Khusus Pekerja Migran Indonesia, Pemerintah Longgarkan Aturan Bawa-Kirim Barang
Tidak akan ada lagi pembatasan jenis dan jumlah barang yang dikirimkan atau dibawa oleh pekerja migran.
Oleh
AGNES THEODORA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah sempat memancing protes dari kalangan pekerja migran, pemerintah akhirnya mencabut Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 yang mengatur tentang pembatasan barang bawaan dari luar negeri. Pencabutan aturan bagi pekerja migran itu diharapkan memberi kemudahan bagi para ”pahlawan devisa”.
Keputusan itu diambil dalam rapat koordinasi terbatas yang digelar di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian di Jakarta, Selasa (16/4/2024) sore. Rapat itu dihadiri oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani, dan perwakilan Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan.
Seusai rapat, Benny Rhamdani mengatakan, pemerintah ingin memberi kemudahan dan penghargaan kepada pekerja migran Indonesia (PMI) yang selama ini telah memberi kontribusi besar kepada negara.
Oleh karena itu, pemerintah memutuskan mencabut aturan pembatasan barang bawaan dari luar negeri bagi PMI yang tercantum dalam Permendag Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Sebelumnya, aturan ini pernah diprotes warganet, pekerja migran, dan BP2MI karena membatasi jenis dan jumlah barang tertentu yang bisa dibawa dari luar negeri.
Akibatnya, sejumlah barang milik pekerja migran saat ini masih tertahan di sejumlah pelabuhan. ”Jangan seolah-olah kita mencurigai PMI kalau mengirim barang ke Indonesia itu untuk bisnis, dagang, atau jastip (jasa titipan). Mereka lebih banyak kirim barang untuk keluarganya, sebagai oleh-oleh. Jadi, kita putuskan bahwa terkait barang PMI, Permendag Nomor 36/2023 itu di-hold, dicabut, dan dikembalikan ke Permendag Nomor 25 Tahun 2023,” kata Benny.
Dengan dicabutnya aturan itu, ke depan tidak akan ada lagi pembatasan jenis dan jumlah barang yang dikirimkan oleh PMI dari negara penempatan ke Tanah Air. Selain itu, tidak akan ada juga pemusnahan barang bawaan PMI yang dianggap kelebihan dan melewati batas kuota.
”Jadi, PMI itu tidak boleh dibatasi membawa berapa banyak dan jenis barang apa. Misalnya, alas kaki hanya boleh dua pasang. Tidak ada lagi, yang penting nilainya saja (selama di bawah 500 dollar AS untuk sekali pengiriman akan bebas bea masuk). Kasihan mereka bertahun-tahun kerja ngumpulin uang membeli oleh-oleh buat keluarga, tapi dimusnahkan,” tuturnya.
Diskresinya nanti di bea cukai. Sepanjang bea cukai menganggap barang ini milik PMI, tidak ada yang terlarang, ya sudah dikeluarkan saja, satu hari selesai.
Menyusul pencabutan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 itu, status barang-barang PMI yang saat ini masih tertahan di Pelabuhan Tanjung Emas dan Tanjung Perak juga akan segera dikeluarkan sesuai alamat pengiriman. Saat ini, setidaknya berkisar 51-57 persen barang yang masuk ke pelabuhan tersebut adalah barang milik PMI.
”Diskresinya nanti di bea cukai. Sepanjang bea cukai menganggap barang ini milik PMI, tidak ada yang terlarang, ya sudah dikeluarkan saja, satu hari selesai. Untuk apa lagi harus ditahan lama-lama di pelabuhan,” kata Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan.
Terkait barang bawaan milik non-PMI, Zulkifli mengatakan, untuk saat ini, seluruh Permendag Nomor 36 Tahun 2023 akan dicabut dan dikembalikan ke aturan Permendag Nomor 25 Tahun 2022 terlebih dahulu. ”(Untuk non-PMI), itu nanti tidak diatur di Permendag, diatur di PMK (Peraturan Menteri Keuangan) saja. Mau beli baju satu atau dua, silakan saja, yang penting bayar pajak,” ujar Zulkifli saat ditanyakan mengenai aturan pembatasan barang bawaan bagi non-PMI.
Permendag Nomor 36 Tahun 2023 mengatur pembatasan sejumlah jenis dan jumlah barang muatan bawaan penumpang, yaitu alat elektronik, alas kaki, barang tekstil, tas, sepatu, serta telepon seluler, headset, dan komputer tablet.
Komoditas yang dibatasi jumlahnya adalah alas kaki (maksimal dua pasang per penumpang), tas (maksimal dua buah per penumpang), barang tekstil (maksimal lima buah per penumpang), alat elektronik (maksimal lima unit dengan total 1.500 dollar AS), serta telepon seluler, headset, dan komputer tablet (maksimal dua unit per penumpang) dalam jangka waktu satu tahun.
Aturan pembebasan bea masuk bagi barang bawaan PMI masih tetap berlaku dengan nilai maksimal 1.500 dollar AS untuk tiga kali pengiriman dalam satu tahun, atau 500 dollar AS untuk satu kali pengiriman. Aturan pembebasan bea masuk ini diatur dalam PMK Nomor 141 Tahun 2023 tentang Ketentuan Impor Barang PMI.
Untuk sementara, jika barang bawaan pekerja migran nilainya melewati 1.500 dollar AS, aturan pemungutan pajak/bea masuk akan berlaku secara normal seperti barang bawaan dari luar negeri pada umumnya. ”Jadi, kalau batas 1.500 dollar AS sudah terpenuhi, maka kalau ada kelebihan, itu dianggap barang umum yang juga harus bayar pajak,” kata Benny.
Meski demikian, demi memberi ruang kelonggaran lebih besar bagi PMI, aturan batas nilai barang bawaan sebesar 1.500 dollar AS ini juga akan direvisi. Pemerintah berkaca pada Filipina yang menerapkan pembebasan bea masuk dengan nilai 2.800 dollar AS bagi barang-barang yang dibawa oleh pekerja migrannya.
Usulan revisi batas nilai barang bawaan PMI ini akan segera dibawa dalam rapat dengan Presiden Joko Widodo untuk diputuskan bersama. ”Kita usul batasnya dinaikkan jadi 2.800 dollar AS sesuai best practice Filipina. Tetapi, kalau tidak bisa, kita akan tawar sampai 2.500 dollar AS. Di rapat tadi, semua sudah setuju, tetapi nanti tunggu persetujuan presiden,” kata Benny.