Magnet Ridwan Kamil dan Perebutan Kursi Jabar Satu
Partai politik yang memenangi kursi di DPRD Jabar harus membangun koalisi untuk merebut kursi gubernur.
Setelah Pemilihan Umum 2024, geliat tahun politik di Tanah Air bergerak menuju kontestasi pemilihan kepala daerah. Di Jawa Barat, sosok-sosok yang berpotensi mendapatkan kursi nomor satu ini pun mulai bermunculan. Namun, Ridwan Kamil sebagai petahana masih menjadi magnet yang patut diperhitungkan.
Bima Arya adalah salah satu tokoh yang mulai unjuk gigi. Wali Kota Bogor periode 2014-2024 ini bernyali mendeklarasikan diri sebagai calon gubernur Jabar, Sabtu (4/5/2024) pagi, di Monumen Pejuang Covid-19 di Kota Bandung. Lokasi ini hanya berjarak 350 meter dari Gedung Sate yang menjadi pusat pemerintahan Jabar.
Dalam deklarasinya, Bima menyatakan akan membuka komunikasi dan menjajaki koalisi dengan pimpinan partai politik di Jabar. Apalagi, Partai Amanat Nasional (PAN) tempat dia bernaung hanya meraih 1,6 juta suara atau setara tujuh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jabar.
Padahal, dibutuhkan 24 kursi agar bisa masuk ke dalam bursa calon gubernur Jabar. Nasib serupa juga dirasakan oleh 10 partai yang lolos ke DPRD Jabar karena tidak ada yang mencapai batas kursi minimum.
Baca juga: Deklarasi di Gedung Sate, Bima Arya Panaskan Persaingan Cagub Jabar
Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) sebagai kampiun dalam kontestasi DPRD Jabar memperoleh 4,3 juta suara. Artinya, partai berlambang kepala burung garuda ini memperoleh 20 kursi dari total 120 kursi di DPRD Jabar.
Posisi kedua diraih Partai Keadilan Sejahtera yang memperoleh 3,8 juta suara atau setara 14,83 persen dari total 25,62 juta suara. Di bawahnya, Partai Golongan Karya memperoleh 3,59 juta suara atau setara 14,01 persen dari total pemilih Jabar. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) menempati posisi keempat dengan perolehan 2,9 juta suara.
Kondisi ini membuat para calon harus membangun koalisi agar bisa mencapai suara minimum untuk merebut kursi nomor satu di Jabar ini. Bima menyadari itu dan akan membuka peluang koalisi secara terbuka, termasuk dengan Gubernur Jabar periode 2018-2023 Ridwan Kamil.
Jadi, sejauh ini, RK magnet dalam kontestasi Jabar. Kalau dia maju (Jabar), maka akan terjadi hal yang lazim, partai-partai akan merapat ke kandidat yang menang.
Apalagi, dalam kontestasi Pemilihan Presiden 2024, PAN masuk ke dalam barisan Koalisi Indonesia Maju yang berada di belakang pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Pasangan ini maju sebagai Presiden-Wakil Presiden RI setelah menyingkirkan dua pasangan lain, yakni Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
”Saya menjalin komunikasi yang baik dengan Kang RK (Ridwan Kamil). Peluang untuk berkoalisi tergantung dinamika politik yang berkembang,” ujarnya (Kompas.id, 4/5/2024).
Sebelumnya, Golkar yang masuk dalam Koalisi Indonesia Maju juga masih mempertimbangkan tokoh politik yang kerap dipanggil Emil ini untuk kembali maju dalam kontestasi Pilgub Jabar 2024. Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto menyatakan, RK menjadi kandidat tunggal untuk Pilkada Jabar. Namun, dia juga mendapatkan surat tugas untuk maju dalam pemilihan gubernur Daerah Khusus Jakarta (Kompas.id, 6/4/2024).
”Di Jabar, survei elektabilitas RK di atas 50 persen. Belum ada nama lain,” kata Airlangga saat pengarahan kandidat bakal calon kontestan pemilihan kepala daerah se-Indonesia di Jakarta, Sabtu (6/4/2024).
Peluang koalisi
Tidak hanya Bima yang mempertimbangkan peluang koalisi terbuka untuk siapa saja. Bahkan, setiap partai tengah menyiapkan tokoh-tokoh yang bakal dipasangkan dengan yang lain untuk bersaing dalam Pilgub Jabar 2024.
Wakil Ketua Dewan Pimpinan Daerah Gerindra Jabar Ihsanudin menyatakan, pihaknya menyiapkan kader-kader terbaik dalam pemilihan kepala daerah, salah satunya untuk memimpin Jabar.
”Pada prinsipnya, kami akan memprioritaskan kader-kader terbaik kami. Untuk pemilihan gubernur Jabar, sudah ada tiga nama yang disiapkan. Dedi Mulyadi, Taufik Hidayat, dan Mochamad Iriawan, dan ini masih belum berubah,” paparnya saat dihubungi di Bandung, Sabtu (27/4/2024).
Baca juga: Partai Saling Intip Lawan Jelang Pilkada Terjadi, Siapa Melawan Siapa?
Meskipun memenangi kursi parlemen di Jabar, Gerindra tidak serta-merta bisa menyodorkan calon sendiri karena belum memenuhi ambang batas parlemen 20 persen. Partai ini hanya memperoleh 16,79 persen dari total suara di Jabar.
Karena itu, lanjut Ihsanudin, pihaknya juga bakal berkomunikasi dengan partai-partai koalisi dengan mengedepankan kepentingan kader-kader di daerah. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan untuk membuka peluang koalisi dengan partai lain.
Menurut dia, kemenangan Ketua Umum Gerindra Prabowo sebagai presiden juga telah diakui oleh para pesaingnya. Pengakuan ini membuka peluang silaturahmi dan komunikasi dengan sejumlah partai dan tidak terbatas pada koalisi yang memenangkan pasangan nomor urut 2 ini.
”Peluang koalisi di Jabar masih sangat cair. Kami tetap akan mengajukan kader-kader kami, namun nantinya akan melihat bagaimana peluang dan rasionalitas untuk melihat kontestasi nanti,” ujarnya.
Bendahara Dewan Pimpinan Daerah PDI-P Jabar Ineu Purwadewi Sundari juga menyatakan bahwa kemungkinan koalisi dari partai-partai masih terbuka lebar. Apalagi, pihaknya juga menyodorkan sejumlah tokoh yang masuk dalam bursa calon gubernur Jabar, salah satunya Ketua DPD PDI-P Jabar Ono Surono.
Ineu juga belum memastikan koalisi di tingkat pusat akan diteruskan ke daerah karena pihaknya masih mencari kader-kader yang akan masuk ke dalam kontestasi kepala daerah. Jadi, komunikasi politik dengan partai lain juga terus dibuka dan dicari yang bisa diajak bekerja sama.
”Pilpres baru saja selesai, dan petanya masih belum terbaca. Di Jabar, tidak ada satu pun partai yang bisa mencalonkan sendiri. Komunikasi dilakukan kepada semua partai politik, dan kami bakal menyiapkan calon terbaik, salah satunya Pak Ono,” ujarnya.
Magnet RK
Di tengah cairnya komunikasi partai dan peluang untuk berkoalisi, daya tarik tokoh politik yang malang melintang di Jabar tidak bisa diabaikan. Pengamat politik dari Universitas Padjadjaran, Firman Manan, menyatakan, ketenaran tokoh politik juga menjadi penentu kemenangan, termasuk Emil yang menjadi petahana.
Partai-partai yang menempati posisi puncak dalam kursi DPRD Jabar juga memiliki jagoan masing-masing. Firman memaparkan, selain Gerindra, Golkar, dan PDI-P yang telah disebutkan sebelumnya, PKS juga memiliki Haru Suandharu dan Ahmad Syaikhu yang juga patut dipertimbangkan.
”Bagi pemilih awal, popularitas dan ketokohan ini menjadi hal yang penting. Orang yang punya kinerja baik, tetapi tidak dikenal publik, juga akan mendapat kemungkinan kecil,” ujarnya.
Firman mengatakan, deklarasi dan popularitas Bima Arya menjadi modal yang cukup untuk masuk ke dalam bursa calon gubernur Jabar. Namun, hal itu tidak cukup karena pengaruh PAN di Jabar tidak begitu besar.
Dalam hal ini, lanjutnya, petahana menjadi pihak dengan peluang paling besar. Apalagi, lanjutnya, Ridwan Kamil memiliki tingkat kepuasan yang tinggi, yakni 80 persen, selama memimpin Jabar dalam lima tahun terakhir.
Karena itu, ia menilai, dinamika perebutan kursi Gubernur Jabar ditentukan oleh langkah RK. Pilgub Jabar akan berlangsung sengit dan cair jika tokoh dari Golkar ini tidak ikut berkontestasi. Namun, jika RK masuk dalam kontestasi Jabar, maka peluang untuk meraih kembali kursi gubernur semakin besar.
”Jadi sejauh ini, RK magnet dalam kontestasi Jabar. Kalau dia maju (di Jabar), maka akan terjadi hal yang lazim, partai-partai akan merapat ke kandidat yang menang. Tapi, kalau ternyata RK bergeser ke DKJ, lapangan pertarungan di Jabar akan semakin rata dan opsi peta koalisi akan semakin banyak,” ujarnya.
Karena itu, strategi dari setiap partai politik untuk merebut posisi Gubernur Jabar perlu dipikirkan matang-matang. Menurut Firman, Golkar dan partai-partai lain juga perlu melihat peluang dan pertimbangan dalam melangkah karena posisi RK ini akan memengaruhi peta kontestasi.
Baca juga: PKB Siapkan Poros Koalisi Melawan Ridwan Kamil di Pilkada Jabar