Maskapai harus berkolaborasi dengan banyak pihak sehingga bisa memunculkan bisnis baru yang saling menguntungkan.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Kita selalu mudah bangga dengan label internasional meski kadang tak banyak memberi manfaat. Status bandara internasional juga sama saja, tak memberi dampak.
Pemerintah mencabut status internasional 17 bandara dari 34 bandara internasional guna mendorong pemulihan sektor penerbangan nasional. Meski menyandang status internasional, sebagian di antaranya hanya melayani penerbangan ke negara terdekat. Bandara Indonesia hanya berperan sebagai pengumpan ke negara lain.
Kementerian Perhubungan baru saja merampingkan bandara internasional, dari 34 menjadi 17 bandara. Tujuannya, mendorong sektor penerbangan nasional yang sempat terpuruk saat pandemi Covid-19. Hal ini tertuang dalam Keputusan Menteri Nomor 31/2024 tentang Penetapan Bandar Udara Internasional pada 2 April 2024 (Kompas.id, 27/4/2024).
Kita sepakat dengan keputusan pemerintah untuk mencabut 17 bandara berstatus internasional, tetapi hanya melayani satu atau dua negara. Bahkan, mereka hanya sebagai pengumpan untuk bandara-bandara besar di luar negeri. Negara dan masyarakat setempat tak mendapat banyak manfaat, semisal kedatangan arus wisatawan asing dalam jumlah besar melalui bandara itu. Malah, penduduk setempat berbondong-bondong berwisata ke luar negeri.
Perjalanan seperti ini malah menggerus devisa. Mereka membeli dollar AS atau mata uang asing lain dan membelanjakannya ketika berada di luar negeri. Gaya hidup warga yang demikian kadang juga menaikkan konsumtivisme yang membuat kecemburuan sosial.
Kita juga sepakat dengan niat pemerintah berkaitan dengan penutupan status bandara internasional di sejumlah daerah itu untuk mendorong pemulihan penerbangan nasional. Akibat pandemi, banyak terjadi penutupan jalur, baik dalam negeri maupun luar negeri.
Maskapai penerbangan nasional hingga saat ini juga belum pulih sepenuhnya karena akibat pandemi mereka juga harus melakukan kesepakatan ulang dengan lembaga-lembaga keuangan dan perusahaan sewa pesawat. Mereka masih berjibaku dengan pembenahan secara internal. Keputusan Kementerian Perhubungan diharapkan bisa mengembalikan volume penumpang hingga bisnis maskapai kembali normal.
Meski demikian, untuk perbaikan bisnis penerbangan kita berharap maskapai juga mulai memikirkan model bisnis baru ketika margin dari penjualan tiket pesawat makin kecil. Beberapa maskapai di luar negeri telah melakukan langkah ini dan melihat bisnis baru industri penerbangan bukan mengandalkan penerbangan, melainkan pada pengelolaan bandara dan bisnis lain.
Model bisnis baru diharapkan tidak lagi mengandalkan penjualan tiket. Maskapai lebih banyak digunakan untuk mengumpulkan orang. Maskapai tetangga telah melakukan langkah ini hingga penumpang bisa mendapat tiket dengan harga murah, tetapi uangnya akan dikeruk ketika mereka berada di negara asal maskapai.
Untuk itu, perusahaan maskapai harus berkolaborasi dengan banyak pihak, seperti pengelola bandara, industri makanan dan minuman, industri pariwisata, serta industri konferensi, sehingga bisa memunculkan bisnis baru yang saling menguntungkan. Semua harus berinovasi.