Jateng Tak Lagi Punya Bandara Internasional, Pariwisata dan Industri Berpotensi Terdampak
Pencabutan status bandara internasional di Jateng berpotensi berdampak pada sektor industri dan pariwisata.
SEMARANG, KOMPAS — Kementerian Perhubungan memutuskan dua bandara di Jawa Tengah, yakni Bandara Ahmad Yani di Kota Semarang dan Bandara Adi Soemarmo di Kabupaten Boyolali, tidak lagi berstatus sebagai bandara internasional. Hal itu membuat Jateng tidak lagi memiliki bandara internasional. Kondisi itu berpotensi berdampak pada sektor pariwisata dan industri.
Kebijakan itu tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor KM 31 Tahun 2024 tentang Penetapan Bandar Udara Internasional dan Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor KM 33 Tahun 2024 tentang Tatanan Bandar Udara Nasional. Bandara Ahmad Yani dan Bandara Adi Soemarmo, yang sebelumnya berstatus sebagai bandara internasional, berubah menjadi bandara domestik sejak April 2024.
Stakeholder Relation Manager Bandara Ahmad Yani, Ahmad Zulfian Noor, mengatakan, sebelum pandemi Covid-19, ada dua rute penerbangan internasional yang dilayani di Bandara Ahmad Yani. Rute penerbangan dari Bandara Ahmad Yani menuju Bandara Changi, Singapura, dan sebaliknya dilayani dua maskapai, yakni AirAsia dan Silk Air.
Sementara itu, penerbangan internasional dari Bandara Ahmad Yani ke Bandara Internasional Kuala Lumpur, Malaysia, dan sebaliknya dilayani oleh satu maskapai, yakni AirAsia.
Baca juga: Pemerintah Cabut Status Internasional 17 Bandara
”Pada April 2020, layanan penerbangan internasional dari Bandara Ahmad Yani ditutup. Hal itu merupakan bagian dari kebijakan pembatasan perjalanan dalam rangka menekan penularan Covid-19,” kata Zulfian saat dihubungi, Rabu (1/5/2024).
Sejak saat itu penerbangan dari Bandara Ahmad Yani ke Singapura dan Malaysia belum pernah dibuka kembali. Pada Agustus 2023, Bandara Ahmad Yani pernah melayani penerbangan umrah. Namun, sejak saat itu belum ada lagi penerbangan internasional dari bandara tersebut.
Baca juga: Pelaku dan Pemerhati Wisata Kritik Pencabutan Status Internasional di 17 Bandara
Zulfian menuturkan, ke depan, pengelola Bandara Ahmad Yani akan berfokus pada pengembangan rute-rute penerbangan domestik. Masyarakat dari Kota Semarang dan sekitarnya yang hendak melakukan perjalanan ke luar negeri disarankan untuk terbang dari Bandara Ahmad Yani ke sejumlah bandara internasional terdekat.
Beberapa bandara itu antara lain Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Bandara Internasional Halim Perdanakusuma, Bandara Internasional Yogyakarta, serta Bandara Internasional Juanda.
Sementara itu, Legal, Compliances, and Stakeholder Relation Manager PT Angkasa Pura I Bandara Adi Soemarmo, Hermawati P, menjelaskan, dampak pencabutan status internasional pada bandara tersebut belum terasa. Pasalnya, layanan penerbangan internasional melalui pesawat carter atau sewa untuk keperluan umrah dan haji masih ada. Layanan itu telah hadir sejak 2022.
”Prinsipnya, kami tidak menurunkan standar pelayanan. Kami siap melayani. Pesawat carter dari luar negeri juga masih mendarat dan kami layani. Jadi, secara operasional tidak ada kendala,” kata Hermawati.
Hermawati menuturkan, penerbangan carter untuk umrah dilayani seminggu sekali. Terdapat dua penerbangan untuk rute dengan tujuan Jeddah, Arab Saudi, tersebut.
Baca juga: Layani Jemaah Umrah, Penerbangan Langsung dari Jateng ke Arab Saudi Segera Dibuka
Hermawati menambahkan, para anggota jemaah haji juga masih diberangkatkan melalui Bandara Adi Soemarmo pada tahun ini. Menurut rencana, ada 100 kelompok terbang (kloter) selama masa ibadah haji. Anggota jemaah yang bakal diberangkatkan berjumlah sekitar 35.000 orang.
Sebelum pandemi Covid-19 ada layanan penerbangan reguler internasional dengan rute Singapura dan Kuala Lumpur di Bandara Adi Soemarmo. Namun, layanan itu sudah dihentikan sejak beberapa tahun terakhir.
”Memang tidak ada sejak Covid-19. Jadi, penerbangan komersial reguler sejak Covid-19 itu belum ada lagi,” kata Hermawati.
Baca juga: Penurunan Status Bandara Palembang Berisiko Memukul Dunia Pariwisata Sumsel
Wisatawan menurun
Asisten Ekonomi dan Pembangunan Sekretariat Daerah Jateng Sujarwanto Dwiatmoko menuturkan, penutupan layanan penerbangan internasional di Jateng sejak pandemi Covid-19 membuat jumlah kunjungan wisatawan asing di Jateng menurun. Dia menyebut, keputusan pemerintah untuk mengubah status dua bandara di Jateng diperkirakan akan semakin menurunkan jumlah kunjungan wisatawan asing.
Sujarwanto berharap, Jateng bisa mendapatkan limpahan wisatawan yang masuk Indonesia melalui sejumlah bandara internasional di sekitar Jateng. Untuk bisa mendapatkan limpahan wisatawan, berbagai upaya bakal dilakukan, salah satunya memperbaiki akses dari bandara-bandara tersebut menuju ke Jateng.
”Di sisi lain, kami juga sedang membangun dari aspek wisata. Dalam pengembangan kawasan Borobudur, misalnya, kami tidak lagi hanya menghadap ke arah Yogyakarta. Segala destinasi tambahannya akan kami bangun untuk masuk lebih dalam ke (bagian) tengah Jateng,” ucap Sujarwanto.
Menurut Sujarwanto, tidak adanya bandara internasional di Jateng juga berdampak pada sektor industri. Ekspor produk dari Jateng yang sebelumnya bisa dilakukan dari Bandara Ahmad Yani, misalnya, harus dilakukan melalui bandara lain.
”Dampaknya, prosesnya tidak bisa langsung, ada keterlambatan. Ke depan, kami akan mengoptimalkan (ekspor) melalui Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang,” kata Sujarwanto.
Dia menambahkan, ke depan, Pemprov Jateng berpeluang untuk kembali mengajukan pembukaan penerbangan internasional. Namun, sebelum itu, Pemprov Jateng akan berupaya menggenjot peningkatan kebutuhan penerbangan internasional, baik untuk tujuan wisata maupun industri.
Ketua Kamar Dagang dan Industri Jateng Harry Nuryanto menyayangkan perubahan status dua bandara internasional di Jateng. Dia menilai, keputusan itu akan membuat Jateng menjadi sulit berkembang dengan cepat.
”Setidaknya perlu ada satu bandara internasional di Jateng. Sebab, banyak orang asing dan investor yang datang ke Jateng untuk berwisata ataupun investasi. Untuk itu, kami akan bersurat dan mengusulkan kepada pemerintah agar setidaknya ada satu bandara internasional di Jateng,” tutur Harry.
Sementara itu, pelaku usaha perjalanan wisata di Kota Semarang telah menyiapkan berbagai alternatif untuk mengakomodasi wisatawan dari dan ke luar negeri. Joko Suratno, pelaku usaha perjalanan wisata di Kota Semarang, misalnya, bakal memberikan dua opsi untuk wisatawan yang menggunakan jasanya.
”Pilihannya ada dua, yang mahal atau yang murah. Yang mahal bisa dilakukan dengan menyiapkan penerbangan dari atau menuju Bandara Ahmad Yani ke bandara internasional lain. Sementara itu, yang murah bisa dilakukan dengan menyiapkan perjalanan dari dan menuju bandara internasional terdekat menggunakan transportasi darat,” ucap Joko yang merupakan mantan Ketua Asosiasi Perjalanan Wisata Jateng.
Pengamat transportasi dari Universitas Soegijapranata, Semarang, Djoko Setijowarno, menilai, keputusan pemerintah untuk mengubah status dua bandara di Jateng antara lain karena permintaan penerbangan internasional dari dan menuju bandara-bandara itu terus menurun. Jika ingin kembali membuka layanan penerbangan internasional, perlu ada peningkatan permintaan.
”Sebenarnya penerbangan internasional dari dan menuju Jateng selama ini mayoritas mengakomodasi warga Jateng dan sekitarnya, terutama para pekerja migran. Sangat sedikit, bahkan tidak ada turis mancanegara yang memanfaatkan penerbangan tersebut. Karena itu, Pemprov Jateng perlu membenahi potensi wisata agar dilirik oleh turis mancanegara,” ujar Djoko.
Setidaknya perlu ada satu bandara internasional di Jateng. Sebab, banyak orang asing dan investor yang datang ke Jateng untuk berwisata ataupun investasi.
Menurut Djoko, Pemprov Jateng bisa meniru strategi Pemprov Sulawesi Utara untuk meningkatkan minat wisatawan asing berkunjung ke wilayah mereka melalui Bandara Internasional Sam Ratulangi. Di wilayah itu, mayoritas wisatawan asing yang berkunjung adalah wisatawan dari China. Tak hanya berwisata, mereka juga melakukan penerbangan untuk keperluan bisnis.
”Sebenarnya Jateng itu punya potensi yang besar di pariwisata, tinggal bagaimana meningkatkan minat kunjungan wisata alam ataupun wisata belanja. Di Kota Pekalongan, wisatawan bisa belanja batik, di Surakarta juga bisa. Kemudian, untuk penerbangan yang kaitannya dengan keperluan bisnis, juga ada potensi karena Jateng juga punya kawasan industri di Kendal dan Batang,” ungkap Djoko.