Bertualang di Gurun Dubai
Sekitar pukul 06.00 sesaat sebelum matahari terbit, safari balon udara dimulai. Adrenalin pun mulai bergejolak.
Sekitar satu jam dari pusat kota Dubai yang dipenuhi gedung-gedung pencakar langit serba gemerlap, ada ”dunia lain” yang menantang: gurun luas nan sunyi seolah tanpa penghuni. Kami menjelajahi keliarannya dengan balon udara di awal pagi.
Waktu subuh belum tiba ketika mobil yang kami tumpangi meninggalkan hotel tempat kami menginap di kawasan Jumeira, Dubai, Uni Emirat Arab, Jumat (22/3/2024). Dalam belasan menit saja, pemandangan kota yang serba gemerlap oleh lampu-lampu kota mulai hilang dari pandangan. Berganti dengan wajah lain Dubai yang liar.
Kabut datang dan pergi dalam hitungan menit sepanjang perjalanan membelah jalan bebas hambatan yang mulus. Jarak pandang kadang hanya 100 meter memaksa pengemudi mengurangi kecepatan kendaraan. ”Ya beginilah cuaca di sekitar gurun, sering berubah,” ujar Nicky, pemandu sekaligus pengemudi mobil yang kami tumpangi, seperti meminta pemakluman.
Begitu kabut tertiup angin dan jarak pandang lebih jernih, ia menginjak gasnya dalam-dalam. Perlahan kami memasuki jantung Gurun Dubai yang masih dipeluk malam. Jalan aspal berganti dengan pasir gurun nan tebal membuat mobil kadang oleng ke kiri dan ke kanan. Tidak seberapa jauh dari jalan aspal terakhir yang kami lewat, kami tiba di tengah gurun. Di titik itulah kami—rombongan wartawan dari Jakarta yang diundang Dubai Economy and Tourism—berhenti.
Baca juga: Apa Kabar Indonesia, Saya Rindu
Keluar dari mobil, angin gurun menyapa lembut bersama dingin yang membuat tubuh menggigil. Langit jernih menyisakan bintang-bintang yang masih berkelap-kelip di awal subuh. Di sana sudah ada belasan turis yang sudah tiba duluan sambil menikmati kopi atau teh hangat. Tidak jauh dari mereka, beberapa kru mulai meniup balon udara dengan kipas besar yang suaranya menderu-deru. Debu-debu halus beterbangan membuat cahaya lampu portabel di sekitarnya berpendar.
”Selamat datang. Pagi ini kita akan bertualang dengan balon udara. Tidak perlu khawatir, ini aman dan menyenangkan,” ujar kapten Vytautas Samarinas, pilot balon udara yang akan membawa kami bertualang ke angkasa. Pilot berkebangsaan Lituania itu sudah punya pengalaman 23 tahun menerbangkan balon udara.
Kapten Samarinas kemudian memberikan penjelasan singkat soal prosedur keamanan, terutama saat take off dan landing. Semua penumpang mesti mengenakan sabuk pengaman yang ditautkan ke keranjang balon udara. Saat landing, semua penumpang diminta menghadap ke arah dalam keranjang, berpegangan, dan menekuk sedikit lutut untuk meredam kemungkinan benturan.
Sekitar pukul 06.00 sesaat sebelum matahari terbit, safari balon udara dimulai. Adrenalin pun mulai bergejolak menyambut petualangan balon udara untuk pertama kalinya. Satu per satu penumpang menaiki keranjang balon udara yang telah berbentuk bulat sempurna. Ruangan keranjang terbagi dalam lima bagian. Empat bagian yang saling berhadap-hadapan diisi oleh 10 penumpang. Satu bagian yang berada di tengah untuk pilot dan enam gas tabung LPG.
Begitu kru di lapangan melepas tambang penahan dan pilot melepas keran tabung gas yang menyemburkan api, balon udara itu perlahan mengangkasa. Gerakannya lembut, tanpa puntiran sedikit pun. Semua penumpang berseru gembira. Fantasi terbang dengan balon udara yang ditanamkan film-film kartun di masa kecil benar-benar terwujud. Subuh itu, setidaknya ada delapan balon udara yang mengangkasa di atas Gurun Dubai.
Baca juga: “Sleeper Bus”, Raja Jalanan yang Tengah Naik Daun
”Kita akan terbang dengan kecepatan rata-rata 20-25 kilometer per jam. Sekarang kita ada di ketinggian 700 meter dari permukaan tanah dan kita akan menanjak terus sampai ketinggian 4.000-an meter,” ujar kapten Samarinas.
Dia bilang, secara teknis balon udara bisa terbang sampai ketinggian 10.000 meter di atas permukaan tanah. Namun, itu berisiko karena udara semakin tipis. Selain itu, tidak jauh dari Gurun Dubai ada bandara dan lapangan udara militer.
Pesona matahari terbit
Pemandangan gurun di bawah sana semakin kabur hingga benar-benar hilang ketika balon udara yang kami tumpangi menembus awan. Pandangan kami kini luas hingga ke ujung cakrawala. Di sana tampak bayang-bayang hitam pegunungan Al-Hajar yang terletak di timur Uni Emirat Arab, berbatasan dengan Oman. Tiba-tiba di sela-sela pegunungan batu hitam itu muncul semburat cahaya matahari berwarna kuning keemasan. Kontras dengan bayangan hitam Al-Hajar dan gumpalan awan berwarna abu-abu. Sungguh pergantian malam ke pagi yang spektakuler. Dari situ kami mengerti mengapa petualangan balon udara mesti dimulai tepat sebelum matahari terbit.
Setelah puas menikmati momen matahari terbit dari ketinggian, kapten Samarinas memutar haluan balon udara untuk memperlihatkan pesona Gurun Dubai dari sisi lain. Gurun Dubai tampak seperti hamparan pasir berwarna coklat atau oranye dengan noktah-noktah hitam yang ternyata bebatuan atau semak. Ketika balon udara terbang lebih rendah, tampak sejumlah properti di beberapa bagian gurun. Kapten Samarinas mengatakan, sebagian properti itu milik keluarga emir, yang biasanya dihuni pada akhir pekan atau saat liburan. Di antara properti itu, ada yang dilengkapi dengan kebun binatang pribadi.
Kita akan mendarat sekitar 6 kilometer dari titik take off tadi subuh. Udara cerah dan kecepatan angin hanya 10 kilometer per jam di darat. Sepertinya akan soft-landing, tapi tetap siap-siap dengan sedikit guncangan.
Kami juga terbang di dekat kawasan konservasi oryx di gurun yang disebut Emty Quarter atau Rub’al Khali. Oryx merupakan semacam antelop yang menghuni dataran Afrika dan Semenanjung Arab. Oryx yang bermata indah ini merupakan hewan nasional Uni Emirat Arab, Qatar, Oman, Bahrain, dan Jordania.
Kapten Samarinas mengatakan, pagi ini kami beruntung karena udara sangat cerah dan suhu tidak panas. Petualangan seperti ini biasanya digelar sepanjang September-Mei. Namun, waktu terbaiknya ada di bulan Oktober-Maret. Setelah itu, udara di Dubai akan menyengat seperti ”neraka”. ”Saat musim panas terik di Dubai, Juni-Agustus, saya pulang ke Eropa dan menerbangkan balon udara di sana,” ujarnya.
Sekitar satu jam mengangkasa, kapten Samarinas perlahan menurunkan ketinggian balon udara. ”Kita akan mendarat sekitar 6 kilometer dari titik take off tadi subuh. Udara cerah dan kecepatan angin hanya 10 kilometer per jam di darat. Sepertinya akan soft-landing, tetapi tetap siap-siap dengan sedikit guncangan,” ujarnya.
Semakin mendekati darat, balon bergerak dengan lebih lambat dan cenderung horizontal. Hanya dalam beberapa menit saja, balon sudah mendekati gurun kosong dengan pasir lembut. Kapten Samarinas mengingatkan semua penumpang untuk mengecek sabuk pengaman, berpegangan, dan sedikit menekuk lutut. ”Siap-siap. Jangan ada lagi yang selfie!” teriak Samarinas.
Sedetik kemudian, kami merasakan benturan cukup keras pada dasar keranjang yang kami pijak. Keranjang terseret beberapa meter ke tanah. Belum keranjang berdiri sempurna, tarikan balon udara membuat keranjang oleng dan akhirnya terjungkal ke samping. Semua penumpang memekik kaget, tetapi segera diikuti tawa.
Kapten Samarinas tertawa lebar. Dia bilang dengan posisi keranjang terjungkal ke samping, penumpang lebih mudah keluar dari kerajang. Tidak perlu memanjat.
Safari di darat
Lepas bertualang di angkasa, kami melanjutkan petualangan di darat. Nicky membawa kami dengan jip untuk bekeliling gurun tandus yang saat itu suhu udaranya tidak panas-panas amat. Hanya beberapa kilometer saja berkendara, kami tiba di sebuah rumah suku Bedouin, suku pengembara di Jazirah Arab. ”Dulu rumah-rumah ini dihuni, tetapi orang-orang Bedouin sudah kaya-kaya dan tinggal di kota. Mereka ke sini kalau liburan saja,” ujar Nicky bergurau.
Setelah itu, kami berkeliling dengan unta bernama Jamal, bermain-main dengan pasir gurun yang lembut dan hangat, serta beramah tamah dengan elang (falcon) yang merupakan lambang negara UEA. Elang bagi suku Bedouin adalah hewan penting yang membantu mereka berburu kelinci, unggas liar, dan binatang-binatang semak lainnya.
Sekitar tiga jam, safari itu berakhir. Kami kembali ke jantung kota Dubai dengan membawa kenangan petualangan di darat dan angkasa Gurun Dubai.