HPP gabah kering panen diusulkan naik Rp 1.500-Rp 2.000 per kg dan gula Rp 3.900 per kg dari HPP tahun lalu.
Oleh
HENDRIYO WIDI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Usulan kenaikan harga pembelian pemerintah dan harga pokok penjualan atau HPP gabah kering panen dan gula di tingkat petani pada tahun ini cukup tinggi. HPP gabah kering panen diusulkan naik Rp 1.500-Rp 2.000 per kilogram dan gula naik Rp 3.900 per kilogram dari HPP tahun lalu.
Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani (AB2TI) Dwi Andreas Santosa, Rabu (24/4/2024), mengatakan, setiap organisasi petani mengusulkan HPP gabah kering panen (GKP) di tingkat petani yang berbeda. AB2TI mengusulkan Rp 6.900 per kilogram (kg) dan Kelompok Tani Nelayan Andalan Rp 6.500 per kg.
Serikat Petani Indonesia dan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia masing-masing mengusulkan HPP GKP Rp 6.757 per kg dan Rp 7.000 per kg. Badan Pangan Nasional (Bapanas) akan mengolah usulan-usulan itu dan menentukan HPP GKP, kemudian disampaikan kepada Presiden.
”Saat ini, kami tengah menunggu keputusan HPP GKP baru itu. Harapannya, pemerintah benar-benar mempertimbangkan usulan-usulan petani,” ujarnya ketika dihubungi dari Jakarta.
AB2TI mengusulkan Rp 6.900 per kg dan Kelompok Tani Nelayan Andalan Rp 6.500 per kg. Serikat Petani Indonesia dan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia masing-masing mengusulkan HPP GKP Rp 6.757 per kg dan Rp 7.000 per kg.
Usulan kenaikan HPP gabah kering panen itu terungkap dalam Forum Tukar Pikiran Bapanas dengan pemangku perberasan nasional pada 22 April 2024. Dwi hadir dalam acara tersebut. Adapun kenaikan HPP gula diketahui dari usulan Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) yang telah diserahkan kepada Bapanas.
Pada tahun lalu, HPP GKP di tingkat petani dipatok Rp 5.000 per kg. Tahun ini, Bapanas belum mematok HPP GKP tetap. Sebagai gantinya, Bapanas memberlakukan HPP GKP sementara Rp 6.000 per kg pada 3 April-30 Juni 2024.
Menurut Dwi, HPP GKP tahun ini cukup tinggi dibandingkan tahun lalu lantaran biaya produksi GKP naik. Hitungan AB2TI, biaya produksi GKP di lahan seluas 1.500 meter persegi pada tahun ini Rp 5.966 per kg sehingga AB2TI mengusulkan HPP GKP Rp 6.900 per kg.
Komponen biaya produksi GKP di tingkat petani tertinggi saat ini adalah tenaga kerja dan sewa lahan. Dalam satu musim tanam padi, biaya tenaga kerja tak terjadwal bisa mencapai Rp 5,29 juta, sedangkan sewa lahan sebesar Rp 1,625 juta.
Biaya produksi atau usaha tani itu dihitung berdasarkan kebiasaan petani per satuan lahan riil dan per satuan unit pengolahan lahan seluas 1.500 meter persegi di 30 sentra padi di Indonesia. Biaya produksi itu juga dihitung berdasarkan hasil rata-rata produksi GKP sebanyak 6,5 ton per hektar.
Sementara itu, Ketua Umum APTRI Soemitro Samadikoen mengaku telah menyampaikan usulan HPP gula ke Bapanas sejak pekan lalu. Menurut rencana, usulan HPP itu akan dibahas bersama pada pekan ini.
”Pada musim giling tebu 2024, kami mengusulkan HPP gula petani Rp 16.400 per kg. Usulan itu mempertimbangkan biaya pokok produksi (BPP) tebu tahun ini yang naik cukup signifikan dibandingkan BPP tahun lalu,” ujarnya.
Soemitro menjelaskan, BPP tebu pada musim giling 2024 mencapai Rp 14.907 per kg, sedangkan pada 2023 sebesar Rp 13.649 per kg. BPP tersebut bertambah lantaran ada kenaikan biaya tenaga kerja, termasuk tebang angkut, dan harga pupuk nonsubsidi.
Biaya pokok produksi tebu pada musim giling 2024 mencapai Rp 14.907 per kg, sedangkan pada 2023 sebesar Rp 13.649 per kg.
Selain itu, BPP tahun ini juga dibayangi potensi penurunan produksi gula dan rendemen. Hal itu terjadi akibat dampak El Nino pada tahun lalu dan musim hujan di awal musim giling tebu tahun ini.
Tahun lalu, APTRI mengusulkan HPP gula petani Rp 15.014 per kg. Namun, HPP gula yang disetujui dan ditetapkan Bapanas lebih rendah dari usulan HPP, bahkan BPP, yakni Rp 12.500 per kg.
Bapanas menyebutkan penetapan HPP GKP petani akan diikuti dengan penentuan HPP gabah di penggilingan dan harga eceran tertinggi (HET) beras di tingkat konsumen. Begitu juga dengan penetapan HPP gula yang akan dibarengi dengan penentuan harga acuan penjualan (HAP) gula di tingkat konsumen.
Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Bapanas I Gusti Ketut Astawa menuturkan, Bapanas melibatkan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk mengkaji dampak perubahan HPP GKP dan HET beras terhadap inflasi nasional. Ini lantaran ada sejumlah versi usulan harga acuan tersebut.
”BPS akan menganalisis nilai usulan yang paling mendekati dengan perubahan inflasinya yang kecil. Jangan sampai harga dilepas tanpa memperhitungkan inflasi, karena pemerintah juga punya kewajiban menjaga inflasi tetap stabil dan terkendali," tuturnya melalui siaran pers.
Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi berharap agar ada titik keseimbangan harga acuan meskipun nanti sulit menyenangkan semua pihak. Daya beli masyarakat perlu diperhatikan, begitu juga kesejahteraan petani.
Adapun terkait relaksasi HET beras premium yang berlaku sementara hingga 24 April 2024, Bapanas tengah membahasnya. Ada sejumlah opsi yang bisa diambil, yakni kembali ke HET semula, memperpanjang kebijakan relaksasi, dan menggantinya dengan HET baru.