Tantangan dan Peluang Ekonomi Pemerintahan Prabowo-Gibran
Meski prospek ekonomi masih menjanjikan, tantangan ke depan tidak ringan, terutama kenaikan harga pangan.
Part of building a new nation means building a spirit of tolerance, love and respect amongst the people of this country. Pesan dari Nelson Mandela ini rasanya relevan untuk direnungi.
Setelah berhasil melewati pemilu presiden dengan aman, sudah saatnya masyarakat Indonesia kembali mempererat tali persaudaraan dan menghilangkan perbedaan. Keputusan Mahkamah Konstitusi terkait hasil Pilpres 2024 pada 22 April 2024 (kemenangan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sah) hendaknya disikapi secara arif dan bijaksana.
Pemerintahan Prabowo-Gibran (pelantikan presiden-wakil presiden terpilih dijadwalkan pada 20 Oktober 2024) perlu diberi kesempatan untuk bekerja karena tantangan ekonomi yang tidak ringan sudah menanti. Apa saja tantangan ekonomi yang akan dihadapi? Kebijakan apa yang prioritas dikerjakan untuk periode lima tahun mendatang?
Baca juga: Prospek dan Tantangan Ekonomi Global 2024
Sebagai negara dengan ekonomi terbuka, Indonesia tidak kebal terhadap dinamika global. Ekonomi dunia sedang tidak baik-baik saja. Sejumlah lembaga keuangan internasional memperkirakan ekonomi global akan melambat pada 2024.
Ekonomi negara mitra dagang Indonesia, terutama China, juga sedang kehilangan daya dorong. Ekonomi China oleh Dana Moneter Internasional (IMF) diprediksi tumbuh 4,6 persen pada 2024, melambat dibandingkan pada 2023 yang mencapai 5,2 persen.
Tantangan geopolitik terus memantik ketidakpastian. Ketegangan geopolitik meningkat dipicu oleh serangan drone Iran ke Israel. Akibatnya, harga minyak berpotensi merangkak naik sehingga dapat kembali mendorong inflasi. Kondisi ini akan memicu bank sentral negara maju enggan menurunkan suku bunga lebih cepat.
Berbagai faktor tersebut akan berdampak pada negara berkembang. Permintaan dunia terhadap produk ekspor negara berkembang akan melambat, sementara meningkatnya harga minyak dan pangan dunia dapat memicu inflasi domestik melalui jalur impor.
Konsumsi rumah tangga
Di tengah berbagai tantangan tersebut, Indonesia masih memiliki prospek ekonomi yang menjanjikan. Produk domestik bruto (PDB) Indonesia diperkirakan meningkat sekitar 5 persen pada 2024. Angka ini lebih baik dibandingkan prospek ekonomi negara maju dan berkembang lainnya di dunia.
Indonesia patut bersyukur karena PDB nasional ditopang oleh konsumsi rumah tangga yang memiliki kontribusi signifikan, sekitar 53 persen. Konsumsi rumah tangga Indonesia juga memiliki ketahanan yang relatif baik dan menjadi tumpuan pada saat kondisi global tidak kondusif.
Tumpuan pada daya dorong konsumsi domestik ini memungkinkan Indonesia tumbuh cukup tinggi meskipun ekonomi global sedang melambat. Pada 2023, Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan konsumsi rumah tangga menjadi motor pertumbuhan dan tumbuh 4,82 persen (year on year/yoy). Capaian yang cukup tinggi ini didukung terutama oleh pengeluaran konsumsi 53,6 juta warga kelas menengah dan 114,7 juta warga menuju kelas menengah.
Di tengah berbagai tantangan tersebut, Indonesia masih memiliki prospek ekonomi yang menjanjikan.
Pada 2024, kemampuan konsumsi rumah tangga menopang pertumbuhan ekonomi akan diuji. Tantangan utama bersumber dari kenaikan harga pangan, terutama beras. Beras mempunyai andil yang signifikan terhadap inflasi. Menurut BPS, inflasi Indonesia pada Maret 2024 mencapai 3,05 persen (yoy) dan beras memberikan andil cukup signifikan, yaitu mencapai 0,74 persen (yoy).
Kenaikan harga beras dipicu oleh sejumlah faktor. Pasokan yang terbatas karena mundurnya panen raya akibat El Nino menjadi salah satu penyebab. Kenaikan harga juga dipicu oleh faktor struktural penurunan produktivitas beras. Data BPS menyebutkan, produksi beras pada Januari-April 2024 diperkirakan mencapai 10,71 juta ton beras, turun dibandingkan periode yang sama 2023 yang mencapai 12,98 juta ton beras.
Tantangan tersebut, jika tidak segera diatasi, akan mendorong harga beras tetap bertahan di level yang tinggi. Hal ini karena permintaan beras akan selalu meningkat seiring dengan jumlah penduduk Indonesia yang terus bertambah. Saat ini jumlah penduduk Indonesia mencapai 278,69 juta jiwa, meningkat dibandingkan pada 2015 yang sebanyak 255,58 juta jiwa.
Baca juga: Limbung Beras
Kenaikan harga beras di tengah permintaan yang terus meningkat akan menaikkan pengeluaran masyarakat untuk kebutuhan pangan. Kondisi ini pada gilirannya akan menggerus daya beli masyarakat sehingga dapat menahan pengeluaran untuk kebutuhan barang-barang nonprimer.
Tertahannya pengeluaran masyarakat untuk barang nonprimer mulai terlihat, antara lain, pada penjualan mobil. Mengutip data Gaikindo, penjualan mobil pada Januari-Februari 2024 turun signifikan sebesar 22,64 persen (yoy). Penurunan daya beli juga terindikasi terjadi di level petani, setidaknya terlihat pada indikator nilai tukar petani (NTP) pada Maret 2024 yang tercatat turun 1,31 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
Pelemahan daya beli ini pada gilirannya akan menurunkan daya dorong konsumsi. Hal ini telah terlihat dari pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada 2023 yang tumbuh melambat menjadi 4,82 persen (yoy) dari sebelumnya mencapai 4,94 persen (yoy) pada 2022.
Prioritas kebijakan ekonomi 2024-2029
Tantangan di atas menegaskan pentingnya upaya untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sejumlah langkah perlu ditempuh baik oleh pemerintah incumbent maupun pemerintahan mendatang. Dalam jangka pendek, upaya menjaga daya dorong konsumsi rumah tangga dilakukan dengan mengendalikan inflasi pangan, khususnya beras.
Memperhatikan produksi beras tahun ini yang diperkirakan menurun, di tengah permintaan yang terus meningkat seiring pertambahan jumlah penduduk, maka impor beras menjadi solusi. Terlepas dari kontroversi yang meliputi, impor beras adalah opsi yang feasible untuk menjaga ketersediaan pasokan beras di dalam negeri. Oleh karena itu, rencana impor beras tahun ini oleh Bulog sebanyak 3,6 juta ton perlu direalisasikan secara tepat waktu.
Diplomasi Indonesia dengan negara produsen beras untuk mengamankan kepastian pasokan beras menjadi krusial di tengah langkah proteksionisme sejumlah negara. Selain itu, perlu dipastikan bahwa impor beras tidak terhambat prosesnya di pelabuhan.
Upaya lain untuk menjaga konsumsi rumah tangga adalah dengan menjaga daya beli masyarakat. Targetnya adalah menjaga daya beli masyarakat kelas menengah dan menuju kelas menengah yang belum terjamah oleh perlindungan sosial. Kelompok masyarakat ini perlu diberikan perlindungan sosial karena turut terdampak kenaikan harga pangan.
Dalam jangka pendek, upaya menjaga daya dorong konsumsi rumah tangga dilakukan dengan mengendalikan inflasi pangan, khususnya beras.
Dalam jangka menengah-panjang, setidaknya terdapat lima pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan. Pertama, mewujudkan ketahanan pangan dengan menargetkan swasembada beras.
Diperlukan langkah revolusi untuk mengatasi permasalahan struktural, di antaranya pemanfaatan lahan potensial untuk pertanian padi, mempercepat penyelesaian pembangunan bendungan dan irigasi yang telah ditargetkan, mengembangkan teknologi pertanian untuk menghasilkan varietas bibit padi yang tahan cuaca dan pupuk yang dapat mengembalikan unsur hara tanah. Yang tidak kalah penting adalah meningkatkan kesejahteraan petani padi untuk mencegah alih profesi dan menumbuhkan minat masyarakat untuk bertani.
Kedua, membangun kemandirian energi dengan mendorong investasi pada sektor energi baru terbarukan (EBT). Upaya mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil perlu terus didorong untuk mengurangi tekanan yang bersumber dari harga minyak dunia. Indonesia memiliki potensi EBT yang besar.
Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), potensi EBT Indonesia mencapai 3.686 gigawatt (GW), dan yang telah dimanfaatkan hanya sebesar 12,54 GW atau 0,3 persen dari potensi EBT. Artinya, peluang masih terbuka lebar. Oleh karena itu, investasi ke arah renewable energy perlu terus didorong, khususnya EBT tenaga surya yang memiliki potensi 3.295 GW atau sekitar 90 persen dari potensi EBT.
Ketiga, mendulang devisa dari sektor pariwisata dengan menyelenggarakan berbagai event di destinasi superprioritas yang menghadirkan figur terkenal, seperti Taylor Swift. Artis asal ”negeri Paman Sam” ini mampu mendatangkan manfaat ekonomi yang besar bagi siapa pun yang mengundangnya.
Tur dunia yang dilakukan Taylor Swift pada 2023 telah menghasilkan pendapatan kotor sebesar 1 miliar dollar AS. Selain itu, konser Taylor Swift di sejumlah kota di Amerika Serikat telah mendorong ekonomi lokal, terutama bersumber dari pengeluaran para penggemar untuk akomodasi, makanan, transportasi, dan merchandise.
Fenomena ini kemudian dikenal dengan sebutan Swift-nomics. Apabila efek Swift-nomics bisa dikombinasikan dengan keindahan tempat wisata di destinasi superprioritas, maka peluang mendulang devisa akan semakin besar dan dapat memberikan manfaat positif bagi ekonomi lokal.
Baca juga: “Swift-nomics“
Keempat, mendorong UMKM potensial untuk go ekspor, khususnya ke negara nontradisional. UMKM potensial perlu terus didorong, khususnya ke negara nontradisional yang masih memiliki prospek ekonomi menjanjikan, antara lain Afrika Selatan.
Pemetaan potensi permintaan dari negara nontradisional dan upaya mempertemukan UMKM dengan potential buyers menjadi salah satu prioritas yang perlu digarap. Upaya ini memerlukan sinergi yang erat di antara pemangku kepentingan di daerah dan nasional, serta perwakilan Pemerintah Indonesia di luar negeri, seperti Indonesia Trade Promotion Center (ITPC) yang berperan sebagai ujung tombak pemasaranproduk UMKM Indonesia di luar negeri.
Kelima, memperkuat reformasi struktural untuk mendukung daya saing Indonesia. Upaya reformasi perlu terus diarahkan untuk mendorong kemudahan berinvestasi, meningkatkan infrastruktur yang berkualitas khususnya untuk mendukung kelancaran distribusi logistik, serta meningkatkan kualitas dan keterampilan sumber daya manusia.
Berbagai upaya di atas perlu segera dikerjakan pada saat kesempatan masih tersedia. John F Kennedy pernah berujar, ”The time to fix the roof is when the sun is shining.” Apabila ini bisa diwujudkan, ekonomi Indonesia akan memiliki prospek ekonomi yang semakin cerah.
Firman Hidayat, Deputi Direktur Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur