Sekelumit Cerita Demokrasi dari Kuwait
Walau kerap terjadi kebuntuan eksekutif dan legislatif, dalam keseharian, kehidupan masyarakat Kuwait sangat demokratis.
Kuwait, negeri kaya minyak nomor enam di dunia, tidak memilih sistem pemerintahan monarki absolut. Sebagai sebuah emirat, negara itu memilih jalan demokrasi konstitusional, yang juga memungkinkan perempuan dipilih dan menggunakan hak pilih.
Emirat Kuwait berdiri tahun 1752. Sezaman dengan Keraton Yogyakarta yang berdiri tahun 1755. Kuwait menggabungkan kekayaan alam, modernisasi, kesetaraan, dan demokrasi dalam membangun sebuah bangsa.
Kuwait juga aktif terlibat dalam upaya perdamaian dan mediasi konflik. Seperti Indonesia dalam isu Palestina, Kuwait juga mendanai Rumah Sakit Kuwait di Jalur Gaza.
Saat berkunjung ke negara itu atas undangan Pemerintah Kuwait menjelang Idul Fitri, awal April 2024, saya melihat warga di Negeri Teluk itu terlihat sibuk. Berbagai mobil terbaru buatan Amerika Serikat dari pabrikan General Motors, merek-merek Eropa, Jepang, dan Korea Selatan melintas di jalan-jalan raya.
Yang menarik, seiring rekonsiliasi dan dialog Arab Saudi-Iran yang dimediasi China, pabrikan otomotif China, termasuk Hongqi, juga hadir di Kuwait. Di China, Hongqi adalah mobil kepresidenan dan pejabat tinggi negara.
Di Mall 360 Kuwait, yang berada satu kompleks dengan Hotel Grand Hyatt dan Akademi Tenis Rafael Nadal, terlihat ruang pamer (showroom) mobil kebanggaan China, Hongqi. Hong Qi memamerkan beberapa jenis mobil dari sedan mewah hingga beberapa jenis SUV.
Seorang pramuniaga setempat mengatakan, sedan mewah Hongqi dijual di atas 30.000 dirham Kuwait atau 90.000 dollar AS (sekitar Rp 1,5 miliar). “Orang Kuwait lebih suka SUV Hongqi. Mungkin karena dipakai di tempat yang kadang kondisi jalannya kurang mulus,” katanya.
Menjelang Maghrib, tiba waktu iftar atau buka puasa, berbagai restoran, kedai, dan hotel dipenuhi warga yang berbuka puasa bersama keluarga, teman, dan handai taulan. Menu yang disajikan dari berbagai wilayah Timur Tengah: Turki, Lebanon, Arab Teluk, dan Indo-Pakistan. Para pelayan dan pekerja hotel juga berasal dari berbagai negeri, antara lain Mongolia, Myanmar, Aljazair, dan Tunisia.
Selesai iftar, menjelang malam, warga berdatangan ke masjid. Suara pengeras suara diatur sedemikian rupa sehingga acara tadarusan berlangsung khidmat. Fajr, warga setempat, menuturkan, untuk menjadi muazin dan penceramah, semua diseleksi dengan baik di Kuwait.
Populasi imigran di Kuwait mencapai 70 persen dari total penduduk dengan besaran mencapai 2,92 juta jiwa. Total penduduk Kuwait tahun 2023 adalah 4,3 juta jiwa. Warga Kuwait dengan pendatang hidup dengan aman, damai, dan akrab.
Ahmad, pengemudi berpendidikan sarjana dari pinggiran kota Dhaka, Bangladesh, yang mengantar saya dengan menggunakan sedan Kementerian Informasi Kuwait, bercerita, dia mendapat gaji seratusan dirham Kuwait atau sekitar 300 dollar AS per bulan. Dia tinggal bersama pekerja migran Bangladesh dalam satu kamar sewa.
Warga Kuwait sejak tahun 1960-an sudah menjalankan kehidupan demokrasi dalam pemilu yang semula diikuti hanya oleh lelaki, tetapi sejak tahun 2006 bisa diikuti kaum perempuan.
Pada pemilu 2008, 27 perempuan Kuwait menjadi calon anggota legislatif (caleg). Namun, ketika itu belum ada yang terpilih. Langkah maju terjadi pada pemilu 2009, ada empat perempuan Kuwait terpilih menjadi anggota legislatif.
Proses demokrasi tersebut terus berjalan. Pada 2024 jumlah warga Kuwait yang memiliki hak pilih dalam Pemilu 2024 mencapai 820.000 jiwa.
Dari segi ekonomi, pendapatan per kapita Kuwait pada 2023 tercatat 33.650 dollar AS (setara Rp 525 juta). Kuwait adalah salah satu negeri terkaya di dunia Arab sekaligus pelopor dari demokrasi.
Kuwait juga aktif dalam berbagai misi sosial dan kegiatan filantropi di bidang pendidikan dan bantuan bagi anak yatim di mancanegara.
Meski makmur dan rata-rata warganya berpendidikan tinggi, serta aktif dalam bantuan kemanusiaan internasional, Kuwait memiliki tantangan sendiri sebagai bangsa. Kuwait sebagai bandul demokrasi di Timur Tengah kerap menghadapi kebuntuan politik antara parlemen (legislatif) dan kabinet (eksekutif).
Kuwait adalah salah satu negeri terkaya di dunia Arab sekaligus pelopor dari demokrasi.
Kurang dari empat tahun terakhir, Kuwait sudah menggelar empat kali pemilu untuk memilih anggota parlemen atau Dewan Nasional yang beranggotakan 50 orang. Penyebabnya, tidak tercapai kata sepakat antara parlemen dan kabinet dalam membuat kebijakan-kebijakan.
Saat kebuntuan itu terjadi, emir Kuwait dari keluarga Al-Sabah membubarkan parlemen. Walau di tingkat elite berulang kali terjadi kebuntuan antara eksekutif dan legislatif, dalam keseharian praktik kehidupan masyarakat Kuwait sangat demokratis.
Perempuan Kuwait, baik berhijab maupun yang tidak berhijab, terlihat bebas dan berinteraksi. Penghargaan terhadap aturan-aturan adat khas Arab, seperti posisi sosial laki-laki dan perempuan, tetap terjaga.
Basis dari kemasyarakatan di sana, menurut pakar Timur Tengah dari National University of Singapore (NUS), Clemens Chay, adalah diwaniyah. Diwaniyah adalah lembaga semacam perkumpulan warga yang bisa berbasis suku.
Diwaniyah didominasi diwaniyah untuk laki-laki saja. Seiring perkembangan, muncul diwaniyah perempuan. Pada era 2000-an diwaniyah perempuan dirintis oleh para aktivis LSM atau pun tokoh perempuan di pemerintahan Kuwait.
Terakhir, meski masih jarang, ada diwaniyah yang inklusif di kalangan tertentu di Kuwait yang memungkinkan laki-laki dan perempuan berdiskusi bersama membahas masalah-masalah sosial kemasyarakatan.
Alam demokratis Kuwait tetap hidup sejak dahulu. Emir sebagai penguasa tertinggi bisa menenggang rasa terhadap perbedaan pandangan. Chay menerangkan, Kuwait adalah negeri perdagangan melalui laut sebelum penemuan dan eksploitasi minyak pada tahun 1938 dan ekspor perdana minyak pada 1946.
Semasa itu, emir dan bangsawan biasa bertukar pandangan dengan para saudagar. Lebih kurang para saudagar itu seperti orang kaya atau orang kayo dalam tradisi Minang atau suku-suku di Nusantara.
“Kelompok kelas pedagang dan nasionalis Arab menjadi suara oposisi tahun 1960-an dan 1970-an. Kemudian di era modern ada kelompok seperti Ikhwanul Muslimin dan kelompok suku yang menjadi suara oposisi terhadap penguasa,” kata Chay.
Berbagai isu, seperti krisis keuangan, dugaan kecurangan pemilu, dan aksi warga tanpa kekerasan, mewarnai kehidupan di Kuwait modern. Gerakan demokratis seperti pada 2006 berupa gerakan Nabiha Khamsa dari akar rumput, upaya memakzulkan PM Nasser al-Mohammad pada 2009, gerakan untuk mendorong pembentukan parlemen yang berfungsi penuh menjelang pemilu 2012.
Dinamika terus terjadi tanpa kekerasan. Emir Al-Sabah dipuji karena memberikan ruangan berekspresi tetapi tidak lepas kendali. Leo Shahabian, pengamat dari CSIS Amerika Serikat, mengatakan, terlepas dari berbagai kebuntuan antara parlemen dan kabinet, upaya Kuwait menjaga demokrasi dan memberi ruang kebebasan adalah teladan bagi kawasan Timur-Tengah.
Pendek kata, Kuwait hari ini adalah potret harapan bagi modernisasi dan Timur Tengah yang damai serta demokratis.