Pasar, Pusat Belanja dan Penarik Wisatawan Selama Ramadhan
Selama Ramadhan pergerakan ekonomi perkotaan lebih menggeliat dibandingkan hari biasa. Pasar menjadi poros dinamika.
Oleh
RENY SRI AYU ARMAN, JUMARTO YULIANUS, ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
Ada tradisi Ramadhan di Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), yaitu warga dari luar Makassar berbondong-bondong datang, mulai pertengahan hingga jelang akhir Ramadhan. Tak hanya dari seluruh kabupaten di Sulsel, warga dari Sulawesi Barat dan Sulawesi Tengah juga ikut menjadi bagian pengunjung Makassar saat Ramadhan.
Jalan darat yang menghubungkan kedua provinsi itu dengan Makassar lumayan mulus sehingga berkendara dengan kendaraan pribadi maupun menumpang bus tidak jadi soal. Kendaraan-kendaraan pribadi dengan nomor pelat luar Makassar, berseliweran di jalan.
Mereka berbelanja berbagai keperluan, mulai dari peralatan rumah tangga hingga pakaian sembari juga berlibur. Jelang Lebaran, mereka pulang ke kampung halaman. Biasanya, mudik ini bersama dengan anggota keluarga yang tinggal di Makassar.
Salah satu yang menjalani tradisi ini adalah Marhayani (50), warga Bulukumba. Biasanya, momen ini juga dimanfaatkan untuk menjemput anaknya yang kuliah di Makassar.
“Di Makassar lumayan lengkap untuk belanja macam-macam. Kalau sudah melewatkan setengah puasa di kampung, kami sekeluarga ke Makassar untuk belanja baju Lebaran dan berbagai kebutuhan. Pulangnya sekalian bawa anak mudik,” katanya, Sabtu (30/3/2024).
Waktu menginap di Makassar ini mereka manfaatkan untuk berbelanja oleh-oleh yang akan mereka bawa ke kampung. Ini umumnya menjadi kebiasaan bagi warga Sulsel yang merantau di Jawa dan di Kawasan Timur Indonesia (KTI).
“Belanja di Makassar, lebih murah ketimbang di Papua. Biasanya, keluarga dari kampung datang menjemput di Makassar lalu kami sama-sama belanja dan mudik,” kata Nurhayati (45), warga Luwu yang merantau ke Papua.
Wali Kota Makassar M Ramdhan Pomanto mengatakan, tradisi ini membuat ekonomi Makassar menggeliat. Apalagi, inflasi masih terjaga dengan angka di bawah rata-rata nasional. Daya beli masyarakat ada dan ekonomi tumbuh. Ini pertanda baik bagi semua.
Ekonomi kue
Sementara itu, di Banjarmasin, Kalimantan Tengah, salah satu penarik wisata lokal adalah pasar kue. Di Pasar Wadai misalnya, pembeli dari dalam dan luar kota berburu kue tradisional yang disebut wadai bingka.
”Bingka adalah salah satu wadai khas di bulan Ramadhan. Apalagi bingka H Thambrin, produksi dan jualannya cuma di bulan Ramadhan,” kata Muhammad Rafi, pedagang di lapak wadai bingka H Thambrin yang juga salah satu pengurus Paguyuban Pasar Wadai Ramadhan Kota Banjarmasin.
Ini adalah lapak yang paling diincar oleh pembeli. Menurut Rafi, dalam sehari, mereka bisa menjual 1.200-1.500 potong bingka. Selain kue tersebut, Pasar Wadai juga menyediakan aneka makanan khas Banjar yang hanya ada selama Ramadhan.
”Setiap hari, pengunjung Pasar Wadai tidak kurang dari 2.000 orang. Kalau akhir pekan, jumlahnya bisa dua kali lipat,” katanya.
Rafi menyebutkan, omzet pedagang di Pasar Wadai Ramadhan bisa mencapai Rp 5 juta hingga Rp 20 juta per hari. Oleh sebab itu, selama 15 hari Ramadhan ini perputaran uang di pasar wadai diperkirakan lebih dari Rp 1 miliar.
Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata Kota Banjarmasin Puryani mengatakan, Pasar Wadai Ramadhan telah menjadi event tahunan sekaligus unggulan. Setiap tahun, event tersebut masuk dalam kalender kegiatan pariwisata Kota Banjarmasin.
”Pasar Wadai menyediakan tempat berbuka puasa dengan pemandangan Sungai Martapura. Ada pula suguhan hiburan, talkshow, dan permainan (games) yang menarik bagi pengunjung,” katanya.
Melihat banyaknya pengunjung Pasar Wadai selama Ramadhan, Puryani yakin kegiatan perekonomian Banjarmasin lebih hidup. Jika dari 2.000 pengunjung diasumsikan ada 500 orang yang berbelanja Rp 100.000, maka perputaran uang di Pasar Wadai Ramadhan tidak kurang dari Rp 50 juta per hari.
Tak ubahnya Banjarmasin, Kota Cirebon di Jawa Barat juga bergeliat saat Ramadhan dan arus mudik Lebaran 2024. Pelaku usaha kuliner hingga perhotelan bersiap menyambut para pengunjung dari berbagai daerah. Perputaran uang di "kota transit" itu pun diperkirakan mencapai triliunan rupiah.
Berbagai hotel berbintang, seperti Metland, Santika, hingga Luxton menawarkan paket buka puasa bersama. Kesempatan menggaet pengunjung juga terbuka lebar saat arus mudik dan balik.
Menurut General Manager Hotel Santika Cirebon Suhardianto, okupansi kerap meningkat saat hari H Lebaran dan setelahnya atau arus balik. Biasanya, pengunjung pada hari Lebaran merupakan warga yang memiliki keluarga di Cirebon dan akan melanjutkan perjalanan ke daerah lain.
"Saat H minus Lebaran, pemudik yang menginap tidak banyak karena jarak dari Jakarta ke Cirebon masih terasa dekat. Apalagi, ada one way (sistem satu arah)," ungkap Anto, sapaannya. Pihaknya mengharapkan pemudik, yang dari arah timur ke Jakarta, bisa istirahat di Cirebon.
Sebaliknya, saat arus balik atau setelah Lebaran, pemudik memadati hotel setempat. "Cirebon itu titik lelah kalau arus balik. Jadi, mereka menginap di sini. Kalau melihat pola dari tahun ke tahun, okupansi saat Lebaran dan setelahnya bisa 90-100 persen," ungkapnya.