Inflasi harga pangan telah menaikkan harga eceran tertinggi atau HET sejumlah komoditas, seperti beras, jagung, telur, dan daging ayam. HET beras premium, misalnya, naik Rp 1.000 menjadi Rp 14.900 per kilogram. HET beras medium dari Rp 10.900 per kg menjadi Rp 12.500 per kg sesuai zonasi.
Selain beras, harga acuan pembelian (HAP) jagung pipilan kering di tingkat petani dengan kadar air 15 persen juga naik dari sebelumnya Rp 4.200 per kg menjadi Rp 5.000 per kg.
Pemerintah juga menaikkan harga acuan penjualan telur dan daging ayam ras, baik di tingkat produsen maupun HAP konsumen, rata-rata Rp 3.000 per kg.
Secara rinci, di tingkat produsen, HAP telur ayam naik dari Rp 22.000-Rp 24.000 per kg menjadi Rp 26.000 per kg dan HAP ayam ras pedaging naik dari Rp 21.000-Rp 23.000 per kg menjadi Rp 25.000 per kg.
Sementara itu, di tingkat konsumen, HAP telur ayam naik Rp 3.000 dari Rp 27.000 per kg menjadi Rp 30.000 per kg, kemudian HAP daging ayam ras naik Rp 3.250 dari Rp 36.750 ke Rp 40.000 per kg.
Berikut kutipan warga, pedagang, hingga pengusaha warung makan, hotel, dan restoran menyikapi hal itu.
Saat ini harga-harga masih lumayan tinggi, seperti cabai dan bawang putih. Sebenarnya yang biasa belanja bukan saya, melainkan anggota keluarga yang lain. Tapi, saya suka diinfokan bahwa harga-harga sedang naik. Saya kurang tahu kalau ada kenaikan harga eceran tertinggi seperti beras.
Yang jelas, harga bahan-bahan pokok diharapkan bisa turun lagi. Selama ini, mau enggak mau tetap dibeli karena namanya juga kebutuhan. Jumlahnya tidak dikurangi, tetapi uang belanjanya jadi lebih tinggi.
Leila (40), warga Bogor, Jawa Barat
Kenaikan harga ayam sebenarnya sudah terasa sejak Maret lalu. Pembeli eceran sudah hampir enggak ada sampai sekarang. Kalau tahu harga sekarang, pembeli cuma lewat atau banding-bandingin dengan warung dekat rumah. Saat ini saya cuma mengandalkan penjualan dari 15 pelanggan tetap yang butuh untuk berjualan juga,
Keberadaan pelanggan membantu saya melanjutkan usaha. Hasil dari penjualan yang menipis pun masih mampu membiayai kebutuhan harian, sewa lapak di pasar, hingga sewa rumah bulanan. Bagaimanapun, saya tetap berharap pemerintah membantu menurunkan harga telur agar pembeli mau kembali datang.
Rodiyah (57), pedagang telur unggas di Pasar Kramatjati, Jakarta Timur
Harga bahan baku pangan, seperti beras, serta daging dan telur ayam, pada tahun ini lebih mahal dibandingkan tahun lalu. Tentu saja hal itu membuat saya menaikkan modal usaha. Mau tidak mau, harga menu catering (jasa boga), nasi kotak, atau pesanan harian saya naikkan sedikit agar tetap bisa untung. Kalau ada yang menanyakan, saya jelaskan kepada pembeli terkait kenaikan harga itu.
Puspita Cahyani (38), pelaku UKM jasa boga, Bogor, Jawa Barat
Sejauh ini belum ada keluhan terkait kenaikan harga pangan. Meski belum dapat dihitung, secara umum berpengaruh pada omzet restoran di bawah naungan saya. Untuk cabai, misalnya, harganya tak ada yang di bawah Rp 50.000 per kilogram.
Selain restoran, beban hotel pun bertambah, khususnya untuk pasokan sarapan. Walau tak signifikan, tetap ada pengaruhnya. Namun, secara keseluruhan, saya melihat pihak yang paling terpengaruh adalah pedagang kecil ketimbang pengusaha hotel dan restoran.
Biaya hidup di Kalimantan Timur termasuk tinggi, berbeda dengan kota-kota lain. Jumlah uang beredar lebih tinggi dibandingkan daerah di Jawa. Untuk pelayanan di restoran/hotel, masyarakat tak terlalu memikirkan nilai makanannya, kepuasan yang kami utamakan.
Sahmal Ruhip, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Kalimantan Timur