Sebagian Besar Anak Mengakses Internet, Perlindungan Diperkuat
Hampir 90 persen anak Indonesia telah menggunakan internet. Mereka harus dilindungi dari dampak negatif dunia maya.
Oleh
STEPHANUS ARANDITIO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah akan menyiapkan aturan terbaru untuk mencegah terjadinya kekerasan terhadap anak di ranah dalam jaringan atau daring, termasuk di gim daring. Aturan ini menjadi bagian dari peta jalan dalam upaya pencegahan dan penanganan dampak negatif dari internet.
Deputi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan Woro Srihastuti Sulistyaningrum menjelaskan, aturan ini sedang disiapkan dalam bentuk peraturan presiden untuk memberikan pedoman dan mekanisme yang jelas bagi semua pihak yang terlibat dalam perlindungan anak di ranah daring. Pihak-pihak tersebut meliputi anak, orangtua, guru, pengasuh, penyedia layanan internet, aparat penegak hukum, dan organisasi masyarakat sipil.
Mereka akan menggodok aturan demi melindungi anak yang semakin akrab dengan gawai. Data Badan Pusat Statistik tahun 2021 menunjukkan, 89 persen anak usia lima tahun ke atas mengakses internet untuk media sosial dan hanya 33 persen di antaranya yang mengakses internet untuk mengerjakan tugas sekolah.
”Kalau kita lihat memang 90 persen lebih anak-anak kita menggunakan internet. Jadi mau tidak mau memang perlindungan terhadap anak-anak kita di ranah jaringan ini harus menjadi satu hal yang kita kawal,” kata Woro di Jakarta, Senin (22/4/2024).
Aturan ini akan melibatkan berbagai kementerian/lembaga, seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Badan Siber dan Sandi Negara, hingga Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.
Woro juga mengungkit bahwa kasus kekerasan anak di dalam jaringan semakin memprihatinkan. Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak di Kementerian PPPA menunjukkan, angka kekerasan anak terus meningkat dari 16.106 pada 2022 menjadi 18.175 kasus pada 2023.
Aturan ini tidak hanya menyasar pada gim daring melainkan turut mengatur tata cara pendaftaran gim hingga mendapatkan izin distribusi di Indonesia.
Menurut dia, perpres ini nantinya akan menitikberatkan pada penguatan pengasuhan orangtua dan penanganan kasus. Kemudahan anak untuk mengakses internet tanpa pendampingan bisa membuat anak rentan pada dampak negatifnya. Mulai dari perundungan digital, kekerasan seksual daring (sextortion), penipuan, hingga eksploitasi anak.
”Pada akhirnya ini melihat hulu dan muaranya, dan ujung-ujungnya kepada keluarga,” ucapnya.
Salah satu upaya lain untuk melindungi anak dari kekerasan di internet melalui aturan ini nantinya adalah rencana mengeblok gim daring yang berpengaruh buruk untuk anak. Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA Nahar mengatakan, gim yang mengandung kekerasan berpotensi berdampak buruk pada perkembangan mental dan perilaku anak dan remaja.
”Kami sedang menyempurnakan berbagai regulasi-regulasi yang berkaitan perlindungan anak di ranah digital atau online. Nantinya, laporan atau dokumen bersifat pencegahan bisa dijadikan aduan penanganan,” kata Nahar.
Nahar juga menegaskan bahwa aturan ini tidak hanya menyasar pada gim daring, tetapi juga turut mengatur tata cara pendaftaran gim hingga mendapatkan izin distribusi di Indonesia. Menurut dia, aturan ini bukan bertujuan untuk membatasi anak-anak dalam mengakses internet, tetapi konten internet yang diakses harus sesuatu yang positif.
Sementara itu, anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Kawiyan menyambut baik rencana pemerintah untuk melindungi anak dari kekerasan di ranah daring ini, terutama melalui gim daring. Pemerintah didorong untuk membuat sistem atau aturan bahwa anak usia di bawah 18 tahun tidak dapat mengakses gim dewasa yang mungkin berisi kekerasan, pornografi, dan judi daring.
”Regulasi tersebut juga harus dapat mengikat atau mewajibkan para operator/penyedia jasa game online dengan sanksi yang tegas,” kata Kawiyan.
Kawiyan mengungkapkan, rancangan perpres tersebut saat ini tengah dalam proses harmonisasi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. KPAI berharap dengan banyaknya peraturan perundangan tentang perlindungan anak di ranah daring, baik yang spesifik maupun yang genenal, anak-anak Indonesia akan terlindungi.