Saham Bata Belum Masuk Kualifikasi ”Delisting” Pasca-nonaktifkan Pabrik
Sesuai aturan terbaru, emiten BATA tidak masuk kualifikasi saham terancam dikeluarkan dari bursa.
JAKARTA, KOMPAS — Memburuknya kinerja keuangan yang membuat PT Sepatu Bata Tbk harus menghentikan operasi pabriknya menjadi sentimen negatif bagi saham perseroan. Namun, Bursa Efek Indonesia belum melihat potensi pembatalan pencatatan atau delisting bagi emiten tersebut.
Harga saham emiten dengan kode BATA pada Selasa (7/5/2024) tercatat Rp 79 per lembar. Harga tersebut telah merosot tajam hingga 15 persen dari harga Rp 95 per lembar pada Jumat (3/5/2024). Ini bersamaan dengan hari perusahaan mengumumkan penghentian aktivitas pabrik mereka di Purwakarta, Jawa Barat.
Saham Bata juga mendapat notasi khusus dengan kategori L. Notasi itu diberikan karena perusahaan belum menyampaikan laporan keuangan terbaru setelah laporan kinerja 2023.
Pada laporan tahun lalu mereka membukukan kenaikan kerugian komprehensif setidaknya tiga tahun terakhir, dari Rp 51,04 miliar pada 2021 menjadi Rp 188,41 miliar pada 2023. Dari sisi pendapatan penjualan neto, pada 2023 perusahaan mencatat penurunan sebesar 5 persen menjadi Rp 609,6 miliar dari Rp 643,45 miliar di 2022.
Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI) I Gede Nyoman Yetna menilai, dengan kondisi tersebut, Bata tidak berpotensi dicoret dari bursa.
Mengacu pada Peraturan Bursa Nomor I-N tentang Pembatalan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting), salah satu penyebab saham suatu emiten bisa dikeluarkan adalah adanya keputusan bursa.
Baca juga: Pabrik Tutup, Toko Sepatu Bata Beroperasi Andalkan Produk Impor
Keputusan bursa ini menyangkut tiga alasan, yakni perusahaan tercatat mengalami kondisi yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usahanya, baik secara finansial maupun hukum, dan tidak menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai. Kedua, perusahaan tercatat tidak memenuhi persyaratan pencatatan di bursa. Ketiga, saham telah mengalami suspensi efek, baik di pasar reguler maupun tunai dan/atau seluruh pasar paling kurang 24 bulan terakhir.
Penyebab delisting lainnya adalah adanya permohonan dari perusahaan tercatat dan perintah dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK Nomor 3/POJK.04/2021 (POJK No 3/2021) tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal.
”Kondisi delisting suatu perusahaan tercatat setidaknya memenuhi salah satu dari tiga kondisi yang disebutkan di atas. Bata saat ini belum memenuhi kondisi tersebut,” kata Nyoman kepada Kompas.
Bagaimanapun, pengamat pasar modal, William Hartanto, saat dihubungi Minggu (5/5/2024), menilai kebijakan perusahaan menghentikan aktivitas pabrik akan menjadi sentimen negatif bagi saham Bata.
Sampai 30 April 2024, masyarakat mengapitalisasi 17,99 persen dari total nilai saham Rp 183 miliar dan mayoritas atau 82,01 persen dimiliki perusahaan asing Bafin Nederland B.V.
William mengimbau investor pemegang saham untuk wait-and-see sampai ada paparan dari emiten mengenai kasusnya dan penyebab keterlambatan rilis laporan keuangan. ”Baru dari situ bisa dipantau kembali apakah saham Bata layak direkomendasikan atau tidak,” tuturnya.
Aturan baru
Peraturan Bursa Nomor I-N tentang Pembatalan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting) bagi Efek Bersifat Utang dan Sukuk (EBUS), menjadi aturan baru yang diterbitkan Bursa Efek Indonesia, pada Senin (6/5/2024).
Dengan ini, Peraturan Bursa Efek Jakarta Nomor I-I tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting) Saham di Bursa, serta Peraturan Bursa Efek Surabaya Nomor I.A.7 tentang Pembatalan Pencatatan Efek dinyatakan tidak berlaku.
Seperti disebutkan, rilis resmi mereka menjelaskan bahwa aturan baru ini mengatur tiga kriteria syarat delisting dan relisting saham, yakni atas keputusan bursa, peraturan OJK, dan keputusan perusahaan.
Terkait syarat keputusan perusahaan, BEI tidak lagi mengatur kewajiban untuk memperoleh persetujuan rapat umum pemegang saham (RUPS) ataupun mengenai perhitungan harga pembelian kembali saham, sebagaimana diatur dalam POJK No 3/2021.
Kemudian, ketentuan delisting atas perintah OJK merupakan tindak lanjut dari POJK No 3/2021 yang perlu diikuti pengumuman perubahan status menjadi perusahaan tertutup melalui situs BEI.
Baca juga: Yang Mudah Masuk tapi Sulit Keluar di Pasar Modal
Selanjutnya, ada perubahan pada keputusan delisting atau relisting yang dilakukan bursa, antara lain, perusahaan tercatat yang telah disuspensi selama 3 bulan berturut-turut wajib menyampaikan keterbukaan informasi kepada publik mengenai rencana pemulihan kondisi perusahaan. Ketika rencana itu terealisasi, perusahaan wajib menyampaikan informasi secara berkala setiap 6 bulan kepada publik.
BEI akan mengumumkan potensi delisting bagi perusahaan tercatat yang telah disuspensi selama 6 bulan berturut-turut. Perusahaan tercatat yang telah diputuskan delisting wajib mengumumkan keterbukaan informasi mengenai rencana pembelian kembali saham dalam jangka 1 bulan sejak keputusan delisting sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran OJK Nomor 13 Tahun 2023 (SEOJK 13/2023).
Perusahaan tercatat harus melaksanakan pembelian kembali saham dalam jangka waktu paling lambat sampai dengan efektifnya delisting atau 6 bulan setelah tanggal keterbukaan informasi tersebut. Mekanisme pelaksanaan pembelian kembali saham mengacu pada POJK 3/2021 dan SEOJK 13/2023.
BEI akan melakukan delisting 6 bulan sejak perusahaan tercatat mengumumkan keterbukaan informasi mengenai rencana pembelian kembali saham. Dalam kondisi tertentu, BEI dapat menentukan tanggal delisting yang lain berdasarkan surat perintah dari OJK sebagai bagian dari pelaksanaan kewenangan OJK berdasarkan SEOJK No 13/2023.
Sementara pada ketentuan relisting saham terdapat penyederhanaan sehingga suatu saham dapat dicatatkan kembali di Papan Utama, Papan Pengembangan, atau Papan Ekonomi Baru sepanjang memenuhi persyaratan dan prosedur pencatatan. Hal ini diatur pada Peraturan Nomor I-A tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham yang Diterbitkan Perusahaan Tercatat (bagi Papan Utama dan Pengembangan); dan Peraturan Nomor I-Y tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham yang Diterbitkan oleh Perusahaan Tercatat di Papan Ekonomi Baru.
BEI mengatakan, regulasi baru diharapkan dapat memberikan kejelasan terhadap investor mengenai tindak lanjut bagi perusahaan-perusahaan yang telah disuspensi selama 24 bulan atau lebih. Kemudian, dapat meningkatkan perlindungan investor melalui keterbukaan informasi terkait perusahaan tercatat yang berpotensi untuk dilakukan delisting.