Temuan 29 Senjata Api dan 9.673 Amunisi di Bandung, Pemasok dan Pembeli Diselidiki
Seorang warga ditangkap karena menyimpan 29 pucuk senjata api dan 9.673 amunisi di Bandung.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA, MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Penyidik Direktorat Kriminal Umum Polda Jawa Barat menangkap seorang perempuan berinisial HSL karena menyimpan 29 pucuk senjata api dan 9.673 butir peluru di rumah kerabatnya di Kabupaten Bandung, Senin (25/3/2024). Saat ini polisi tengah menelusuri siapa pemasok dan pembeli senjata dan peluru tersebut.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jabar Komisaris Besar Jules Abraham Abast, Jumat (29/3/2024), mengatakan, sebanyak 29 pucuk senjata itu terdiri dari 18 senjata laras panjang dan 11 senjata laras pendek. Diperkirakan nilai senjata api dan ribuan amunisi itu lebih kurang di atas Rp 1 miliar.
Jules memaparkan, puluhan senjata api itu terdiri senjata sniper, senjata serbu, hingga pistol. Adapun 9.673 amunisi yang ditemukan aparat terdiri dari beberapa jenis kaliber, antara lain 5,56 milimeter, 7,63 mm, 8,6 mm, 9 mm, 22 mm, dan 45 mm.
Senjata serta ribuan amunisi itu milik suami HSL yang berinisial PKL. Saat ini PKL tengah menjalani pidana penjara selama empat tahun di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta, karena kepemilikan senjata api ilegal.
Sejak Agustus 2023, PKL menitipkan 29 pucuk senjata api dan 9.673 butir amunisi kepada HSL di rumah mereka di daerah Cilincing, Jakarta Utara. HSL kemudian memindahkan senjata dan amunisi tersebut ke rumah kerabatnya di Cibeunying, Kabupaten Bandung, pada Maret 2024.
”PKL adalah seorang residivis yang sudah tiga kali terlibat kasus pemilikan senjata api ilegal. Diduga PKL dan istrinya, HSL, terlibat sindikat penjualan senjata dan peluru,” kata Jules.
Jules menuturkan, polisi akan menyelidiki pihak yang memasok senjata api dan amunisi kepada PKL. Selain itu, oknum yang membeli senjata dan amunisi dari PKL akan ditelusuri.
Ia mengatakan, tidak tertutup kemungkinan adanya penjualan senjata dan amunisi kepada organisasi tertentu untuk melakukan aksi gangguan keamanan, misalnya kelompok kriminal bersenjata di Papua.
”Kami akan menelusuri pihak-pihak yang membeli senjata dan amunisi dari PKL. Tidak tertutup kemungkinan senjata dan peluru ini juga dijual ke kelompok separatis yang selalu melakukan aksi teror,” tutur Jules.
Dia menambahkan, HSL dijerat dengan Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951. Dia terancam hukuman maksimal berupa hukuman mati atau hukuman seumur hidup.
Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar Komisaris Besar Surawan mengungkapkan, PKL memiliki usaha penjualan senapan angin di daerah Bekasi, Jabar. ”Kasus ini masih tahap penyelidikan. Kami akan memeriksa aliran uang di rekening PKL dan HSL,” ungkapnya.
Tidak tertutup kemungkinan senjata dan peluru ini juga dijual ke kelompok separatis yang selalu melakukan aksi teror.
Tangani serius
Kriminolog dari Universitas Islam Bandung, Nandang Sambas, menyatakan, penegak hukum perlu menyelidiki secara serius kasus kepemilikan senjata tersebut. Apalagi, jumlah senjata yang dimiliki jauh melebihi ketentuan yang telah diatur dalam Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2022.
”Dalam aturan yang berlaku, warga sipil hanya diperbolehkan menggunakan maksimal dua senjata api laras pendek. Jadi, saat ada warga yang memiliki senjata laras panjang, ini perlu didalami. Dikhawatirkan senjata ini bakal dipergunakan untuk aksi kriminal atau bahkan terorisme,” paparnya.
Menurut Nandang, aturan terkait kepemilikan senjata api dibuat untuk mencegah penyalahgunaan senjata api. Bahkan, hanya sejumlah profesi yang diperbolehkan menggunakan senjata api dengan tujuan untuk pengawalan diri.
”Pemahaman dan psikologis masyarakat terkait senjata api itu masih rendah. Karena itu, kepemilikan harus melalui syarat yang sangat ketat. Semua ini dilakukan untuk melindungi publik dari penyalahgunaan senjata api,” kata Nandang.