Maker Faire Surabaya Gemakan Semangat ”Do It Yourself”
Maker Faire Surabaya mempertemukan pencipta bersemangat swakriya atau "Do It Yourself" dari beragam latar belakang.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Lebih dari 30 pencipta produk swakriya memeriahkan Maker Faire Surabaya di Balai Pemuda, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (20/4/2024). Pergelaran perdana di Indonesia dari gerakan global Maker Faire itu bertujuan untuk memasyarakatkan swakriya berbasis sains, teknologi, dan seni untuk segala usia dan ramah bagi keluarga.
Maker Faire diinisiasi oleh majalah Make di Amerika Serikat. Pergelaran itu pertama kali diadakan di Bay Area, AS, 2006, dengan semangat menampilkan inovasi dan eksperimen masyarakat yang mencakup sains, teknologi, seni, pertunjukan, dan kerajinan.
Acara yang mengusung semangat ”Do It Yourself” atau swakriya itu menjadi ajang perjumpaan para pencipta swakriya atau maker yang haus rasa ingin tahu, senang belajar dan berbagi, dan membangun jaringan.
Maker Faire Surabaya diinisiasi oleh Onggo Susilo, Ketua Pusat Pembelajaran Masyarakat Nola; Dhadhang SBW, inisiator Sekolah Robot Indonesia dan CEO Surovotic; serta Adhicipta Wirawan, inisiator Surabaya Board Game Market (Subogama).
Onggo Susilo mengatakan, Maker Faire Surabaya merupakan perluasan gerakan Maker Faire yang telah menjangkau Indonesia. Acara itu mempertemukan para pencipta dengan semangat swakriya dari kalangan ilmuwan, akademisi, profesional, dan amatir tanpa melihat latar belakang sosial, jenis kelamin, dan usia.
”Acara ini lebih untuk mengenalkan, menghibur, membangun relasi, berbagi, dan tentunya memberikan ruang bagi para maker untuk terus tumbuh,” kata Onggo.
Selama ini, kalangan pencipta swakriya kerap tak terlihat karena kegiatan mereka berskala mikro. Aktivitas mereka juga bisa dilakukan di mana saja, seperti garasi, toko, rumah, bahkan dapur.
Maker Faire Surabaya diadakan di salah satu gedung dalam kompleks Balai Pemuda atau kini juga disebut Alun-alun Surabaya pada 20-21 April 2024. Selama ini, Balai Pemuda memang menjadi jantung aktivitas sosial, seni, dan budaya untuk warga Surabaya.
Ahmad Arkaan Taamir, siswa kelas 7 SMP Negeri 12 Surabaya sekaligus inisiator Kreasi Ecobrick, mengaku senang bisa terlibat dalam Maker Faire Surabaya. ”Saya senang sekali bisa dilibatkan di sini dengan harapan mengenalkan dan mendorong gerakan ecobrick dari plastik,” kata trainer termuda Global Ecobrick Alliance 2021 itu.
Ecobrick adalah teknik pengelolaan sampah plastik dengan memasukkan sampah plastik ke dalam botol hingga menjadi padat. Botol-botol berisi sampah plastik itu bisa digunakan untuk membuat berbagai barang, misalnya meja dan kursi.
Saya senang sekali bisa dilibatkan di sini dengan harapan mengenalkan dan mendorong gerakan ecobrick dari plastik
Dalam Maker Faire Surabaya, Arkaan memamerkan meja, kursi, serta pijakan dari susunan botol padat berisi serpihan plastik. Arkaan menuturkan, dirinya jatuh cinta pada ecobrick karena prihatin dengan banyaknya sampah plastik yang tidak dikelola.
Sejak kelas 4 SD, ia mengikuti pelatihan pembuatan ecobrick, lalu mempraktikkannya di rumah untuk mendaur ulang sampah plastik menjadi produk bermanfaat. Sejumlah kalangan telah memanfaatkan produk dari Kreasi Ecobrick seperti meja dan kursi.
Yakup Dwi, inisiator Artoynesia, juga ikut berpartisipasi dalam Maker Faire Surabaya. Sejak tahun 2019, pemuda yang akrab disapa Jocab itu mengotak-atik sampah dari mainan dan barang bekas yang dikreasikan menjadi pajangan, instalasi, dan mainan die-cast.
”Sebelum ada Maker Faire ini, kegiatan kami digelar dari kafe ke kafe untuk mencari teman-teman yang bersemangat mau mengolah sampah mainan,” kata Yakup.
Dia menambahkan, Artoynesia menjadi wadah bagi sejumlah pencipta pajangan, instalasi, dan die-cast yang memanfaatkan barang bekas. Barang hasil kreasi komunitas itu lebih banyak dijual ke luar negeri karena adanya apresiasi yang tinggi.