Membangun Industri Dirgantara Butuh Kemauan Nasional
Membangun industri kedirgantaraan modern menuju kemandirian haruslah berlandaskan sebuah ”kemauan nasional” semua pihak.
Oleh
EDUARD LUKMAN
·3 menit baca
Artikel Iwan Santosa, ”Kisah BJ Habibie dan Pesawat China C919” (Kompas, 24/3/2024, hlm 3), menarik, padat informasi. Iwan mengulas proses pengembangan pesawat penumpang komersial buatan China, C919.
Pesawat berkapasitas sekitar 190 penumpang itu produk Commercial Aircraft Corporation of China (Comac) yang dirancang untuk bersaing dengan Boeing 737 dan Airbus A320 yang kini menguasai pasar di kelasnya.
Comac C919 tengah dipromosikan. Setelah tampil di Singapore Airshow, 20-25 Februari 2024, C919 ditawarkan ke beberapa negara. Sejauh ini, operatornya baru maskapai penerbangan dalam negeri, yakni China Eastern Airlines.
Iwan Santosa menceritakan perancangan C919 sejak riset awal tahun 2008 dan terbang perdana pada 5 Mei 2017. Diungkapkan, China pernah mengirim delegasi meninjau pabrik pesawat di sejumlah negara, termasuk PT Dirgantara Indonesia (PTDI), tahun 2007.
Para insinyur China kagum pada rancangan dan teknologi N-250. Pesawat penumpang PTDI berkapasitas 50 orang itu diharapkan menjadi unggulan di kelasnya. Walaupun bermesin turboprop, N-250 tergolong paling modern di era 1990-an, antara lain sudah mengadopsi teknologi fly-by-wire.
Tak pernah saya lupakan rasa haru dan bangga menyaksikan langsung N-250 pertama kali mengudara, 10 Agustus 1995. Tanggal yang dicatat sebagai Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas). Dua tahun kemudian, saya hadir ketika N-250 tampil dan terbang demo di Paris Air Show 1997.
Sejarah mencatat bahwa harapan pada N-250 akhirnya pupus. Didera berbagai persoalan internal dan eksternal serta dipicu krisis ekonomi multidimensi, di akhir dekade 1990-an proyek N-250 tidak dilanjutkan.
Yang menarik, Iwan mengutip pesan mantan Presiden BJ Habibie ketika mengunjungi pabrik Comac C919, September 2013. Habibie mengatakan, ”Membuat pesawat nasional memerlukan dukungan kuat pemerintah dan biaya besar. Tidak mudah menjalankan proyek dirgantara, butuh kehati-hatian.”
BJ Habibie tentu merujuk pada pengalaman pahit industri kedirgantaraan kita, terutama saat mengembangkan N-250. Industri kedirgantaraan itu kompleks, melibatkan berbagai faktor internal dan eksternal yang berkelindan. Persaingannya sangat ketat.
Pengalaman tersebut menguatkan kesadaran, terutama bagi ”pemula”, bahwa membangun industri kedirgantaraan modern menuju kemandirian memang haruslah berlandaskan sebuah ”kemauan nasional” berbagai pemangku kepentingan yang padu dan konsisten.
Eduard Lukman
Editor Majalah Kedirgantaraan Angkasa, 1989-2003, Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan
Salak Dibuang ke Sungai
Berita ”Viral Salak Dibuang ke Sungai, Ironi Buah Kita” (Kompas, 4/4-2024) di halaman 11 sungguh menyesakkan dada, memprihatinkan. Berita itu terkait dengan beredarnya video pembuangan belasan keranjang plastik berisi salak busuk oleh sejumlah pemuda ke sungai, dari tepian Jembatan Sendang Kamulyan, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Sekitar 15 ton salak yang dibuang itu tidak laku dijual dan membusuk di gudang.
Kejadian yang kemudian viral di media sosial tersebut mendapat perhatian masyarakat dan membutuhkan penyelesaian masalah yang tepat. Yang jelas, sungai menjadi kotor dan sungai bukanlah tempat pembuangan sampah. Kepedulian terhadap kelestarian sungai menjadi sangat penting dan didambakan. Masyarakat membutuhkan sungai yang jernih, tidak tercemar. Sebab, sungai bagian penting untuk menjaga keseimbangan lingkungan, tempat hidup bersama.
Selain itu, dengan kata ”membuang”, menandakan tidak ada kepedulian terhadap sampah. Oleh karena itu, seyogianya ”letakkan pada tempatnya”. Dan, pembuangan tersebut tentunya tidak ramah lingkungan.
Dalam berita, ada usulan bahwa salak yang busuk bisa menjadi pupuk organik atau pengolahan setelah panen, menjadi usulan yang baik untuk ditindaklanjuti. Untuk itu, dibutuhkan kolaborasi banyak pihak, seperti petani, pemerintah, akademisi, dan pihak swasta. Riset, produksi, inovasi, dan promosi juga perlu digiatkan bersama untuk mengangkat potensi buah-buahan lokal supaya kian berkelas.
Semoga tidak ada lagi berita tentang salak busuk yang dibuang ke sungai atau di tempat lain yang bisa berdampak pada pencemaran lingkungan.