya. Jadi, Papua Tengah yang merupakan daerah otonomi baru dan baru ikut pemilu di 2019 ternyata merupakan peringkat pertama jumlah perkara yang masuk di MK.
Dilihat dari sisi partai politik, Nasdem menjadi partai terbanyak yang mengajukan permohonan. Disusul Partai Persatuan Pembangunan, Gerindra, Partai Amanat Nasional, Demokrat, Golkar, dan PDI Perjuangan.
Namun, apabila digabungkan dengan pengajuan oleh caleg secara perseorangan, Golkar mendominasi jumlah permohonan PHPU Pileg DPR dan DPRD. Golkar mengajukan total 29 permohonan PHPU, sedangkan Nasdem di posisi kedua, disusul Gerindra, PKB, PAN, PPP, Demokrat, PDI Perjuangan, Hanura, dan Perinda.
”Yang menarik, Golkar merupakan peraih suara terbanyak kedua. Ternyata, ketika dilihat, Golkar masih menjadi parpol yang mendominasi atau mengajukan gugatan hasil pemilu terbanyak kedua,” kata Ihsan.
Perludem juga mencatat adanya pengajuan perkara yang diajukan lebih dari batas waktu yang ditentukan 3x24 jam atau melewati hari Sabtu (23/3/2024) pukul 22.19 WIB. Permohonan yang melewati tenggat tersebut berjumlah 10 perkara sengketa anggota DPR/DPRD dan dua perkara yang diajukan calon anggota DPD.
Ternyata, ketika dilihat, Golkar masih menjadi parpol yang mendominasi atau mengajukan gugatan hasil pemilu terbanyak kedua.
Peneliti Perludem lainnya, Fadli Ramadhanil, berharap agar MK tidak terburu-buru menutup kemungkinan penyelesaian perkara PHPU tersebut keluar dari proses penghitungan suara. MK dalam sejumlah perkara PHP kepala daerah sudah melakukan hal tersebut ketika masuk ke dalam persoalan yang substantif. Misalnya, putusan terkait sengketa Pilkada Kabupaten Boven Digul dan Sabu Raijua. Hal yang sama diharapkan dari MK dalam penyelesaian sengketa hasil pemilu kali ini.