Akankah Lagu Lama Seleksi Calon Pimpinan KPK Berulang?
Dari hasil penelusuran pada 2019 lalu, KPK menyebutkan, antara lain, ada beberapa calon yang patut diduga bermasalah.
Sekitar lima tahun lalu, proses seleksi calon pimpinan dan Dewan Pengawas KPK diwarnai riuhnya kritik. Hal ini karena masyarakat menolak calon pimpinan dengan latar belakang bermasalah. Namun, lima unsur pimpinan KPK yang sudah dipilih tetap dilantik Presiden Joko Widodo.
Proses seleksi yang tidak akuntabel dan tidak memperhatikan opini publik itu dinilai telah menghasilkan unsur pimpinan KPK periode 2019–2024 yang sarat masalah. Kini, proses seleksi calon pimpinan KPK kembali memasuki babak baru.
Hal itu ditandai dengan penyerahan 20 nama bakal calon panitia seleksi (pansel) KPK kepada Presiden Joko Widodo pada Senin (13/5/2024). Proses seleksi ini membangkitkan pertanyaan, akankah lagu lama seleksi calon pimpinan KPK yang tidak memperhatikan masukan masyarakat kembali terulang?
Nama-nama bakal calon pansel capim dan Dewas KPK tersebut disampaikan Menteri Sekretaris Negara Pratikno kepada Presiden di sela-sela kunjungan kerja Presiden di Kendari, Sulawesi Tenggara. Pratikno turut mendampingi Presiden melakukan kunjungan kerja ke Kendari sejak Minggu (12/5/2024), dan akan berlangsung hingga Selasa (14/5/2024).
Baca juga: Presiden Jokowi Janjikan Pansel KPK Diisi Sosok Berintegritas
Menurut sumber Kompas, ada puluhan nama yang mewakili publik yang diusulkan kelompok masyarakat sipil. Selain itu, ada pula nama-nama yang diusulkan dari pemerintahan, seperti direktur jenderal di kementerian, dan lainnya (Kompas.id, 14/5/2024).
Ketua IM57+ Institute Praswad Nugraha mengatakan, pembentukan pansel calon pimpinan dan dewas KPK mengembalikan ingatannya akan pengalaman seleksi lima tahun lalu. Ia menyebutkan seleksi pimpinan dan Dewas KPK sebagai dagelan atau bercandaan mengingat tokoh-tokoh yang terpilih jauh dari harapan masyarakat.
”Kayaknya negara diarahkan bukan bebas tindakan korupsi, tapi bebas korupsi. Pemilihan ketua KPK itu dagelan. Ini seperti deja vu. Janganlah kita pura-pura lagi melakukan pemilihan,” katanya di Jakarta, Selasa (14/5/2024).
Baca juga: Pemilihan Calon Pimpinan KPK Dibayangi Tarikan Kuat Kepentingan
Pemilihan Ketua KPK itu dagelan. Ini seperti deja vu. Janganlah kita pura-pura lagi melakukan pemilihan.
Pernyataan Praswad itu berdasarkan pengalamannya menyaksikan apa yang terjadi pada 2019. Ketika itu, masyarakat berbondong-bondong membanjiri gedung KPK untuk meminta Presiden Jokowi mencoret nama calon pimpinan KPK periode 2019-2024 yang diduga punya latar belakang bermasalah.
Baca juga: Melihat Kembali Pansel KPK dan Pasang Surutnya Komisioner dari Ruki hingga Firli
Perwakilan dari sejumlah pegiat gerakan masyarakat sipil dan penasihat KPK itu juga mendorong Presiden memilih calon pimpinan yang berintegritas untuk diajukan ke DPR.
Perwakilan masyarakat yang hadir, antara lain, dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Greenpeace Indonesia, Pemuda Muhammadiyah, Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia, Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara, hingga Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia.
Saat itu, pemilihan calon pemimpin KPK menghasilkan 20 nama yang dinyatakan lolos penilaian profil oleh pansel calon pimpinan KPK. Mereka terdiri dari empat perwira Polri, tiga jaksa, dan seorang pensiunan jaksa.
Komisioner KPK 2015-2019 yang lolos hanya Alexander Marwata. Sepuluh calon lainnya yang lolos berprofesi hakim (1 orang), advokat (1), pegawai negeri sipil (3), dosen (3), karyawan BUMN (1), dan penasihat menteri (1).
Baca juga: Telah Diseleksi, Sejumlah Nama untuk Pansel Capim KPK Diajukan ke Presiden
Dari hasil penelusuran, KPK menyebutkan, antara lain, ada beberapa calon yang patut diduga bermasalah. Selain tak menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara dalam periode tertentu, ada juga yang menerima gratifikasi dan perbuatan lain yang pernah menghambat kerja KPK. Bahkan, ada yang diduga melanggar etik dan diduga terlibat intimidasi terhadap pegawai KPK.
Praswad Nugraha, yang merupakan penyidik senior di KPK periode 2007-2014, menuturkan, pihaknya menyampaikan rekam jejak para calon pemimpin atas permintaan panitia seleksi untuk membantu proses seleksi.
”Kami sudah menyampaikan data berdasarkan background checking dan rekam jejak. Data-data itu dibuat bekerja sama dengan Direktorat Monitoring KPK dan kami sudah sampaikan secara resmi. Tetapi, tidak satu pun data yang digunakan,” kata Praswad.
Nama-nama yang dianggap oleh masyarakat bermasalah itu tetap diajukan untuk mengikuti uji kelayakan dan kepatutan DPR. Anggota Panitia Seleksi KPK, Hendardi, bahkan menyatakan, jika KPK menyampaikan tracking, hal itu belum tentu memiliki kategori kebenaran atau kepastian hukum. (Kompas, 26/8/2019)
Praswad menilai, proses seleksi pimpinan KPK yang tidak akuntabel dan mempertimbangkan masukan publik itu telah menghasilkan susunan pimpinan KPK periode 2019-2024 yang bermasalah. Misalnya, Ketua KPK Firli Bahuri yang ditetapkan Polda Metro Jaya sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Baca juga: Seleksi KPK Jadi Pertaruhan Terakhir, Presiden Diminta Tak Pilih Pansel "Abal-abal"
Sejumlah nama pimpinan KPK lainnya juga dianggap bermasalah karena melanggar kode etik. Lemahnya pengawasan dan keteladanan pemimpin memunculkan masalah baru setelah pada Januari 2024 lalu sebanyak 93 pegawai KPK diduga melanggar kode etik terkait praktik pungutan liar di rumah tahanan KPK.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, mengatakan, kualitas pimpinan dan Dewan Pengawas KPK periode 2019-2024 merupakan cerminan proses seleksi pada 2019. ”Ketika itu, tidak ada tone positif dari masyarakat untuk mendukung capim KPK. Tetapi, kita dipaksa berjalan dengan pansel yang tidak mempertimbangkan partisipasi aktif masyarakat,” katanya.
Baca juga: Dominasi Pemerintah di Pansel Bisa Melemahkan KPK
Untuk mencegah bobroknya pemilihan calon pimpinan KPK yang baru, Kurnia Ramadhana mendorong agar pansel yang akan segera diumumkan Presiden Jokowi mencerminkan perwakilan masyarakat yang beragam dan tidak punya afiliasi politik mana pun. Ia juga berharap panitia seleksi lebih sensitif dalam menerima masukan masyarakat.
”Kami akan mengawal proses pemilihan capim KPK sejak proses pembuatan pansel. Kita ingatkan kriteria yang baik untuk pansel seperti apa,” kata Kurnia saat konferensi pers Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Seleksi Calon Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK 2024-2029 di Jakarta, Rabu (8/5/2024).
Menurut salah satu unsur pimpinan KPK 2010–2015 serta pimpinan Pusat Muhammadiyah Bidang Hukum, HAM, dan Hikmah, Busyro Muqqodas, di tengah atmosfer politik yang pragmatis, suara masyarakat mewakili suara demokrasi yang paling utuh. Oleh karena itu, ia mengusulkan agar pansel KPK didominasi perwakilan masyarakat yang jelas jejak integritasnya.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, mengawal pemilihan calon pimpinan dan dewan pengawas KPK sedari awal merupakan salah satu cara untuk menjaga dan mengawal independensi KPK.
”KPK berharap pimpinan dan Dewas terpilih nantinya optimal melaksanakan tugas pemberantasan korupsi yang sejalan dengan visi misi Indonesia Emas 2045, yakni mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil, makmur, sejahtera, dan berbudaya antikorupsi,” kata Ali.
Baca juga: Menanti KPK Kuat Kembali
Sementara itu, salah satu unsur pimpinan KPK 2015–2019, Saut Situmorang, mengatakan, kualitas pimpinan dan Dewan Pengawas KPK periode mendatang punya tugas berat untuk mengembalikan nilai-nilai integritas yang bisa mencegah terjadinya tindak korupsi. Kesembilan nilai yang dianut oleh KPK itu adalah jujur, peduli, mandiri, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, berani, dan adil.
Meskipun ia memprediksi wajah pimpinan dan Dewan Pengawas KPK 2024-2029 tidak jauh berbeda dengan yang ada sekarang, ia menyampaikan optimismenya terhadap kepemimpinan pemerintah yang akan datang. ”Pemerintah yang akan datang harus punya mimpi untuk menaikkan angka Indeks Persepsi Korupsi menjadi lebih baik,” kata Saut.