Korsel Protes Keras Jepang Terkait Klaim Pulau Dokdo
Korea Selatan mendesak Jepang mencabut klaim atas Pulau Dokdo. Klaim itu masuk dalam Buku Biru Jepang.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·3 menit baca
SEOUL, SELASA - Hubungan Seoul dan Tokyo masih saja naik turun. Jepang kembali mengklaim wilayah teritorial Pulau Dokdo atau Pulau Takeshima dalam pernyataan terbaru yang dimuat pada Buku Biru atau Laporan Diplomatik Tahunan Jepang. Korea Selatan memprotes dengan keras hal itu. Seoul lantas memanggil Duta Besar Jepang di Korea Selatan.
Protes keras itu, mengutip Kantor Berita Korea Selatan Yonhap, diajukan oleh Kementerian Luar Negeri Korea Selatan, Selasa (16/4/2024). Kemenlu Korsel mengeluarkan pernyataan untuk membantah klaim Jepang atas pulau Dokdo (nama Korea) atau pulau Takeshima (nama Jepang) itu.
Mengutip dari The Korean Herald, Juru Bicara Kemlu Korsel Lim Soo-suk mengatakan, Korea Selatan memprotes keras pemerintah Jepang yang berulang kali memasukkan klaim kedaulatan yang tidak adil atas Dokdo. Lim menegaskan, Dokdo adalah bagian integral dari wilayah Korsel baik secara historis, geografis, dan berdasarkan hukum internasional.
“Pemerintah (Korea Selatan) mendesak pemerintah Jepang untuk segera mencabut klaim tersebut,” tegasnya.
Buku Biru
Buku Biru Diplomatik merupakan publikasi tahunan Kementerian Luar Negeri Jepang. Melalui buku biru itu, Kemenlu Jepang menguraikan tujuan dan kegiatan kebijakan luar negeri Jepang. Buku Biru Diplomatik terbaru dilaporkan ke Kabinet oleh Menteri Luar Negeri Yoko Kamikawa.
Salah satu pernyataan dalam Buku Biru Diplomatik Jepang terbaru itu adalah soal klaim wilayah Pulau Dokdo atau Taksehima. “Takeshima tidak dapat disangkal merupakan wilayah yang melekat pada Jepang baik berdasarkan fakta sejarah maupun berdasarkan hukum internasional," tegas Pemerintah Jepang sebagaimana tertulis dalam buku tersebut.
Dokumen diplomatik tersebut juga menegaskan kembali posisi Jepang. Tokyo menilai Korsel secara ilegal telah mengklaim Takeshima. Sebaliknya, menurut Seoul, kalim pihak Jepang tidak memiliki dasar hukum internasional. Klaim tersebut, seperti dilaporkan The Korean Herald, secara konsisten disertakan dalam dokumen diplomatik Jepang sejak tahun 2018.
Korsel juga membantah pernyataan tentang pendudukan itu. Korsel menegaskan, Korsel telah lama mempertahankan kendali efektif atas Dokdo dengan penempatan personel keamanan secara permanen di sana.
Melalui pernyataan itu, Pemerintah Korsel sekali lagi memperjelas, bahwa klaim apapun oleh Jepang atas mengenai tidak memengaruhi kedaulatan Korsel. "Kami dengan jelas menegaskan, kami akan terus merespons dengan tegas di masa depan,” demikian bunyi pernyataan itu.
Kemenlu Korsel juga memanggil Taisuke Mibae, Wakil Kepala Misi Kedutaan Besar Jepang di Seoul, pada Selasa pagi. Mibae dipanggil oleh Seo Min-jung, Direktur Jenderal Urusan Asia dan Pasifik Kemenlu Korsel. Namun Mibae tidak menanggapi pertanyaan media terkait protes itu.
Merujuk pada laman resmi Kemlu Jepang, Jepang sudah menguasai pulau Takeshima sejak pertengahan abad 17 dan menegaskan kembali kedaulatan Jepang di pulau itu pada awal 1900.
Perseteruan antara Korsel dan Jepang terkait klaim atas pulau yang disengketakan itu terjadi usai Perang Dunia II. Selain dikenal sebagai pulau vulkanik, Dokdo yang terletak di ujung timur Korsel itu memiliki sumber air minum.
Mitra penting
Meskipun mengundang protes, dalam Buku Biru Diplomatik terbaru, Jepang juga menyebut Korsel sebagai negara tetangga yang penting.
Jepang menggarisbawahi pentingnya memperluas kerja sama dan kolaborasi di berbagai bidang dan bekerja sama sebagai mitra untuk membuka jalan bagi era baru. Sebutan Korsel sebagai mitra oleh Jepang itu juga muncul untuk pertama kalinya sejak Buku Biru Diplomatik tahun 2010.
Dalam buku itu Jepang juga menyatakan, bahwa belum pernah ada saat dimana kerja sama yang erat antara kedua negara lebih diperlukan dibandingkan saat ini, mengingat lingkungan keamanan yang menantang di kawasan Indo-Pasifik. Jepang menyoroti pentingnya Jepang dan Korsel meningkatkan kerja sama dalam isu-isu global, seiring kembalinya hubungan bilateral ke jalur yang lebih baik. (REUTERS)