Lebaran Menyala dengan Busana ”Shimmer”
Busana Lebaran ”shimmer” sedang tren di media sosial. Sudah ribuan lembar baju habis terjual.
Busana dengan bahan shimmer menjadi tren busana baru bagi sebagian kalangan untuk merayakan Lebaran 2024. Tak jelas bagaimana tren ini berkembang atau siapa yang memulainya. Namun, yang jelas, momen silaturahmi tahun ini akan gemerlap dengan sibakan gaun berkilau.
Dua hari menjelang Lebaran, pusat perbelanjaan Thamrin City di Jakarta dipadati para pembeli yang belum mendapat baju baru, Senin (8/4/2024). Ratusan kios menawarkan macam-macam busana, tetapi salah satu yang menyedot perhatian pembeli adalah busana berbahan shimmer.
Tak sedikit pengunjung yang berhenti untuk menyentuh deretan busana berbahan shimmer di rak paling depan. Ada lagi yang berhenti di salah satu kios hanya untuk berkata, ”Shimmer, shimmer,” mengikuti audio yang sedang populer di Tiktok.
Ya, busana berbahan shimmer sedang ngetren untuk sebagian orang. Shimmer merujuk ke salah satu jenis kain dengan efek berkilau jika terkena cahaya. Bahan ini berbeda dengan sequin yang juga bercahaya. Sequin berkilau karena cahaya terpantul dari payet yang dijahit di kain. Sementara itu, mengutip laman perusahaan penyedia kain Liba Fabrics, efek kilau pada kain shimmer diperoleh dari paduan benang rayon dan poliester.
Karyawan kios busana Sofiah di Thamrin City, Neni, menyebut, baju berbahan shimmer laku terjual menjelang Lebaran tahun ini. Dari 100-an potong baju shimmer, tersisa sekitar 20 potong baju di tokonya. ”Sisa yang ukuran jumbo. Yang ukuran standar sudah habis dibeli,” ujarnya.
Tokonya mulai menjual busana shimmer mulai sekitar dua pekan sebelum bulan Ramadhan. Busana dengan model gamis itu dijual dari harga Rp 200.000-an hingga Rp 400.000, tergantung kualitas bahan.
Bahan yang disebut shimmer premium dibanderol Rp 400.000-an, sementara bahan shimmer standar Rp 300.000-an. Bahan premium memiliki tekstur yang lebih halus dibanding bahan standar. Efek kilau pada bahan premium juga lebih kalem. Kain bahan premium juga terasa lebih ringan dan lebih ”jatuh” dari bahan standar.
Menurut Neni, banyak orang membeli gamis shimmer premium di tokonya. Adapun warna-warna yang diminati seperti krem, rose gold, hitam, abu-abu, dan hijau sage. Warna serupa ditemukan juga di kios-kios lain, tetapi berbeda harga. Gamis shimmer paling murah seharga Rp 200.000-an dan paling mahal minimal dijual Rp 500.000 atau lebih.
Walau viral di media sosial, nyatanya tak semua orang berminat dengan busana ini lantaran bahannya tidak menyerap keringat. Pemakai akan merasa gerah, terutama yang tinggal di daerah tropis dan tanpa penyejuk udara.
”Di toko saya, baju begitu laku banyak, kan rame di Tiktok. Anak saya juga ngajak seragaman pake gamis shimmer besok. Tapi, saya cuma mau pakai shalat Id saja. Setelah itu, saya ganti daster yang sejuk, he-he,” kata Elda (62), pemilik toko baju Imelda di ITC Cipulir, Selasa (9/4/2024).
Baca juga: Busana Beda Rasa untuk Hari Raya
Elda hanya menjual gamis shimmer kualitas terbaik seharga Rp 325.000, lalu turun hingga Rp 250.000 per potong karena pilihan warnanya tak lagi lengkap. Sementara itu, penjaga toko di Blok A ITC Cipulir, Entin (38), menyebut tersisa gamis shimmer putih tulang seharga Rp 230.000 di tokonya. Gamis lain habis terjual. Sebelumnya, tokonya mengirim berkodi-kodi pesanan busana shimmer ke Jawa dan Sumatera.
Produk hidup modern
Menanggapi melejitnya busana shimmer, pengajar fashion pada Akademi Seni Rupa dan Desain ISWI Jakarta, Tee Dina Midiani, menyatakan, tren itu sesuai dengan keinginan generasi Z yang lahir dan tumbuh di era kemajuan teknologi. Mereka adalah penganut gaya hidup mutakhir. Dalam keseharian, kelompok itu justru asing dengan proses dan tahapan kerja konvensional.
Apa yang ia sampaikan sejak tahun 2023 dirumuskan sebagai Fashion Trend Forecasting 2024-2025. Para penyusunnya selain Dina, juga para desainer fashion seperti Aldri Indrayana, Nuniek Mawardi, Amalia Sigit, Astri Lestari, Taruna K Kusmayadi, Stefanie, Daesy Christina, Shieni, dan Kristofer.
Fashion Trend Forecasting 2024-2025 bertajuk ”Resilient”, disusun berdasarkan dunia yang kini dipenuhi informasi yang banyak dan bertubi-tubi sehingga berlebihan. Ini memengaruhi gaya hidup dan pola pikir orang.
Kondisi terlalu penat, jenuh, itu melahirkan spirit baru yang mereka terjemahkan ke empat tema, yaitu heritage, fusion, spirit baru, dan cyberchic. ”Nah, tren baju shimmer ini bagian dari cyberchic,” ujar Dina, Senin.
Cyberchic merupakan buah karya generasi alpha yang lahir dan dibesarkan di tengah era teknologi dan informasi. Kekayaan menu dan fitur dalam perangkat komputer menjadi tantangan bagi kaum computer nerd untuk bereksperimen.
”Dengan pola pikir out-of-the box, mereka menemukan banyak kemungkinan baru, termasuk bereksperimen dalam mencipta busana,” kata Dina yang masuk tim untuk membenahi standar pendidikan mode bersama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Aneka rekayasa dalam pecah pola melahirkan bentuk-bentuk busana dekonstruktif, tidak lazim, dan sangat unik. Tak hanya terbatas pada pola, eksperimen, rekayasa juga dilakukan pada bahan. Pilihan jenis bahannya kaya, ada kombinasi dan rekayasa bahan yang mereka garap sehingga menampilkan kesan hi-tech pada tampilan keseluruhan.
Baca juga: Idul Fitri 2024 Kemungkinan Besar Sama
Jangan ikut arus
Dina menambahkan, berkreasi itu bagus, tetapi ia menyarankan agar orang tak hanya ikut arus, tetapi perlu mempertimbangkan unsur lain. Misalnya jenis bahan shimmer yang bukan serat dari alam sehingga berefek panas ke badan dan tak nyaman dipakai.
”Perlu juga ada edukasi tentang unsur estetis untuk tampil. Misalnya jika bahan baju sudah berkilau, ya enggak usah pakai payet lagi,” katanya, menyarankan.
Sementara itu, pendiri dan CEO jenama Kami, Istafiana Candarini, mengatakan, jenamanya memiliki acuan tersendiri saat memproduksi busana. Alih-alih hanya mengikuti tren di masyarakat, ia membaca perkiraan tren yang diolah WGSN (Worth Global Style Network), perusahaan penyedia layanan perkiraan tren mode global. Dari riset tren, ia memutuskan untuk membuat busana koleksi Lebaran dengan warna peach fuzz, elemental blue, dan krem.
Baca juga: Dari Pakaian hingga Ayam Jago Dibawa ke Kampung Halaman
Koleksi bertajuk ”Orva” itu memadukan berbagai material, seperti katin, organza, chiffon, dan satin. Koleksi itu menawarkan busana berpotongan longgar, tetapi tidak kebesaran sehingga penggunanya bebas bergerak. Kain yang digunakan pun ringan.
Istafiana tidak menggunakan bahan shimmer karena tak sesuai dengan identitas desain Kami. Ia pribadi mengakui bahwa sebagai desainer, ia tidak percaya diri mengenakan pakaian mengilap.
”Kelebihan bahan shimmer ini adalah show stopper atau mampu menarik perhatian orang. Kekurangannya, bahan ini enggak bisa dipakai terlalu lama karena tren yang viral biasanya enggak bertahan lama,” tuturnya.
Jadi, pilih shimmer atau tidak?