"Jangan Sentuh Anak Saya Saat Lebaran!" Menjaga Kesehatan Anak saat Silaturahmi
Kebiasaan membelai anak lain ketika Lebaran sebaiknya dikurangi karena berisiko menularkan penyakit.
Oleh
STEPHANUS ARANDITIO
·4 menit baca
Munirah (29) tidak mau lagi mengulangi penyesalan yang sama dengan momen silaturahmi Lebaran sebelumnya. Dia kini mencoba berani lebih tegas untuk mengatakan "Jangan sentuh anak saya!" kepada sanak saudaranya.
Pesan ultimatum itu sudah disebarkan Munirah menjelang hari raya Idul Fitri 1445 Hijriah yang jatuh pada Rabu (10/4/2024). Kepada keluarga ia sampaikan melalui grup percakapan keluarga, sementara untuk teman-teman melalui media sosial.
Pesan itu meminta orang-orang yang akan bertemu dengannya untuk menjaga jarak dengan bayinya. Kali ini dia tak peduli akan dicap sombong atau tidak menghormati orangtua karena keselamatan anak jauh lebih penting.
"Sekarang saya berani melarang langsung di tempat, tersinggung tidak apa-apa. Jadi sekarang sudah ultimatum jauh-jauh hari by status di Instagram, status Whatsapp. Biarin deh pas ketemu di-gak enakin," kata Munirah.
Kalaupun masih ada orang yang tidak sadar diri dan mau mendekati anaknya, dia sudah menyiapkan strategi untuk menghindari anak kontak dengan orang lain. Misalnya dengan menghadapkan bayinya ke arahnya atau menegur langsung orang yang mendekat.
Dia tak mau lagi kecolongan pada Lebaran tahun ini dalam melindungi anak keduanya yang masih berusia tujuh bulan dari sentuhan, bahkan ciuman orang dewasa yang tidak sadar tindakannya bisa menularkan penyakit. Sebab, anak pertamanya sudah pernah menjadi korban.
"Anakku yang pertama awalnya sehat waktu tinggal di Solo (Jawa Tengah). Habis kumpul Lebaran, enggak lama kemudian batuk-batuk, malas makan, berat badan stuck. Waktu dicek lab ternyata TB (tuberkulosis)," kata warga Depok, Jawa Barat ini.
Saat Lebaran dulu, anak pertamanya selalu menjadi pusat perhatian. Ia digendong, dipegang-pegang, dan diciumi oleh keluarga besarnya. Munirah yang masih orangtua baru tidak mampu berbuat banyak dan takut dianggap sombong oleh keluarga.
Padahal, dalam hati ia waswas. Dia tidak tahu om, tante, kakek, dan nenek sang anak itu baru memegang apa dan sedang dalam kondisi kesehatan yang bagaimana. Saat didiagnosis TB pun, Munirah hanya bisa menyalahkan diri sendiri.
"Dua tahun terakhir, kesalahan terbesar sebagai seorang ibu adalah memilih cari aman dan damai di acara keluarga, sementara anakku kalau mau dan bisa ngomong mungkin bilang 'Mama, tolong aku dong!'," ucapnya.
Mendidik keluarga
Kekhawatiran yang sama juga dirasakan oleh Faradila (35) terhadap anak pertamanya yang masih berusia lima bulan. Ini pertama kalinya ia merayakan kumpul Lebaran bersama anak ke kampung halamannya di Magelang, Jawa Tengah.
Di keluarga besarnya ada tradisi kumpul trah setelah shalat Idul Fitri dan ia khawatir putrinya akan dipegang-pegang oleh banyak orang. Untuk itu, orangtua baru ini akan mencoba berani menolak sekaligus mengedukasi keluarganya bahwa kebiasaan menyentuh bayi sembarangan tidak baik.
"Bingung juga nanti menolaknya, paling dibercandain saja, 'awas itu kumisnya, Pakde' atau 'itu lipstiknya nanti nempel, Bude'. Biar mereka orangtua ini enggak tersinggung," kata Faradila.
Penting untuk melindungi anak-anak dengan imunisasi lengkap dan PHBS (Perilaku Hidup Bersih Sehat)
Orang lain seharusnya menghormati sikap Munirah dan Faradila, serta lebih mawas diri. Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso menjelaskan, anak-anak, khususnya bayi berada pada peningkatan risiko terkena penyakit menular tertinggi.
Hal ini dikarenakan sistem kekebalan tubuh yang belum berkembang dengan baik dan biasanya belum mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Kondisi ini meningkatkan risiko menyebarkan virus atau bakteri yang berbahaya untuk kesehatan si kecil.
"Jadi, sebaiknya kebiasaan menyentuh anak-anak itu dikurangi, walau sulit karena sudah menjadi tradisi. Penting untuk melindungi anak-anak dengan imunisasi lengkap dan PHBS (Perilaku Hidup Bersih Sehat)," kata Piprim.
Menurut Piprim, paparan kuman memang bisa membangun sistem kekebalan tubuh pada anak. Alasannya karena sistem imunitas akan mencari cara mempertahankan diri.
Nantinya, saat kuman yang sama menyerang, tubuh siap melawan dan tidak sakit. Namun, kondisi tersebut tak bisa dijadikan pembenaran untuk membiarkan anak terkena kuman dengan sembarangan disentuh.
Risiko penyakit
Bayi yang disentuh sembarangan bisa tertular berbagai macam penyakit. TB seperti bayinya Munirah adalah salah satunya. Ada pula risiko penyakit herpes oral atau luka dingin akibat virus herpes simplex tipe 1 (HSV 1). Penyakit ini sangat berbahaya jika terjadi pada bayi akibat dicium orang lain.
HSV 1 dapat ditularkan melalui kecupan, bahkan hanya kecupan pada tangan. Gejalanya, dimulai dari luka lecet di sekitar bibir dan mulut bayi, kemudian menyebar ke bagian wajah yang antara lain adalah hidung, pipi, dan dagu.
Penyakit umum lain akibat bayi sembarangan disentuh adalah penyakit tangan, kaki, dan mulut (PTKM). Demam, sariawan, bisul, dan ruam kulit di sekitar mulut, tangan, dan kaki merupakan tanda anak tertular penyakit ini. PTKM dapat mengakibatkan masalah pada bayi yang memiliki sistem kekebalan tubuh lebih lemah.
Produk perawatan kulit dan kosmetik yang menempel pada orang dewasa juga bisa memicu alergi pada bayi. Bahan kimianya dapat membuat iritasi kulit atau reaksi alergi.
Terlebih lagi bagi para perokok. Sebaiknya tidak memegang bayi setelah merokok, apalagi saat merokok. Sebab, partikel asap rokok bisa menempel di badan selama berhari-hari jika tak segera membersihkan diri.
Oleh karena itu, jika orang ingin menyentuh atau mencium bayi saat silaturahmi lebaran nanti sebaiknya pastikan kondisi sehat dan tangan benar-benar bersih. Jangan lupa juga meminta izin dari orangtua bayi terlebih dulu sebelum menyentuhnya.