Polisi Serbu Sejumlah Kampus Amerika Serikat
Polisi menangkap ratusan orang setelah menyerbu sejumlah kampus di Amerika Serikat.
LOS ANGELES, RABU — Polisi menyerbu kampus sejumlah perguruan tinggi di Amerika Serikat. Mereka membubarkan unjuk rasa mahasiswa penolak Perang Gaza sekaligus pendukung Palestina.
Penyerbuan diikuti penangkapan terbesar terjadi di Columbia University, New York. Pada Selasa (30/4/2024) malam waktu setempat atau Rabu pagi WIB, ratusan polisi menyerbu Aula Benjamin di dalam kampus. Mereka menangkap 230 orang dari kampus itu.
Baca juga: China: Fatah-Hamas Siap Rekonsiliasi
Dalam siaran langsung CNN, reporter Shimon Prokupecz menyebut ada ratusan polisi menyerbu kampus. ”Saya telah meliput banyak unjuk rasa di New York. Saya belum pernah melihat hal seperti ini, cara Kepolisian New York menangani unjuk rasa di kampus ini,” ujarnya.
Adapun pada Rabu dini hari waktu Los Angeles, polisi bentrok dengan pengunjuk rasa di University of California (UCLA). Wali Kota Los Angeles Karen Bass membenarkan, polisi telah masuk kampus. Ia beralasan, bentrok antara dua kubu pengunjuk rasa jadi penyebab polisi masuk kampus.
Polisi menyemprotkan cairan bercampur bubuk lada serta menggunakan penyetrum kepada pengunjuk rasa. Polisi juga memukuli pengunjuk rasa. Sementara itu, pengunjuk rasa balik menyerang dengan petasan dan aneka benda lain.
California State Polytechnic University di Pomona, California, diserbu pada Selasa (30/4/2024) dini hari waktu setempat. Dari sana, polisi menangkap 31 orang. Adapun dari University of North Carolina, polisi menangkap setidaknya 36 pengunjuk rasa.
Baca juga: Hadapi Kebrutalan Aparat, Unjuk Rasa Mahasiswa di AS Kian Membara
Penyerbuan diikuti penangkapan juga terjadi di Florida State University di Tallahassee dan University of Texas di Austin. Ada 86 orang ditangkap di Austin dan lima lain di Tallahassee.
Adapun di University of Arizona, petugas satpam kampus menembakkan gas air mata untuk membubarkan pengunjuk rasa. Para pengunjuk rasa diminta segera membubarkan diri.
Granat kejut
Kepolisian New York menyangkal menggunakan gas air mata dalam serbuan ke Columbia University. Kepolisian hanya mengakui menggunakan granat pengejut. Granat itu mengeluarkan suara memekakkan telinga dan sinar yang amat menyilaukan.
Polisi masuk dari lantai dua gedung, lalu menyerbu ke dalam. Sejumlah kaca jendela dipecahkan sebelum polisi mulai masuk.
”Tidak bisa dipahami. Mereka mengirim polisi menyerbu mahasiswa kami. Para dosen terkejut. Walau kami sudah menduga ini akan terjadi,” kata dosen sosiologi Columbia University, Debbie Becher.
Baca juga: Semakin Banyak Mahasiswa Universitas Elite Amerika Serikat Dukung Palestina
Ia menyebut, sudah enam bulan rektorat dan dekanat terus menekan kebebasan berpendapat mahasiswa dan sivitas akademika kampus. Banyak dosen mendukung pengunjuk rasa yang mayoritas merupakan mahasiswa di kampus itu. ”Kami mendukung dialog dan kebebasan berpendapat sebab seharusnya lembaga pendidikan tinggi berlaku demikian,” katanya.
Asosiasi dosen AS di Columbia University telah berulang kali mendorong rektorat berdialog dengan pengunjuk rasa. Padahal, statuta Columbia University mewajibkan dialog itu. Bahkan, senat universitas juga telah mengecam Rektor Columbia University Minouche Shafik. Sebab, Shafik dituding memberangus kebebasan berpendapat di kampus.
Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk HAM Volker Turk menyebut tindakan polisi AS berlebihan. ”Universitas memiliki tradisi aktivisme mahasiswa yang kuat dan bersejarah, debat yang sengit, dan kebebasan berekspresi serta berkumpul secara damai. Pelaksanaan kebebasan berekspresi yang sah tidak dapat disamakan dengan hasutan untuk melakukan kekerasan dan kebencian,” katanya.
Di sisi lain, ia menekankan, ujaran kebencian kepada kelompok lain tidak dibenarkan dalam situasi apa pun. Perilaku anti-Semit, anti-Palestina, atau anti-Arab sama-sama tidak bisa diterima.
Izin kampus
Selasa pagi, Kepolisian New York menyatakan tidak akan masuk kampus tanpa izin rektorat. Dalam pernyataan resmi kampus disebutkan, rektorat mengizinkan kepolisian masuk kampus. Surat Shafik kepada kepolisian menunjukkan, polisi boleh berada di kampus sampai 17 Mei 2024. Shafik meminta polisi membantu memulihkan ketertiban kampus.
Kampus menuding pengunjuk rasa mengganggu ketertiban dan kelancaran perkuliahan. Pada Senin siang, rektorat mengancam menskors pengunjuk rasa yang masih bertahan. Pada Selasa malam, polisi menyerbu kampus.
Serbuan ke Columbia University menambah panjang daftar pembubaran paksa unjuk rasa penolak perang Gaza di kampus-kampus AS. Di semua pembubaran itu, polisi menyerbu kampus, lalu menangkapi mahasiswa. Taktik polisi AS mirip dengan taktik kepolisian beberapa negara saat menyerbu pengunjuk rasa.
Para politisi AS, baik dari Demokrat maupun Republik, mengecam unjuk rasa penolak perang itu. Bahkan, Presiden AS Joe Biden menyebut unjuk rasa di Columbia University dan sejumlah perguruan tinggi lain sudah tidak benar. Ketua DPR AS Mike Johnson menyebut pengunjuk rasa sebagai kriminal.
Sejumlah warganet menyatakan kondisi Columbia University mengingatkan pada suasana penolakan Perang Vietnam beberapa dekade lalu. Dulu, kepolisian juga menyerbu sejumlah kampus yang jadi lokasi unjuk rasa penolak perang.
Aparat dari sejumlah lembaga penegak hukum juga menyusup di antara pengunjuk rasa. Sebagian bertujuan mengidentifikasi, lalu menangkap pemimpin unjuk rasa. Sebagian lain bertujuan melakukan provokasi agar pengunjuk rasa membuat kerusuhan sehingga bisa dibubarkan. (AP/AFP)