Anugerah Kampanye Kehumasan Terbaik untuk “Sandyakala Smara”
BBDF bersama Denny membawa pulang batik tulis kudus ke rumahnya setelah puluhan tahun hilang tertelan batik cap.
Oleh
SOELASTRI SOEKIRNO
·3 menit baca
Pergelaran “Sandyakala Smara”, kolaborasi Bakti Budaya Djarum Foundation (BBDF) dan perancang busana Denny Wirawan mendapat penghargaan emas pada Marketing-Interactive Public Relations (PR) Awards 2024 di Singapura akhir pekan lalu. Marketing–Interactive PR Award merupakan penghargaan bagi praktisi kehumasan bergengsi di kawasan Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Oseania.
“Sandyakala Smara” adalah nama acara peragaan busana yang menceritakan perjalanan batikkudus di Jawa Tengah dari masa ke masa. Acara yang diadakan 6 September 2023 lalu di rumah adat kudus Yasa Amrta di Kudus, Jawa Tengah, tersebut memamerkan keindahan ratusan kain batik kudus.
Yang istimewa dari pergelaran tersebut, BBDF bersama Denny berhasil membawa batik tulis kudus pulang ke rumahnya setelah puluhan tahun hilang tertelan industri batik cap. Keberadaan mesin-mesin batik yang menghasilkan kain batik cap secara cepat dan murah sejak tahun 1980-an telah menghancurkan kehidupan artisan batik tulis di Kudus.
Upaya menjadikan batik kudus sebagai tuan rumah di wilayahnya sendiri dilakukan BBDF sejak 2010 dengan kembali menghidupkan keterampilan artisan batik kudus. Berbagai pendampingan pun dilakukan kepada para artisan batik setempat.
Para juri independen dari kalangan industri dan pakar komunikasi senior melihat dalam gelaran itu termuat elemen-elemen kreatif dan inovatif, eksekusi yang sukses, dan mampu membuktikan kemampuan kampanye untuk meningkatkan kesadaran publik tentang program di media. Mereka kemudian memilih “Sandyakala Smara” sebagai peraih emas untuk kategori Best PR Campaign: Fashion & Apparel.
Renitasari Adrian, Program Director BBDF menyebut, penghargaan itu memperkuat posisi BBDF dalam mempromosikan dan melestarikan kekayaan budaya Indonesia di kancah internasional.
Lewat layanan pesan singkat dari Tokyo, Jepang, pada Rabu (27/3/2024), Renita menceritakan ide dasar pergelaran adalah keprihatinan tentang nasib malang batik tulis kudus. Selain ingin mengembalikan kejayaan batik kudus, pihaknya mengangkat usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) unggulan agar dikenal secara lebih luas.
Peragaan busana batik kudus oleh Denny Wirawan semula akan diadakan di Jakarta tahun 2020, tetapi pandemi Covid-19 membuat rencana tertunda, padahal persiapan produksi kain sudah dimulai sejak 2019 oleh artisan batik kelompok Alfa Shoofa Batik Kudus pimpinan Ummu.
Ketika pandemi usai, Renita melihat tempat acara yang sudah direncanakan ternyata kurang memadai. “Venue awal dirasakan kurang pas. Muncul ide ingin membuat lebih intimate dan konsep yang berbeda dari acara fashion sebelumnya,” jelasnya.
Saat sedang mencari tempat lain yang lebih tepat, ia merasa terbimbing oleh semesta. Ketika itu rumah adat Kudus Yasa Amrta barurampung. “Kami merasa (tempat itu) sangat sesuai, apalagi selama ini kami memang ingin sekali memperkenalkan langsung kekayaan kearifan lokal kota Kudus,” tambah Renita.
Persiapan acara dilakukan sekitar 10 bulan. Dengan kapasitas rumah yang maksimal hanya mampu menampung 250 tamu dari Jakarta, ia beserta tim kemudian menyelenggarakan acara “Sandhyakala Smara” di Yasa Amrta, Kudus
“Pemilihan Kudus sebagai tempat pergelaran juga agar menginspirasi daerah lain, bahwa ternyata membuat event tak harus di kota besar seperti Jakarta. Kota kecil seperti Kudus juga bisa selama perencanaannya matang,” tutur Renita.
Terbayarkan
Denny Wirawan secara terpisah mengungkapkan rasa bangga dan bahagianya atas kemenangan tersebut. Ia dan Renita hadir pada penyerahan penghargaan tersebut. “Sangat senang dan bangga, hasil kerja keras saya dan semua pihak yang terlibat untuk mengangkat batik kudus mendapat apresiasi yang baik bahkan di kancah internasional. Semua keringat dan airmata yang tercurah terbayarkan,” tutur Denny pada Rabu (27/3/2024) petang di Jakarta.
Di sela kehadirannya di acara berbuka puasa, Denny menceritakan, proses pengerjaan batik memakan waktu selama tiga tahun dari 2019 – 2021. Sedangkan proses pengerjaan baju-bajunya kurang lebih enam bulan.
“Konsep dan tema dari koleksi batik kudus sepenuhnya dari saya, tetapi konsep untuk tampilan show di Kudus, dikerjakan bersama mbak Renita dan tim,” urai Denny.
Pada pergelaran busana di halaman depan rumah kudus berusia lebih dari 100 tahun itu, Denny menghadirkan Happy Salma yang membawakan puisi berisi uraian singkat kejayaan batik kudus, nasibnya yang malang lalu upaya kebangkitannya dan berjaya di daerahnya sendiri.
Para model kala itu membawakan 70 look berupa gaun, setelan, kebaya encim dan kain batik kudus yang dibuat dari 200 lembar kain batik kudus dengan gaya peranakan, busana modern hingga busana kaum Tionghoaera dahulu kala.
Acara tersebut selain melibatkan banyak artisan batik tulis di Kudus, juga menampilkan aksesori karya Eliana Putri Antonio dari EPA Jewel yang membuat 200 aksesori berupa tusuk konde, mahkota, jepitan rambut, dan bros bagi para model.
Acara juga melibatkan Agam Riadi, kolektor batik dan desainer interior, Intan Prisanti dan Desire Siregar, desainer tekstil alumnus Institut Teknologi Bandung sampai Tjahjo, artisan batik Pekalongan.