Pedoman Pengupahan Marbot Masjid Akan Segera Diterbitkan
Kementerian Agama akan segera menerbitkan pedoman pengupahan bagi marbot masjid untuk turut menyejahterakan mereka.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Marbot masjid perlu mendapat perhatian dan kesejahteraan khususnya dari pemerintah meski pekerjaan mereka bersifat sukarela. Pemerintah melalui Kementerian Agama berupaya menyejahterakan mereka salah satunya dengan menerbitkan pedoman pengupahan bagi marbot masjid.
Guru Besar Bidang Sosiolog Agama Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq, Jember, Khusna Amal, menyampaikan, marbot umumnya merupakan orang-orang yang mampu mengisi sektor pekerjaan informal. Sama dengan pekerjaan informal lainnya, jaminan kesejahteraan marbot rendah.
”Menjadi marbot bersifat sukarela dan tidak ada tekanan. Namun, marbot dapat dipahami sebagai pekerjaan informal yang kurang strategis karena upahnya tergantung dari kemampuan masjid dan jemaahnya. Untuk masjid di kota besar, kesejahteraan marbot lebih bagus,” ujarnya ketika dihubungi, Jumat (29/3/2024).
Khusna menilai, marbot sebenarnya pihak yang lemah dan tak punya hak untuk menuntut kesejahteraan mereka karena tidak ada kontrak dan bersifat sukarela.
Namun, secara sosiologis, idealnya pihak-pihak tertentu harus memperhatikan kesejahteraan marbot mengingat mereka sudah merawat masjid sehingga menjadikan ibadah jauh lebih nyaman.
Kesejahteraan ini juga perlu diperhatikan karena banyak marbot masjid yang memiliki beban kerja ganda.
Menjadi marbot bersifat sukarela dan tidak ada tekanan. Namun, marbot dipahami sebagai pekerjaan informal kurang strategis karena upahnya tergantung dari kemampuan masjid dan jemaahnya.
Selama ini, banyak marbot masjid yang dibebankan tata kelola, kebersihan, hingga keamanan masjid. Bentuk pekerjaannya pun mulai dari menyapu, mengepel, merawat taman, menjaga masjid di malam hari, hingga menggantikan peran muazin.
”Tanpa marbot menuntut, pihak-pihak tertentu dari masjid dan pemerintah daerah idealnya turut memperhatikan kesejahteraan mereka. Sebab, marbot tidak hanya tulang rusuk, tetapi juga tulang punggung bagi masjid yang memiliki beban kerja ganda,” tuturnya.
Partisipasi masyarakat
Direktur Jenderal Bina Masyarakat Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin mengakui, kesejahteraan marbot masjid masih menjadi pekerjaan rumah bersama. Meski masjid merupakan tempat ibadah milik masyarakat, pengelolaannya, termasuk di dalamnya terdapat marbot, tak bisa sepenuhnya diafirmasi negara.
”Partisipasi, kontribusi, dan kolaborasi dari masyarakat menjadi keharusan,” ujar Kamaruddin dalam wawancara dengan Kompas TV beberapa waktu lalu.
Mengingat perannya amat besar, Kamaruddin menyebut Kemenag akan terus berupaya menyejahterakan marbot. Salah satu upaya tersebut dilakukan dengan merancang dan akan segera menerbitkan pedoman pengupahan atau honorium bagi marbot masjid.
Menurut Kamaruddin, pengupahan bagi marbot bisa berasal dari berbagai sumber, antara lain Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota, serta sumber lain, seperti Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dan warga.
Besaran jumlah honorarium bagi marbot nantinya akan disesuaikan dengan tipologi masjid, seperti masjid negara, masjid raya, masjid agung, masjid besar, dan masjid jami. Selain itu, honorarium disesuaikan dengan pendapatan kas masjid bulanan.
Anggaran khusus marbot
Sekretaris Jenderal Dewan Masjid Indonesia (DMI) Imam Ad Daruquthni mengatakan, pengurus masjid sepatutnya mengalokasikan anggaran khusus untuk para marbot. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersama DMI juga membina hubungan kerja sama untuk mendukung kesejahteraan marbot masjid.
”Kami memberikan honorarium bagi marbot masjid-masjid di Jakarta dalam suatu bundel anggaran untuk BOTI atau bantuan operasional tempat ibadah. Ini tidak hanya untuk masjid, tetapi juga tempat-tempat ibadah berbagai agama yang ada,” ujarnya.
Saat ini, sejumlah pemerintah daerah juga mengalokasikan anggaran dalam APBD untuk memberikan dukungan dalam meningkatkan kesejahteraan marbot. Salah satunya yakni Pemerintah Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, yang mengalokasikan Rp 250 juta dari APBD untuk insentif bagi para marbot masjid se-Kabupaten Banyumas.
Melalui anggaran itu, tiap marbot di Banyumas mendapat insentif Rp 100.000 per bulan. Insentif itu dicairkan per semester atau enam bulan sekali sehingga tiap marbot mendapat Rp 600.000 per marbot. Dana insentif itu diberikan dengan tujuan agar marbot bisa lebih bersemangat memakmurkan masjid.
Sementara Pem Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, juga telah mengalokasikan anggaran Rp 11,7 miliar dari APBD. Anggaran tersebut dialokasikan untuk bantuan uang transportasi bagi sekitar 2.600 ustaz, ustazah, guru mengaji, dan marbot di Banjarmasin (Kompas, 28/3/2024).