Halalbihalal Karyawan Kompas Gramedia, Habib Ja’far Sebut Toleransi Menghidupkan Kehidupan
Toleransi menjadi landasan yang harus terus dibangun dalam hidup bermasyarakat.
Oleh
DEONISIA ARLINTA, ADI PRINANTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Toleransi menjadi kekuatan dan landasan dalam hidup bermasyarakat. Dalam hidup beragama pun, toleransi menjadi sebuah keniscayaan yang harus dilakukan. Toleransi menjadi ajaran yang menghidupkan kehidupan.
Hal itu disampaikan oleh pendakwah milenial Husein Ja’far Al Hadar atau yang kerap disapa Habib Ja’far saat ditemui setelah acara Halalbihalal Idul Fitri 1445 Hijriah Karyawan Kompas Gramedia di Jakarta, Rabu (8/5/2024). Dalam acara bertema ”Membangun Kehidupan Penuh Cinta dan Perdamaian” itu, Habib Ja’far juga memberikan tausiah.
Habib Ja’far menyampaikan, toleransi menjadi salah satu ajaran Islam yang perlu dimaknai dengan baik oleh setiap umat. Toleransi pun menjadi suatu keniscayaan bagi setiap orang yang hidup di dunia, khususnya bagi masyarakat di Indonesia yang hidup dalam keragaman.
”Tanpa toleransi kita tak bisa hidup bersama dengan mereka yang berbeda. Karena itu, dari awal, agama telah menjadikan toleransi sebagai ajaran untuk memberikan kehidupan,” kata lulusan Magister Ilmu Al Quran Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah tersebut.
Ia menuturkan, agama tidak hanya bertujuan untuk memberikan kehidupan di akhirat melalui ibadah vertikal, tetapi perlu dilakukan pula melalui ibadah horizontal. Itu artinya, setiap umat diharapkan untuk melakukan ibadah sosial dengan hidup bersama secara aman dan nyaman di dunia.
Tanpa adanya toleransi, maka kita tidak bisa hidup bersama dengan mereka yang berbeda. Karena itu, dari awal, agama telah menjadikan toleransi sebagai ajaran untuk memberikan kehidupan.
Menurut Ja’far, toleransi dapat dipraktikan melalui berbagai cara. Toleransi dapat dijadikan tema-tema dalam ceramah keagamaan. Selain itu, toleransi bisa diwujudkan oleh setiap pribadi, mulai dari ruang privasi. Sering kali seseorang bicara mengenai toleransi di ruang publik, tetapi kenyataannya itu tidak tecerminkan dalam dirinya sendiri. Toleransi dalam bentuk simbolik juga bisa digerakkan menjadi nilai kehidupan.
”Toleransi bisa dilakukan lewat sikap kita secara politik terhadap orang yang berbeda dengan kita. Sikap kita di media sosial terhadap orang yang berbeda dengan kita. Itu bahkan termasuk sikap kita sebagai suporter bola atau juga pada perbedaan dalam memakan bubur yang diaduk dan tidak,” tuturnya.
Dalam ceramahnya pada Halalbihalal Kompas Gramedia di Bentara Budaya Jakarta, Rabu (8/5/2024), Habib Ja’far menyampaikan bahwa dalam konsep Islam sebagai rahmatan lil alamin, ditetapkan bahwa Islam menjadi agama rahmat bagi semua kehidupan. ”Kalau disebut rahmat bagi semua kehidupan, maka itu berarti tidak hanya bagi Muslim,” tuturnya.
Namun, Islam juga seharusnya menjadi rahmat bagi semua manusia, bahkan juga untuk semua makhluk hidup, termasuk hewan dan tumbuhan. Terkait hal inilah kaum Muslim perlu lebih mendalami hakikat Islam sebagai agama perdamaian.
”Di saat perang sekalipun, tempat ibadah dan pemuka agama dan orang-orang yang beribadah di dalamnya wajib dilindungi. Jika ada gereja, maka gereja dan pastor serta jemaah di dalamnya harus dilindungi. Begitu pula dengan tempat ibadah lainnya,” tegas Habib Ja’far.
Dia menambahkan, jika di tengah suasana damai justru terjadi penghalangan terhadap umat beragama untuk beribadah sesuai agama dan kepercayaannya, saat itulah terjadi pengingkaran terhadap hakikat Islam sebagai agama perdamaian.
”Orang Islam tidak selamanya representasi keislaman. Bahkan, bisa jadi karakter keislaman terwujud dari pemeluk agama selain Islam. Saya bisa saja melihat Islam di Paris meski tidak melihat orang Islam di sana. Tetapi ironisnya, bisa saja saya tidak menemukan suasana islami di tengah lingkungan yang mayoritas pemeluk Islam,” ucap dia.
Halalbihalal, sebagai wujud kecerdasan umat Islam Indonesia untuk membuat forum silaturahmi pasca-Idul Fitri, juga diharapkan tetap menjadi forum yang penuh manfaat. Jangan sampai, kata Habib Ja’far, halalbihalal justru diwarnai ucapan dan tindakan yang justru kontradiktif dengan prinsip-prinsip silaturahmi.
”Apa saja, ucapan atau tindakan yang berlawanan dengan prinsip silaturahmi? Ada beberapa yang sering saya lihat, saya dengar, dan saya temui. Misalnya, menyombongkan diri atau menggunjingkan keburukan orang lain,” tambahnya.