Indonesia Batal Sandingkan Juara Piala Thomas dan Uber
Tampil di final Piala Thomas dan Uber 2024, Indonesia tak mendapat trofi juara. Putra-putri Indonesia kalah dari China.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
CHENGDU, MINGGU — Meski lolos bersama ke final Piala Thomas dan Uber untuk pertama kalinya sejak 1998, Indonesia pada akhirnya harus mengakui keunggulan China pada final 2024. Dari tujuh pertandingan yang berlangsung pada final putra dan putri antara kedua negara itu, Indonesia hanya memenangi satu di antaranya.
Pada laga puncak di Chengdu Hi Tech Zone Sports Centre Gymnasium, China, Minggu (5/5/2024), tim putra China berhak atas lambang supremasi kejuaraan dunia beregu putra, Piala Thomas, setelah mengalahkan Indonesia 3-1. Adapun Piala Uber didapat tuan rumah setelah menang 3-0.
Final tim Thomas-Uber Indonesia melawan China pada edisi yang sama pernah terjadi pada 1986 di Jakarta dengan hasil yang sama pula seperti tahun ini. China membawa pulang kedua piala.
Meski tim putra dan putri Indonesia mendapat posisi sama di Chengdu, hasil tersebut bermakna beda. Final yang dijalani pemain putri Indonesia menjadi yang pertama sejak posisi tersebut terakhir kali ditempati pada 2008.
Dari awal sampai pertandingan selesai, saya tidak bisa keluar dari tekanan. Saya tidak menemukan cara mengatasi kondisi itu.
Performa Gregoria Mariska Tunjung, Ester Nurumi Tri Wardoyo, dan pemain lain mendapat pujian dari banyak pihak setelah mengalahkan Thailand pada perempat final dengan skor 3-0 dan menyingkirkan juara bertahan, Korea Selatan, pada semifinal (3-2). Thailand adalah unggulan keempat, sementara Korea Selatan menjadi unggulan kedua.
Tim putra ”Merah Putih” sebenarnya masih memegang status sebagai tim terbaik dengan 14 kali juara Piala Thomas. Mereka juga empat kali menembus final dalam lima edisi terakhir, tetapi kalah dalam tiga final, masing-masing, dari Denmark (2016), India (2022), dan China (2024).
Pertemuan tim putra Indonesia dan China di Chengdu adalah duel ke-18 kedua negara sejak China pertama kali menjadi peserta Piala Thomas pada 1982. Adapun tim putri China berpartisipasi dalam Piala Uber sejak 1984, ketika kedua kejuaraan itu digabungkan untuk pertama kalinya dan digelar dua tahun sekali. Sebelum 1984 di Kuala Lumpur, perebutan Piala Thomas dan Uber diadakan tiga tahun sekali pada tahun berbeda.
Saat China bergabung, sejak saat itu pula China menjadi pesaing tangguh. Tim putra menjadi kekuatan nomor dua terbaik, dengan 11 gelar juara, di bawah Indonesia.
Tim putri lebih menakutkan karena tak pernah absen dari semifinal dalam 21 kali partisipasi dan hanya sekali gagal ke final. Dari 20 final, mereka 16 kali menjadi juara.
Dari empat kekalahan China di laga puncak, dua di antaranya terjadi saat melawan Indonesia pada 1994 dan 1996 pada era Susy Susanti, Mia Audina, dan Lili Tampi/Finarsih. Dua lainnya dialami ketika berhadapan dengan Korea Selatan pada 2010 dan 2020.
Kekuatan putri-putri China bertahan hingga saat ini, meskipun persaingan dalam sepuluh tahun terakhir diwarnai juga kekuatan pemain dari negara lain, seperti Jepang, Taiwan, Thailand, Korea Selatan, dan India. Final Piala Uber pada 2024 pun bisa dikatakan sebagai tim jawara dengan underdog.
Ini berbeda dengan persaingan di beregu putra. Kekuatan Indonesia dan China terbilang seimbang, setidaknya dilihat dari statistik pertemuan para pemain. Anthony Sinisuka Ginting dan Fajar Alfian/Muhamad Rian Ardianto tertinggal dari tunggal dan ganda terbaik China, Shi Yu Qi dan Liang Wei Keng/Wang Chang.
Jonatan Christie dan Muhammad Shohibul Fikri/Bagas Maulana unggul atas Li Shi Feng dan He Ji Ting/Ren Xiang Yu. Adapun Chico Aura Dwi Wardoyo dan Lu Guang Zu berbagi satu kemenangan pada dua pertemuan.
Meski statistik pertemuan sebelumnya tak selalu bisa dijadikan acuan untuk yang akan terjadi pada persaingan baru, kesulitan Anthony dan Fajar/Rian dalam mengalahkan Shi dan Liang/Wang terjadi pada pertemuan pertama mereka di Piala Thomas. Angka yang diraih Anthony pada gim kedua melawan Shi, bahkan, tidak mencapai dua digit. Dia kalah 17-21, 6-21.
Anthony menuturkan, performa buruknya bukan disebabkan tekanan tampil di final, melainkan karena dia benar-benar kesulitan dalam mengatasi kecermatan Shi dalam mengantisipasi setiap pukulan. Padahal, laga tersebut menjadi pertemuan ke-11 bagi mereka.
”Dari awal sampai pertandingan selesai, saya tidak bisa keluar dari tekanan. Saya tidak menemukan cara mengatasi kondisi itu,” ujar Anthony.
Shi, yang pernah diskors dari turnamen internasional oleh Asosiasi Bulu Tangkis China pada Oktober 2021 hingga Agustus 2022 karena perkataan tidak dewasa setelah Piala Thomas 2020 (digelar 2021), kembali pada performa baik pada tahun ini. Dia memperoleh dua gelar juara dari tiga final.
Penampilannya bahkan lebih baik dibandingkan dengan tunggal putra nomor satu dunia, Viktor Axelsen. Sebelum mengalahkan Anthony, dia menang atas Lee Zii Jia, 21-19, 21-5, ketika China mengalahkan Malaysia 3-1 pada semifinal.
Fajar/Rian juga akan membawa catatan yang harus diperbaiki setelah kalah dari Liang/Wang 18-21, 21-17, 17-21. Pasangan seangkatan Leo Rolly Carnando/Daniel Marthin itu muncul sebagai pemain muda yang menyulitkan pasangan-pasangan top yang lebih senior, termasuk Fajar/Rian. Dengan kekalahan tersebut, Fajar/Rian tertinggal 2-5.
Dalam posisi Indonesia tertinggal 0-2, laga melawan Li berstatus wajib menang bagi Jonatan, minimal, agar Indonesia menumbuhkan kembali peluang menang. Dia menjalankan tugas itu dengan baik dan mengalahkan Li 21-16, 15-21, 21-17.
Tunggal putra ranking ketiga dunia itu bercerita, dia tidak mau mengulang momen ketika kalah saat melawan India pada final Piala Thomas 2022. Setelah Indonesia tertinggal 0-2, Jonatan kalah pada partai ketiga.
Tekadnya saat melawan Li adalah membangkitkan semangat teman-temannya. Maka, setelah memperoleh poin terakhir, sambil menghadap ke tribune tim Indonesia, Jonatan menepuk-nepuk dada kirinya di mana pada kausnya tertera bendera Merah Putih. Dia berusaha menularkan semangat itu kepada rekan-rekannya yang akan bermain.
Jonatan menjadi satu-satunya pemain dalam tim Thomas Indonesia yang tampil dalam enam pertandingan sejak penyisihan dan selalu menang. Anthony juga bermain pada semua pertandingan Indonesia, tetapi dua kali kalah.
Jonatan bahkan tak terkalahkan setelah tersisih pada babak pertama pertama Perancis Terbuka, 5-10 Maret. Sepekan setelah kekalahan itu, Jonatan menjuarai All England dan menjadi juara Asia, sebulan kemudian.
Namun, semangat yang ditularkan Jonatan itu ternyata belum cukup untuk membawa Indonesia pada kemenangan. Fikri/Bagas tak dapat menunjukkan performa terbaik dan kalah dari He/Ren 11-21, 15-21.
Penonton di stadion pun merayakan dua gelar juara yang didapat para idola mereka. Tim Piala Uber China mempertahankan dominasi mereka, adapun tim Piala Thomas China semakin mendekati Indonesia.