Mendorong Inovasi dalam Pertumbuhan Ekonomi
Siapapun pemenang pemilihan presiden perlu melakukan “destruksi kreatif” dalam kerangka keberlanjutan.
Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2023 sebesar 5,05 persen atau lebih rendah dari 2022 sebesar 5,31 persen. Kenaikan harga, khususnya barang pokok seperti beras, telah menggerus permintaan domestik. Sementara fragmentasi ekonomi-politik global menekan aktivitas ekspor.
Begitu pun aktivitas investasi yang mengalami stagnasi di tahun politik ini. Pengeluaran pemerintah menjadi penyangga utama agar siklus perlambatan bisa ditahan (counter cycle). Di situlah perlunya kebijakan fiskal yang solid dan kredibel alias bisa dipertanggungjawabkan.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan sebesar 4,9 persen pada 2024 dan 2025. Siklus perekonomian kita, meski tak seburuk dinamika global, tetap saja mengalami gejala perlambatan.
Bank Dunia dalam Global Economic Prospects (GEP) edisi Januari 2024 menyoroti suramnya perekonomian global. Pertumbuhan global 2024 diproyeksikan mencapai 2,4 persen atau mengalami penurunan selama tiga tahun berturutan atau lebih rendah dibandingkan perkiraan pertumbuhan 2023 sebesar 2,6 persen.
Sementara pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan sebesar 4,9 persen pada 2024 dan 2025. Siklus perekonomian kita, meski tak seburuk dinamika global, tetap saja mengalami gejala perlambatan. Bagaimana keluar dari jebakan stagnasi ini?
Dalam laporan tersebut, Bank Dunia menawarkan jalan keluar melalui akselerasi investasi berkelanjutan. Sudah sejak lama, lembaga ini memberikan perhatian pada investasi dan produktivitas sebagai strategi utama melawan perlambatan ekonomi pasca pandemi.
Persoalannya, bagaimana menerjemahkan strategi besar tersebut dalam konteks kebijakan ekonomi kita. Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 bisa menjadi peluang agar konsolidasi kebijakan ekonomi lebih fokus pada peningkatan produktivitas melalui akselerasi investasi berbasis inovasi.
Fokus pada Inovasi
Pentingnya inovasi dalam menyokong pertumbuhan ekonomi telah menjadi diskusi panjang, baik di tingkat teori maupun praktik kebijakan. Pada 2020, ekonom terkemuka Barry Eichengreen menulis artikel berjudul ''Schumpeter’s Virus: How ‘Creative Destruction’ Could Save the Coronavirus Economy". Diskusi urgensi pendekatan inovasi dalam pertumbuhan ekonomi terakselerasi sejak pandemi.
Sebelum ini, teori pertumbuhan ekonomi didominasi oleh pendekatan neoklasik seperti Robert Solow yang menekankan akumulasi modal, tenaga kerja, dan teknologi sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi. Baik Schumpeter maupun Solow memiliki kesamaan terkait peran investasi dalam menopang produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.
Jika Teori Solow lebih menitikberatkan pada akumulasi modal selain teknologi, teori Schumpeter lebih fokus pada pengembangan teknologi dan perubahan struktural yang memungkinkan kewirausahaan berkembang.
Adaptasi teknologi
Revolusi industri yang ditandai dengan pesatnya adopsi teknologi berbasis kecerdasan buatan akhir-akhir ini merupakan realitas yang membuat pendekatan inovasi semakin relevan. Pada level kebijakan, agendanya adalah bagaimana meningkatkan produktivitas ekonomi melalui adopsi teknologi tinggi.
Global Economic Prospects edisi Januari 2024 memuat laporan komprehensif mengenai peran investasi dalam pertumbuhan ekonomi. Untuk negara berkembang, pertumbuhan investasi sebesar 10 persen acapkali menuai peningkatan pertumbuhan produktivitas ekonomi sebesar 1,3 persen dan pertumbuhan output sebesar 2 persen.
Baca juga : Pemilu dan Ketidakpastian
Pasca pandemi Covid 19, ekonomi menghadapi tantangan paling kompleks dalam sejarah, mulai dari lonjakan harga energi, masalah ketahanan pangan, kenaikan biaya logistik, hingga fragmentasi politik dan perubahan iklim. Tanpa aksi yang kreatif mendorong investasi, pertumbuhan global akan terus lebih rendah di bandingkan masa sebelum pandemi.
Diskusi ini relevan dengan situasi yang kita hadapi, di mana pertumbuhan ekonomi kita stagnan di kisaran 5 persen. Dalam perspektif neoklasik (Robert Solow), untuk tumbuh di atas 5 persen perlu akumulasi modal lebih besar yang berasal dari tabungan masyarakat atau pinjaman (aliran) modal asing.
Penguatan kelembagaan
Namun ada alternatif strategi yang bisa didorong melalui akselerasi investasi asing langsung dalam jumlah besar melalui transformasi struktural yang mendasar. Untuk itu, diperlukan beberapa kebijakan pendukung.
Pertama, perlunya sistem kelembagaan yang kuat di mana para pelaku usaha memiliki kepastian dalam mengembangkan usaha dan inovasinya. Fleksibilitas lalu lintas sumber daya ekonomi, melalui ekspor dan impor, menjadi prasyarat penting.
Ada alternatif strategi yang bisa didorong melalui akselerasi investasi asing langsung dalam jumlah besar melalui transformasi struktural yang mendasar.
Aturan yang ketat mengenai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan implementasi Neraca Komoditas justru bisa kontraproduktif. Demikian pula dengan kebijakan larangan ekspor untuk jenis komoditas yang luas. Sebaliknya, proses transfer pengetahuan harus menjadi perhatian utama dari setiap investasi asing langsung yang masuk.
Kedua, pengembangan sumber daya manusia melalui sistem pendidikan dan pengembangan talenta guna menciptakan jumlah tenaga kerja ahli dan terampil dengan jumlah cukup besar. Anggaran pendidikan yang mencapai lebih dari Rp 660 triliun hanya syarat perlu saja. Sementara implementasinya perlu dikonsolidasi agar memberi dampak nyata bagi kualitas manusia Indonesia.
Perlu pendanaan memadai
Begitu pun mengenai dana abadi yang dikelola Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) pada 2023 yang mencapai hampir Rp 140 triliun. Jumlah ini perlu terus ditingkatkan dan digunakan untuk keperluan peningkatan sumber daya manusia secara berkelanjutan dalam jangka panjang. Jangan sampai dana ini dialokasikan untuk keperluan program populis yang bersifat jangka pendek.
Ketiga, perlu kapasitas fiskal yang memadai agar pemerintah memiliki kemampuan mendukung investasi jangka panjang itu. Perlu kebijakan fiskal yang bertanggungjawab dan tidak ada intervensi dalam memobilisasi anggaran pemerintah untuk menambah alokasi bantuan sosial yang urgensinya dipersoalkan.
Guna mendorong investasi berbasis inovasi diperlukan paket kebijakan yang komprehensif, mulai dari konsolidasi fiskal, fleksibilitas dalam arus perdagangan dan sistem keuangan, serta iklim investasi yang lebih baik bagi partisipasi swasta.
Baca juga : Peran Swasta dalam Pendanaan Iklim
Di tengah stagnasi global, perekonomian Indonesia memiliki beberapa kelebihan, yaitu stabilitas makro relatif terjaga, inflasi relatif rendah, fiskal terkonsolidasi dan tingkat kemiskinan yang terus menurun. Dibandingkan banyak negara lain, kita punya peluang lebih besar untuk melakukan transformasi struktural agar investasi berbasis inovasi bisa terakselerasi dalam jangka panjang.
Pembangunan infrastruktur yang sudah dijalankan hampir sepuluh tahun terakhir menjadi modal penting. Siapa pun pemenang pemilihan presiden perlu melakukan “destruksi kreatif” dalam kerangka keberlanjutan.