Sochi, Nyala Semangat di Tepi Laut Hitam
Berada di pesisir Laut Hitam, Sochi dikenal luas sebagai resor musim panas. Dari benteng kuno, Sochi menjadi kota modern
Seperti duka Rusia, Sochi di akhir musim dingin masih berselimut langit kelabu. Hingga tengah hari, cahaya matahari masih belum sanggup menyingkap ‘tirai’ awan itu. Saat petang tiba, gerimis datang diiringi angin yang berhembus cukup kencang.
“Namun saat musim panas Sochi menjadi tuan rumah bagi ribuan pelancong,” kata Alex, seorang warga Rusia.
Berada di pesisir Laut Hitam, Sochi dikenal luas sebagai resor musim panas. Selain sejumlah vila yang dibangun berderet di sepanjang pantai, dan bangunan neoklasik abad ke-20 seperti Winter Theatre (Zimniy Teatr), Sochi juga memiliki banyak gedung baru yang cukup menarik, bahkan modern kontemporer “peninggalan” seperti sejumlah arena olah raga dan permukiman. Pada tahun 2014, Sochi adalah tuan rumah bagi Olimpiade Musim Dingin 2014.
Baca juga: Rusia Tenggelam dalam Duka
Ketika bertandang ke Sochi pada akhir Maret ini, suhu udara kota itu masih cukup dingin. Rata-rata pada pagi hari, suhu berkisar antara 4-6 derajat Celsius. Puncak Pegunungan Kaukasus yang berjarak sekitar 70 kilometer di sisi utara kota itu pun tampak tertutup salju.
Meskipun demikian, sekitar seribuan tamu undangan dan peserta Atomexpo 2024 yang digelar di kampus Unversitas Sirius, Sochi mampu menghangatkan suasana. Awalnya sejumlah pihak sempat meragukannya, terlebih dua hari menjelang pembukaan, teror terjadi di Balai Kota Crocus, Moskwa. Sebanyak 139 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka dalam serangan tersebut.
Dalam acara pembukaan Atomexpo 2024, Minggu (24/3/2024), Direktur Jenderal Rosatom (BUMN di bidang energi nuklir Rusia), Alexey Likhachev mengajak semua undangan dan peserta mengheningkan cipta. Serangan itu, menurutnya tidak mematahkan semangat dan langkah Rusia serta mitra-mitranya untuk terus berkembang dan maju. Dan pameran yang digelar oleh Rosatom itu pun berjalan dengan lancar. Memang sejumlah acara yang awalnya dirancang lebih meriah dan berwarna, sedikit dirombak, dikemas menjadi lebih sederhana. Perubahan itu turut menandai masa perkabungan nasional.
Baca juga: Russia Continues to Spur the Development of Modular Nuclear Reactors
Pasca serangan terjadi, Sochi yang biasanya gempita memang menjadi lengang. Kota yang berjarak sekitar 1.600 kilometer di utara Moskwa itu pun tenggelam dalam keheningan.
Sejarah
Merujuk sejumlah sumber seperti Britannica.com, Rusmania.com, dan laman resmi Universitas Negeri Sochi, kota itu telah berdiri sejak era tahun 1800an di lokasi bekas benteng Navaginskoe dan mulai berkembang sebagai kawasan resor pada tahun 1902.
Sebagai akibat perang Rusia dengan Kesultanan Utsmaniyah (1828-1829), Rusia berhasil menguasai pantai utara Laut Hitam berdasarkan Perjanjian Adrianople pada tahun 1829. Untuk melindungi wilayah barunya, Rusia membangun benteng di sepanjang pantai yang dihuni oleh suku Adyghe.
Pada tahun 1838 muara Sungai Sochi direbut oleh Rusia dan pekerjaan pembangunan benteng dimulai di sana. Peristiwa ini dianggap sebagai berdirinya kota. Benteng ini diberi nama Aleksandria karena peletakan batu pertama dilakukan pada hari ulang tahun Permaisuri Aleksandra Fyodorovna (permaisuri Tsar Nicholas I). Pada tahun 1839 benteng ini berganti nama menjadi benteng Navaginskoe, sempat ditinggalkan karena perang di Eropa, pada tahun 1864 benteng ini dibangun kembali dan diberi nama Post Dakhovsky.
Daerah tersebut kemudian dihuni oleh orang-orang dari seluruh Kekaisaran Rusia. Pada tahun 1874 Post Dakhovsky berganti nama menjadi Dakhovsky Posad setelah pembangunan Gereja St Michael. Merujuk Rusmania.com, pada tahun 1896 pemukiman tersebut diubah namanya menjadi Sochi, diambil dari nama Sungai Sochi. Kota itu masuk dalam wilayah Gubernur Laut Hitam.
Baca juga: Anak Indonesia di Piala Dunia FIFA 2018 Rusia
Didukung letak geografisnya yang berada di dataran di bawah lembah Pegunungan Kaukasus, dan persis di tepi pantai Laut Hitam, Sochi “bak Mutiara” yang mengundang kekaguman siapa saja.
Ditunjang oleh sumber-sumber mata air mineral, pemandangan yang indah, udara yang bersih, serta iklim subtropis yang hangat, Sochi berkembang menjadi tempat tujuan wisata populer bagi warga Rusia. Selain lusinan hotel dan vila tepi pantai, Sochi pun memiliki sejumlah tempat perkemahan, Cagar Alam Kavkazsky, dan 50 sanatorium. Sanatorium pertama dibangun pada tahun 1909 dan ditetapkan sebagai kota resor pada tahun 1917.
Setelah itu, Sochi pun terus berkembang menjadi tujuan populer wisata pantai bagi warga Rusia. Dan yang unik, pada tahun 2007, Sochi – kota yang berada di tepi pantai itu – terpilih menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Dingin 2014. Tentu, hal itu terjadi karena Sochi juga memiki arena ski yang luas di "Roza Khutor" di Krasnaya Polyana, sekitar 60 kilometer dari pusat kota Sochi.
Setelah terpilih menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Dingin 2014 itulah pembangunan digenjot, stadion dan hotel baru didirikan. Pembangunan besar-besaran itu membuat wajah Sochi menjadi lebih modern. Selepas menjadi tuan rumah olimpiade musim dingin, pada tahun 2018, Sochi pun menjadi salah satu arena penyelenggaraan Final Piala Dunia FIFA 2018 di Rusia.
Berkat beragam perhelatan kelas dunia itu membuat Sochi yang sebelumnya hanya populer bagi warga Rusia, kini kian dikenal luas hingga ke manca negara. Menurut catatan dalam laman Universitas Negeri Sochi, kota yang dijuluki "Ibukota Musim Panas" atau “Mutiara Laut Hitam” itu, setiap tahun menarik lebih dari empat juta pelancong. “Dari Mei hingga September, populasi Sochi setidaknya berlipat ganda dengan banyaknya wisatawan, termasuk selebriti dan elit politik negara tersebut,” tulis laman tersebut.
Meskipun di pengujung Maret ini musim dingin masih menyisakan beku, dan serangan teror membuat Rusia berduka, Sochi tetap bergurat semangat. Penyelenggaraan Atomexpo 2024 yang dihadiri banyak perwakilan dari sejumlah negara seperti China, Bangladesh, Myanmar, Vietnam, Bolivia, termasuk Indonesia menandai keinginan dunia untuk menapak lebih jauh ke depan.
Seperti Sochi yang berkembang dari benteng menjadi kota modern, dunia pun ingin mengubah diri dari yang semula bergantung pada energi berbahan dasar fosil, menjadi berbasis nuklir atau energi ramah lingkungan lainnya. Karena kemajuan harus diraih, bukan diberikan…