Muhaimin Iskandar meminta penjadwalan ulang pemeriksaan di KPK lantaran hari Selasa (5/9/2023) ini Ketua Umum PKB itu harus menghadiri acara di Kalimantan Selatan.
Oleh
HIDAYAT SALAM, DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar tidak memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk memberikan keterangan sebagai saksi dalam penyelidikan dugaan korupsi proyek pengadaan sistem proteksi tenaga kerja Indonesia atau TKI di Kementerian Ketenagakerjaan pada 2012. Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat itu dijadwalkan kembali untuk memberikan keterangan di KPK pekan depan.
Muhaimin sedianya dimintai keterangan oleh penyidik KPK pada Selasa (5/9/2023) ini. Namun, Muhaimin tidak memenuhi panggilan KPK dan meminta penjadwalan ulang pemeriksaan pada Kamis (7/9/2023) lantaran memiliki agenda lain.
”Tim penyidik KPK sudah menyampaikan pada kami karena hari Kamis akan ada agenda lain. Maka, tim penyidik menjadwalkan kembali kepada saksi ini menjadi pekan depan,” kata Kepala Pemberitaan KPK Ali Fikri di Gedung KPK, Jakarta, Selasa siang.
Ali menjelaskan, tim penyidik memutuskan untuk menggali informasi dari Muhaimin karena saat dugaan korupsi terjadi, ia menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (kini Menteri Ketenagakerjaan). Oleh karena itu, KPK berharap Muhaimin memenuhi panggilan berikutnya. Keterangan Muhaimin dibutuhkan untuk membuat terang peristiwa dugaan pidana dalam proyek sistem proteksi TKI tahun 2012 tersebut.
”Setiap perkara yang naik pada proses penyidikan sudah ada tersangkanya. Oleh karena itu, untuk memperjelas perbuatan dari para tersangka, tentu memanggil seseorang sebagai saksi sangat dibutuhkan,” kata Ali.
Saat dikonfirmasi, Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid mengatakan, Muhaimin Iskandar sudah mengirimkan surat ke KPK untuk meminta penjadwalan ulang pemeriksaan. Saat ini, Muhaimin sedang menghadiri agenda pembukaan Musabaqah Tilawatil Qu’ran (MTQ) Internasional Jam’iyyatul Qurra wal Huffazh Nahdlatul Ulama di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan. Agenda tersebut sudah dijadwalkan jauh-jauh hari sebelumnya.
”Hari ini, beliau menghadiri agenda lama, selaku Wakil Ketua DPR, untuk membuka acara Musabaqah Tilawatil Qu’ran Internasional di Tanah Laut, Kalsel,” kata Jazilul.
Dalam kasus dugaan korupsi sistem proteksi TKI ini, KPK sudah mengantongi nama-nama tersangka, tetapi belum diumumkan. Kasus dugaan korupsi itu ditengarai telah merugikan negara hingga Rp 1 miliar.
Tak ada motif politik di balik penanganan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan sistem proteksi TKI. Sebab, penyelidikan sudah berlangsung sejak lama.
Saat ini, KPK juga tengah fokus mendalami bagian pengadaan barang dan jasa terkait proyek sistem proteksi TKI. Adapun beberapa proses yang perlu dilalui meliputi verifikasi aduan, telaah, penyelidikan, dan penyidikan. Kini, kasus tersebut memasuki proses penyidikan (Kompas.id, 4/9/2023).
Ali mengatakan, KPK telah memeriksa mantan Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kementerian Ketenagakerjaan Reyna Usman terkait kasus dugaan korupsi sistem proteksi TKI 2012. Reyna dimintai keterangan seputar perencanaan hingga pengerjaan proyek pengadaan sistem proteksi TKI tersebut.
”Sebagaimana yang kami sampaikan, ini terkait pengadaan barang dan jasa sehingga kami harus membuktikan unsur-unsur setiap orang, kemudian melawan hukumnya, apakah ada menguntungkan diri sendiri ataupun orang lain dan kerugian negaranya,” kata Ali.
Tak ada unsur politis
Rencana pemeriksaan yang hanya selang tiga hari setelah Muhaimin dideklarasikan sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres) dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) menimbulkan berbagai spekulasi. Salah satunya spekulasi mengenai adanya unsur politik dalam penegakan hukum oleh KPK tersebut.
Ali membantah spekulasi itu. Menurut dia, tak ada motif politik di balik penanganan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan sistem proteksi TKI. Sebab, penyelidikan sudah berlangsung sejak lama. ”KPK sudah berkirim surat pemanggilan dan sudah diterima surat per tanggal 31 Agustus 2023. Ini sekaligus menegaskan. Jadi, tidak ada kaitan sama sekali terhadap proses politik yang saat ini sedang berlangsung karena memang kami sudah mengagendakan jauh-jauh hari terkait dengan pemanggilan yang bersangkutan,” tuturnya.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD juga menegaskan, pemanggilan Muhaimin oleh KPK bukanlah politisasi hukum. Pasalnya, Muhaimin tidak dimintai keterangan sebagai tersangka, melainkan hanya sebagai saksi untuk melengkapi informasi atas penanganan kasus yang sedang berlangsung.
”Saya meyakini itu permintaan keterangan biasa atas kasus yang sudah lama berproses,” ujar Mahfud.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu juga mengungkapkan pengalamannya berurusan dengan KPK. Saat KPK tengah menangani kasus dugaan korupsi yang melibatkan Ketua MK (saat itu) Akil Mochtar, ia juga pernah dipanggil dan dimintai keterangan sebagai saksi oleh penyidik KPK.
Mahfud menceritakan, pertanyaan yang diajukan sebatas hal teknis seperti, ”Apakah pernah menjadi pimpinan Akil Mochtar?”, ”Jika pernah, hal itu dilakukan tahun berapa?” Lalu, ”Bagaimana cara membagi penanganan perkara dan apakah Mahfud mengetahui bahwa Akil Mochtar di-OTT oleh KPK?”
”Pertanyaan seputar teknis itu saja dan itu pun sudah dibuatkan isi pertanyaan dan jawabannya. Waktu itu saya hanya disuruh membaca dan mengoreksi, kemudian memberi tanda tangan, tak lebih dari 30 menit,” ujarnya.
Merujuk pengalaman itu, ia meyakini Muhaimin juga hanya dimintai keterangan untuk merangkai peristiwa agar perkara dugaan korupsi pengadaan sistem perlindungan TKI tersebut menjadi lebih terang.