COP27, G20, dan Pembangunan Ekonomi Hijau Indonesia
Selaras dengan semangat COP27, forum G20 juga merupakan kesempatan bagi Indonesia untuk menyerukan dampak perubahan iklim yang semakin nyata dan mulai berpengaruh terhadap pembangunan ekonomi.
Oleh
ADHI KAWIDASTRA
·5 menit baca
November menjadi bulan yang sibuk bagi Indonesia. Dua perhelatan besar berskala internasional diikuti oleh Indonesia. Pada awal November, Wakil Presiden Ma’ruf Amin memimpin Delegasi Indonesia berpartisipasi pada ajang KTT UN Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) 27th Conference of the Parties atau yang lebih dikenal sebagai COP27 di Sharm El Sheikh, Mesir. Pertemuan tingkat tinggi ini menjadi salah satu pertemuan luring pertama yang dihadiri banyak pemimpin dunia, tepatnya 58 kepala negara/kepala pemerintahan, 6 wakil presiden, 34 perdana menteri, Sekjen PBB, dan pimpinan organisasi internasional lainnya.
Tema pertemuan COP27 ini adalah ”Together for Implementation #JustandAmbitious” sebagai cerminan visi dan harapan atas hasil pertemuan yang menekankan dua aspek. Pertama, aspek waktu, yang menekankan bahwa 2021-2040 merupakan periode critical decade. Kedua, aspek prinsip, yang menekankan bahwa pertemuan ini dilakukan secara adil dan penuh ambisi.
Pertemuan COP27 ini juga menjadi momentum bagi para pemimpin dunia untuk mengangkat isu pengaruh perubahan iklim yang semakin buruk dan perlu untuk segera melakukan langkah transisi energi. Proses transisi menuju energi yang ramah lingkungan ini dilakukan melalui penyediaan akses kepada teknologi hijau.
Langkah tersebut sejalan dengan kontribusi presidensi G20 Indonesia dalam mendorong pemulihan hijau serta aksi iklim yang kuat dan inklusif. Oleh karena itu, Indonesia mendukung COP27 agar menjadi aksi nyata pemenuhan komitmen internasional dalam menghadapi tantangan perubahan iklim. Indonesia pun telah menyampaikan kembali komitmen target penurunan emisi 31,89 persen secara mandiri dan 43,20 persen melalui dukungan internasional.
Selaras dengan posisi Indonesia, mayoritas pemimpin dunia menyerukan urgensi aksi global untuk mengatasi darurat iklim. Selain itu, perlu dilakukan langkah reformasi sistem keuangan global untuk memastikan akses pendanaan bagi negara berkembang. Oleh karena itu, para pemimpin dunia mendorong agar negara-negara mengadopsi sistem ekonomi yang kondusif bagi mobilisasi pendanaan iklim.
KTT G20 di Bali
Sementara di dalam negeri, Indonesia disibukkan dengan penyelenggaraan KTT G20 yang berlangsung di Bali pada 15-16 November 2022. Perhelatan akbar ini dihadiri oleh 17 kepala negara/kepala pemerintahan dan tiga menteri luar negeri negara anggota G20 serta beberapa pemimpin negara dan organisasi internasional yang menjadi tamu undangan khusus.
Pertemuan tingkat tinggi 20 negara ini juga menjadi salah satu perhelatan global yang diselenggarakan secara luring. Mengambil tema ”Recover Together, Recover Stronger”, perhelatan ini juga menjadi momentum penting bagi Indonesia untuk mempromosikan produktivitas global pascapandemi, peningkatan ketahanan dan stabilitas serta pertumbuhan yang berkelanjutan dan inklusif.
Melalui ketiga pilar tersebut, presidensi G20 Indonesia fokus kepada tiga sektor utama, yaitu arsitektur kesehatan global, transformasi digital, dan transisi energi berkelanjutan.
Selaras dengan semangat COP27, forum G20 juga merupakan kesempatan bagi Indonesia untuk menyerukan dampak perubahan iklim yang semakin nyata dan mulai berpengaruh terhadap pembangunan ekonomi.
Melalui forum G20, Indonesia akan mendorong penguatan sistem kesehatan global yang inklusif, berkeadilan, dan responsif terhadap krisis. Sementara itu, dalam rangka pemulihan tatanan ekonomi global pascapandemi agar menjadi lebih kuat, inklusif, dan kolaboratif, Indonesia juga mendorong perlunya dilakukan pemanfaatan secara optimal digitalisasi ekonomi secara global.
Selaras dengan semangat COP27, forum G20 juga merupakan kesempatan bagi Indonesia untuk menyerukan dampak perubahan iklim yang semakin nyata dan mulai berpengaruh terhadap pembangunan ekonomi. Namun, tentu proses transisi energi berkelanjutan ini memerlukan investasi yang sangat besar. G20 merupakan forum yang dapat digunakan untuk memastikan proses transisi energi berkelanjutan dapat berjalan secara optimal melalui penyediaan wadah untuk investasi berkelanjutan.
Ekosistem ekonomi hijau
Perhelatan G20 di Bali tidak hanya terbatas pada forum pertemuan antarpemerintah saja, tetapi juga menjadi ajang pertemuan para pelaku bisnis melalui pertemuan B20 Summit. Ajang pertemuan B20 ini menjadi forum bagi para pelaku bisnis dari negara-negara anggota G20 untuk saling berinteraksi dan mengembangkan jejaring ataupun kerja sama bisnisnya.
Salah satu tonggak pencapaian Indonesia dalam forum ini, khususnya terkait dengan komitmen Indonesia untuk mengatasi dampak perubahan iklim, adalah kesepakatan antara Indonesia Investment Authority (INA), Contemporary Amperex Technology Co, Limited (CATL), dan CMB International Capital Corporation Limited (CMBI) untuk membentuk Green Fund yang fokus pada investasi hulu ke hilir untuk pengembangan kendaraan listrik di Indonesia.
Melalui penandatangan nota kesepahaman pada 14 November 2022, ketiga pihak tersebut sepakat membentuk platform pendanaan khusus untuk pengembangan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia. Potensi pendanaan melalui platform ini ditargetkan mencapai nilai 2 miliar dollar AS.
CATL merupakan produsen baterai kendaraan listrik terbesar di dunia dengan pangsa pasar mencapai 34 persen dari total produksi global. Sementara CMBI merupakan salah satu anak perusahaan China Merchant Bank (CMB), salah satu perbankan terkemuka di China.
Kesepakatan tiga pihak ini menambah deretan capaian positif kerja sama ekonomi antara Indonesia dan China, khususnya di sektor transisi energi. Dengan 23 persen cadangan nikel global yang dimilikinya, Indonesia merupakan negara mitra yang sangat potensial bagi China untuk mengembangkan produksi baterai penyimpanan energi.
Dengan 23 persen cadangan nikel global yang dimilikinya, Indonesia merupakan negara mitra yang sangat potensial bagi China untuk mengembangkan produksi baterai penyimpanan energi.
Guna mendukung pasokan kendaraan listrik yang terjangkau, pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan dan insentif. Selain itu, pemerintah juga telah mengambil langkah percepatan pembangunan infrastruktur pendukung berupa pembangunan stasiun pengisian listrik umum (SPLU). Langkah percepatan ini mendapat dukungan dan sambutan dari berbagai pihak dan pemangku kepentingan terkait.
Salah satu bentuk dukungan tersebut adalah kesepakatan antara Ikatan Motor Indonesia (IMI) dan salah BUMN listrik China, China Southern Power Grid International (CSGI), yang akan membangun SPLU IMI di berbagai daerah. Kedua pihak menurut rencana juga akan menggandeng para pemangku kepentingan terkait lainnya, seperti Pertamina dan PLN.
Indonesia-China
Hubungan diplomatik antara Indonesia dan China telah berlangsung selama 72 tahun. Kerja sama di berbagai bidang telah terlaksana dengan baik selama periode ini. Hubungan bilateral kedua negara menjadi semakin erat setelah ditandatanganinya kesepakatan untuk menjadi mitra strategis dan komprehensif pada 2013.
Tonggak penting hubungan bilateral kedua negara juga semakin diperkuat melalui kunjungan kenegaraan Presiden Joko Widodo ke China pada Juli 2022. Kunjungan ini sekaligus merupakan kunjungan kenegaraan pertama bagi China, setelah ditutupnya perbatasan akibat pandemi Covid-19.
Kuatnya hubungan bilateral antara kedua negara perlu dimanfaatkan secara optimal oleh Indonesia untuk membangun ekonomi hijaunya, khususnya melalui pengembangan ekosistem kendaraan listrik. Hal tersebut mengingat bahwa China merupakan negara dengan pangsa pasar kendaraan listrik terbesar di dunia dengan kemampuan untuk memproduksi secara mandiri kendaraan listrik dan komponen baterainya.
Adhi Kawidastra, Konsul Ekonomi Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Guangzhou