Cegah Pemadaman akibat Kekeringan, Listrik di Sulbagsel Ditambah dari Diesel
Kemarau panjang telah menyebabkan debit air, sumber utama pembangkit listrik tenaga air, berkurang.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah bersama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) memastikan penambahan pasokan listrik di Sulawesi Bagian Selatan secara bertahap yang dihasilkan dari pembangkit listrik tenaga diesel dan pembangkit listrik mobile. Hal itu dilakukan sebagai antisipasi terulangnya kekurangan pasokan listrik di wilayah itu akibat kekeringan yang menyebabkan pemadaman bergilir pada 2023.
Pada 2023, pemadaman listrik bergilir terjadi di wilayah Sulawesi Bagian Selatan (Sulbagsel) yang antara lain disebabkan musim kemarau berkepanjangan. Kemarau panjang telah menyebabkan debit air, sumber utama pembangkit listrik tenaga air (PLTA), berkurang. Akibatnya, pasokan listrik pun melorot. Namun, beragamnya pembangkit listrik di Sulbagsel bisa mengantisipasi hal tersebut.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), hingga Maret 2024 energi pembangkitan wilayah itu terdiri dari batubara 50,89 persen, gas sebesar 11,02 persen; air 29,40 persen; angin 2,26 persen; dan bahan bakar minyak (BBM) 6,43 persen.
”Kami harapkan pemadaman seperti 2023 tidak terulang kembali karena telah dilakukan penambahan pasokan sejumlah 180 megawatt (MW) dan telah beroperasi. (Itu) terdiri dari PLTD (pembangkit listrik tenaga diesel) 80 MW dan MPP (mobile power plant) 100 MW,” ujar Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman P Hutajulu saat dihubungi pada Minggu (5/5/2024).
Ia menambahkan, di samping tambahan pasokan 180 MW yang telah beroperasi, akan ditambah lagi sekitar 727 MW. ”(Dilakukan) secara bertahap hingga akhir tahun ini dan sebagian tahun depan,” lanjutnya.
Saat ini PLN Sulselbar yang beroperasi di wilayah Sulbagsel mengoperasikan lima PLTA. Kelimanya adalah PLTA Poso di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, dengan kapasitas 515 WW. Lalu PLTA Bakaru di Kabupaten Pinrang, Sulsel, dengan kapasitas 126 MW, PLTA Malea di Tana Toraja, Sulsel (2 x 45 MW), PLTA Larona (165 MW), dan PLTA Balambano (110 MW), keduanya di Luwu Timur, Sulsel.
Untuk PLTA Poso, sumber air berasal dari Sungai Poso. Adapun PLTA Bakaru menjadikan Sungai Mamasa dan Sungai Saddang sebagai sumber air. Sementara PLTA Larona dan Balambano memanfaatkan Sungai Larona dan Danau Matano, Towuti, dan Mahalona sebagai sumber air. Untuk PLTA Malea mengandalkan Sungai Saddang. Kondisi sungai-sungai ini saat ini debitnya berkurang dan membuat PLTA kesulitan memenuhi pasokan listrik. Saat ini PLN mengandalkan pasokan dari PLTB Sidrap dan Jeneponto serta beberapa PLTU dan PLTGU.
Sebelumnya, akhir tahun lalu, dalam pengumuman pada akun resmi PLN Distribusi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Barat (Sulselrabar), disebutkan, musim kering berkepanjangan menyebabkan berkurangnya debit air. Kemampuan PLTA turun sekitar 75 persen dari 850 megawatt (MW) menjadi 200 MW. (Kompas.id, 24/10/2023)
Saat El Nino, keandalan pembangkit listrik tenaga angin juga berkurang.
Kondisi itu menyebabkan terjadinya pemadaman listrik. Pada September 2023, PLN menyebut ada pemeliharaan di sejumlah pembangkit dan transimsi. Saat itu, pemadaman hanya berlangsung 1 jam dan tidak setiap hari. Namun, beberapa waktu kemudian pemadaman menjadi 3 jam sekali padam. Bahkan, sejak Minggu (22/10/2023), waktu pemadaman bertambah menjadi menjadi 4 jam.
Dalam konferensi pers capaian 2023, pada 18 Januari 2024, Ditjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM juga mengakui kurangnya antisipasi akan hal itu. Saat El Nino, keandalan pembangkit listrik tenaga angin juga berkurang. Hal itu menjadi pelajaran untuk tahun 2024 agar kejadian serupa tidak terulang meskipun curah hujan pada 2024 diperkirakan lebih tinggi dari tahun sebelumnya.
Bergantung musim
Guna memastikan keandalan pasokan listrik di Sulbagsel, terutama saat musim kemarau dan El Nino, Jisman telah mengunjungi Sulbagsel pada akhir April 2024. Salah satunya ke Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Tolo Jeneponto, Sulsel.
”Ketika terjadi El Nino atau musim kemarau, PLN harus berjaga-jaga, mitigasinya seperti apa,” kata Jisman dalam keterangannya.
Dengan beragamnya sumber pembangkit listrik di Sulawesi Bagian Selatan, Jisman menilai sebagai hal unik. Terlebih, batubara dengan air yang sangat bergantung pada musim. Ia pun menekankan, pemerintah dan PLN harus belajar dari pengalaman dalam mengatur pasokan energi primer sehingga listrik tetap andal untuk didistribusikan kepada masyarakat.
Direktur Manajemen Pembangkitan PLN Adi Lumakso menambahkan, PLN telah menyiapkan antisipasi untuk mengatasi potensi gangguan pasokan listrik akibat musim kemarau dan El Nino. Ke depan, tantangan kelistrikan Sulbagsel pun bakal lebih kuat karena banyaknya beban (penjualan listrik) yang baru tumbuh sampai 6,73 gigawatt (GW).
”Dasarnya kami berpijak pada pengalaman. Untuk itu kami perlu koordinasi benar-benar strategi baik itu pembangkitan, transmisi, dan pengaturan seperti apa,” ujar Adi.
Pengamat ekonomi energi yang juga dosen Departemen Ekonomika dan Bisnis Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Fahmy Radhi, Minggu, mengatakan, pemadaman listrik akibat berkurangnya pasokan harus dipastikan tak terjadi lagi. Ragamnya pembangkit di Sulawesi menjadi hal positif, tinggal bagaimana manajemen pasokannya terpastikan.
Menurut dia, ada dua langkah yang bisa dilakukan jika memang kendala pasokan masih terjadi di tengah El Nino. ”Pertama, dengan menggunakan pembangkit yang tersedia atau pembangkit lama yang secara ekonomi sudah berakhir. Kedua, bisa dengan genset. Yang jelas jangan sampai pemadaman sampai berhari-hari terjadi. Namun, PLN pasti sudah biasa dan mampu mengatasi problem seperti ini,” katanya.
Ke depan, imbuh Fahmy, beragamnya sumber pembangkit listrik bisa dapat saling melengkapi dalam kebutuhan pasokan kelistrikan. Pembangunan jaringan transmisi kelistrikan juga bakal meningkatkan keandalan karena distribusi listrik bisa semakin tersebar kepada masyarakat.
Mengutip laporan di situs Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), sebagian besar wilayah di Indonesia diprediksi mengalami awal musim kemarau pada Mei-Agustus 2024. Selama Musim Kemarau 2024, sebagian besar daerah diprediksi mengalami sifat hujan normal. Adapun puncak kemarau di sebagian besar wilayah diprediksi pada Juli-Agustus 2024.