AS Bahas Sanksi Baru bagi Iran, Israel Belum Putuskan Serangan Balasan
Rapat Kabinet Perang Israel berdebat soal Iran. Sanksi baru AS bertujuan melemahkan militer Iran dan produksi senjata.
Oleh
IRENE SARWINDANINGRUM
·4 menit baca
JERUSALEM, RABU — Israel terus mempertimbangkan serangan balasan terhadap Iran. Namun, rapat lanjutan kabinet perang Israel ditunda karena sekutu Barat tengah menggodok sanksi baru bagi Iran. Sanksi baru ini dimaksudkan untuk mencegah Israel melancarkan serangan balasan.
Sumber Pemerintah Israel menyatakan, sidang ketiga kabinet perang yang dijadwalkan pada Selasa (16/4/2024) waktu setempat atau Rabu (17/4/2024) waktu Indonesia ditunda sehari tanpa memberi alasan. Sejak serangan balasan Iran ke Israel pada akhir pekan lalu, kabinet perang Israel telah bersidang dua kali untuk menentukan langkah membalas Iran. Sidang itu diisi perdebatan internal kabinet sehingga belum ada keputusan.
Penasihat Dewan Keamanan Nasional AS Jake Sullivan mengatakan, AS segera menjatuhkan sanksi baru terhadap program rudal dan pesawat nirawak (drone) Iran. AS mengharapkan sekutu dan mitranya untuk mengikuti penjatuhan sanksi serupa.
”Dalam beberapa hari mendatang, Amerika Serikat akan menjatuhkan sanksi baru untuk Iran, di antaranya terkait program rudal dan drone serta Garda Revolusi dan Kementerian Pertahanan Iran. Kami mengharapkan sekutu dan mitra kami akan segera menerapkan sanksi mereka sendiri,” kata Sullivan dalam pernyataan yang diterbitkan pada Rabu (17/4/2024).
Hingga saat ini, Washington telah menjatuhkan sanksi kepada lebih dari 600 individu dan entitas yang terkait dengan Iran. Sullivan mengatakan, sanksi baru diharapkan akan memberi tekanan kuat untuk membendung Iran serta menurunkan kapasitas dan efektivitas militernya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengindikasikan tengah menyusun sanksi baru kepada Iran. Senada dengan itu, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell mengatakan, kantornya sedang mengupayakan sanksi serupa.
Departemen Keuangan AS tidak akan ragu untuk bekerja sama dengan sekutu AS guna terus mengganggu aktivitas Iran. ”Semua opsi untuk mengganggu pendanaan Iran akan dibahas,” kata Yellen tanpa memberi detail.
Kita harus menjauh dari tepi jurang.
Washington telah berupaya mengurangi kemampuan Iran untuk mengekspor minyak. Pejabat senior di Departemen Keuangan AS mengatakan, AS juga bekerja sama dengan mitranya di G7 untuk membatasi kemampuan Iran mengakses barang-barang yang dibutuhkan untuk membuat senjata.
Kerja sama ini juga digalang dengan negara-negara lain. ”Kami akan berbicara dengan semua pemasok utama di seluruh dunia,” kata pejabat itu.
Di Brussel, Belgia, para menteri luar negeri Uni Eropa menggelar pertemuan darurat. Sejumlah negara anggota mengusulkan sanksi kepada Iran berupa pembatasan yang diperluas. ”Kita harus menjauh dari tepi jurang,” kata Borrell.
Gertakan Israel
Iran menyerang Israel pada Minggu (14/4/2024) dengan lebih dari 300 rudal, drone, dan roket. Dampak serangan itu ringan. Satu anak berusia 7 tahun terluka dalam serangan. Sebagian besar serangan bisa dicegat oleh Israel, AS, koalisi Barat, dan Jordania. Diduga, Arab Saudi juga banyak menjatuhkan drone Iran yang memasuki wilayah udaranya sebagai bentuk pertahanan kawasan.
Serangan Iran ini merupakan balasan atas serangan Israel ke fasilitas diplomatik Iran di Damaskus, Suriah, yang menewaskan dua jenderal Iran pada 1 April 2024. Iran menyatakan, setiap serangan balasan dari Israel akan dibalas lebih keras dan lebih cepat.
Wakil Menteri Luar Negeri Iran Ali Bagheri Kani mengatakan, Teheran tidak akan lagi menunggu 12 hari untuk merespons.
Sejumlah pejabat Israel sudah menggertak akan membalas serangan ini. Salah satunya Kepala Staf Angkatan Bersenjata Israel Herzi Halevi yang bersumpah membalas serangan Iran. Namun, dengan terjadinya perdebatan di kabinet perang Israel, langkah selanjutnya belum diputuskan.
Serangan langsung Iran ke Israel merupakan tanda eskalasi konflik Timur Tengah yang berakar dari perang Israel-Hamas di Jalur Gaza yang telah berlangsung selama enam bulan. Para pemimpin dunia cemas hal ini akan memicu perang terbuka Israel dan sekutunya melawan Iran dan proksi-proksinya.
Mereka mendesak kedua belah pihak menurunkan ketegangan. Presiden AS Joe Biden mengatakan kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bahwa AS tidak akan berpartisipasi dalam serangan balasan Israel.
Posisi Israel dinilai lebih menguntungkan jika tak membalas Iran. Yoel Guzansky, peneliti senior pada Institute for National Security Studies, wadah pemikir di Tel Aviv, mengatakan, Israel akan mempertaruhkan sokongan pendukungnya jika bertindak. ”Israel mendapat untung jika tidak melancarkan serangan balasan. Namun, jika mereka menyerang, keuntungan ini akan hilang,” katanya.
Serangan balasan ke Iran berisiko memicu perang regional skala penuh. Serangan langsung ke wilayah Iran hampir pasti akan mengakibatkan serangan balik yang lebih besar.
Hal ini juga akan mendorong kelompok Hezbollah bertindak. Hezbollah, kelompok di Lebanon yang didukung Iran, memiliki persenjataan yang jauh lebih kuat daripada Hamas.
Sekitar 60.000 warga di Israel utara telah mengungsi karena bentrokan dengan Hezbollah. Pertempuran di kawasan itu akan mengakibatkan pengungsian yang lebih panjang bagi warga Israel.
Konflik langsung juga akan semakin melemahkan militer Israel, menghilangkan fokusnya dari Gaza, dan menghambat perekonomian Israel yang sudah lemah akibat perang. Setiap serangan ke Iran juga dapat melemahkan dukungan AS yang akhir-akhir ini sudah menurun terhadap Israel.
Tentara Israel jauh lebih unggul dibandingkan dengan tentara lain di kawasan itu. Selain berbagai persenjataan berteknologi tinggi, Israel juga punya pesawat tempur F35 yang dapat meluncurkan amunisi jarak jauh. Para ahli mengatakan, Israel memiliki kemampuan untuk menyerang langsung Iran atau proksinya di wilayah tersebut.
Namun, Iran juga tak bisa dipandang enteng. Fabian Hinz, pakar senjata dan peneliti pada Institut Internasional untuk Studi Strategis, mengatakan, Iran punya banyak lokasi rudal dan instalasi nuklir di bawah tanah yang sulit diserang. (AP/AFP/REUTERS)