Selepas Ledakan di Isfahan, Ledakan Besar Guncang Pangkalan Pro-Iran di Irak
Seperti pejabat Iran soal serangan di Isfahan, sumber keamanan di Irak tak akan menyebut penyerang di selatan Baghdad.
Oleh
IRENE SARWINDANINGRUM
·4 menit baca
BAGHDAD, SABTU — Hanya berselang kurang dari 24 jam selepas ledakan di kota Isfahan, Iran, sebuah ledakan besar mengguncang pangkalan militer yang digunakan oleh milisi Pasukan Mobilisasi Rakyat (PMF) Irak di selatan Baghdad, Irak, Jumat (19/4/2024) malam. Pada awal berdirinya, milisi tersebut merupakan kelompok pro-Iran. Teheran belum memberi sinyal membalas serangan.
Dua sumber keamanan di kalangan PMF mengatakan, ledakan itu merupakan akibat serangan udara yang tidak diketahui sumbernya. Menurut sumber di Kementerian Dalam Negeri Irak dan seorang pejabat militer setempat, ledakan tersebut menghantam pangkalan militer Calso di Provinsi Babylon, dekat kota Iskandariya, sekitar 50 kilometer selatan Baghdad.
Pangkalan militer itu digunakan sebagai markas milisi Pasukan Mobilisasi Rakyat atau Hashed al-Shaabi (Popular Mobilization Forces/PMF). PMF dulunya pro-Iran, sekarang kelompok paramiliter ini diintegrasikan ke dalam tentara reguler Irak.
Sumber Kementerian Dalam Negeri Irak menyebut ”pengeboman udara” tersebut menewaskan satu orang dan melukai delapan orang lainnya. Adapun menurut sumber militer, tiga personel militer Irak terluka.
Pada Jumat (19/4/2024), sebuah ledakan mengguncang kota Isfahan, Iran. Beberapa sumber menyebut itu serangan Israel. Namun, Teheran menanggapinya dengan tenang, bahkan tidak menuduh Israel sebagai pelaku di balik serangan. Sikap ini mengindikasikan tak ada niat Iran membalas serangan terakhir tersebut.
Ketegangan meningkat di kawasan Timur Tengah setelah pada 14 April 2024 Iran untuk pertama kalinya menggempur Israel dengan lebih dari 300 pesawat nirawak dan rudal. Teheran menyebut, gempuran ini merupakan balasan atas serangan Israel ke gedung kompleks kedutaan Iran di Damaskus, Suriah, 1 April 2024, yang menewaskan antara lain seorang jenderal militer Iran.
Melalui pernyataan tertulis mengenai serangan di selatan Baghdad, PMF mengatakan, ledakan tersebut mengakibatkan kerugian material dan korban, tanpa memerinci adanya korban luka-luka. PMF menambahkan, bangunan-bangunan pangkalan militer telah diserang. Tim penyelidik tengah dikerahkan ke lokasi serangan.
Menjawab pertanyaan kantor berita AFP, sumber-sumber keamanan mengatakan, mereka tidak akan menyebut siapa yang bertanggung jawab atas serangan tersebut dan tidak pula mengonfirmasi, apakah serangan itu berupa serangan pesawat nirawak.
”Ledakan tersebut menghantam perlengkapan, senjata, dan kendaraan,” sebut sumber Kemendagri Irak.
Hingga saat ini, belum ada pihak yang mengklaim tanggung jawab serangan tersebut. Tak lama setelah ledakan terjadi, militer AS menyatakan, pasukannya tidak berada di balik serangan yang dilaporkan terjadi di Irak. Militer Israel, saat ditanya oleh AFP, mengatakan tidak akan berkomentar atas informasi yang disiarkan media luar.
Selama berlangsung serangan Israel ke Gaza, faksi-faksi di dalam PMF turut menyerang pasukan AS dengan roket dan pesawat nirawak (drone) selama beberapa bulan pertama. Serangan PMF pada target militer AS ini berhenti pada Februari 2024. Sejauh ini belum jelas sumber ledakan itu maupun hubungannya dengan ledakan di Isfahan.
Ledakan di Irak terjadi saat Perdana Menteri Irak Mohammed Shia al-Sudani sedang melawat ke Washington dan Michigan untuk membahas hubungan AS-Irak dengan Presiden AS Joe Biden.
Kunjungan ini telah direncanakan jauh sebelum peluncuran drone dan rudal oleh kelompok dukungan Iran pada Sabtu pekan lalu. Kunjungan tersebut menjadi sorotan luas di tengah ketegangan di Timur Tengah. Rudal dan drone dari Iran turut melintasi wilayah udara Irak.
Indikasi damai
Ketegangan agak mereda setelah ledakan di Isfahan tak terlalu ditanggapi oleh Pemerintah Iran. Menurut sejumlah sumber, ledakan di Isfahan itu merupakan serangan Israel. Namun, Teheran menanggapinya dengan tenang dan mengindikasikan tak ada niat membalas serangan tersebut.
Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir-Abdollahian mengatakan, pesawat nirawak yang digunakan di Isfahan itu adalah ”drone mini”. Ledakan tidak menimbulkan kerusakan atau korban jiwa.
”Media pendukung rezim Zionis dalam keputusasaan mencoba meraih kemenangan dari kekalahan mereka, sementara mini drone yang jatuh tidak menimbulkan kerusakan atau korban jiwa,” kata Amir-Abdollahian, seperti dikutip media Iran.
Media dan pejabat Iran menggambarkan rangkaian ledakan berasal dari pertahanan udara yang menghantam tiga drone di Isfahan, Iran tengah. Mereka menyebut insiden itu sebagai serangan yang dilakukan oleh penyusup, bukan oleh Israel, sehingga tidak perlu adanya pembalasan.
Seorang pejabat senior Iran mengatakan kepada Reuters bahwa tidak ada rencana untuk membalas Israel atas insiden tersebut. ”Sumber asing dalam insiden ini belum dapat dikonfirmasi. Kami belum menerima serangan dari luar dan diskusi lebih mengarah pada infiltrasi dibandingkan serangan,” kata pejabat tersebut.
Israel tidak mengatakan apa pun tentang ledakan di Isfahan itu. Washington menolak ikut campur. Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan bahwa AS berkomitmen terhadap keamanan Israel, tetapi tidak terlibat dalam operasi ofensif apa pun. Ia menolak berkomentar lebih lanjut. Gedung Putih juga mengatakan pihaknya tidak memberikan komentar.
Dalam sebuah pernyataan, Pentagon menyebutkan Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin telah berbicara dengan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant pada Jumat. Namun, pernyataan itu tidak menyebutkan Iran secara spesifik. Keduanya disebutkan membahas sejumlah isu keamanan, termasuk upaya untuk menjaga stabilitas regional.
Sejauh ini, Israel belum memberi pernyataan apa pun soal ledakan di Iran. Media Israel menghindari mengutip pejabat Israel secara langsung dan hanya merujuk laporan media asing yang mengutip sumber-sumber Israel yang mengonfirmasi bahwa Israel berada di balik serangan tersebut.
Sejak serangan 300 drone dan rudal Iran ke Israel pada 1 April lalu, para pemimpin dunia mendesak seluruh pihak untuk menahan diri. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari eskalasi konflik yang lebih besar di Timur Tengah. (AFP/REUTERS)