Banjir datang dalam waktu yang cepat sehingga warga tidak sempat menyelamatkan harta benda.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
CALANG, KOMPAS — Banjir dan longsor melanda sembilan desa di empat kecamatan di Kabupaten Aceh Jaya, Provinsi Aceh, Senin (13/5/2024). Permukiman warga tergenang air hingga satu meter dan sejumlah jalan desa putus.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Jaya, Fajri dihubungi dari Banda Aceh mengatakan, banjir terjadi pada Minggu (12/5/2024) malam. Sejumlah anak sungai di sana meluap setelah diguyur hujan dalam intensitas tinggi.
Desa yang tergenang adalah Desa Sapek, Meudheun, Meudang Ghon, Ie Jerengeh, Ligan, Seumantok, Ranto Sabon, Buntha, dan Panggong. Ketinggian air pemukiman antara 40 sentimeter dan 1 meter. Selain banjir, genangan di sejumlah titik dilanda longsor.
“Longsor yang terjadi di Desa Ranto Panyang, Kecamatan Krueng Sabee, menutupi badan jalan akibatnya akses jalan ke Desa Buntha dan Panggong putus total,” kata Fajri.
Banjir mulai menggenangi perkampungan pada malam hari saat sebagian warga telah tidur. Dalam gelap malam, warga berusaha menyelamatkan hewan ternak dan harta. Tidak ada korban jiwa dan tidak ada warga yang mengungsi.
“Kami masih mendata dampak kerugian terhadap harta benda milik warga akibat banjir,” kata Fajri.
Seorang warga Desa Ie Jeureungeh, Rijal, menuturkan, banjir datang dengan cepat sehingga warga hanya sempat mengamankan harta benda seadanya. Dalam durasi satu jam desa-desa di Kecamatan Sampoiniet tergenang. “Kasur dan sepeda motor saya tergenang, tidak sempat saya pindahkan,” kata Rijal.
Malam itu, warga mengungsi ke balai desa atau ke rumah saudara yang memiliki bangunan bertingkat. Pada pagi hari warga kembali ke rumah untuk membersihkan rumah dari lumpur.
Desa Ie Jeureungeh berbatasan dengan hutan. Rijal mengatakan, beberapa tahun belakangan hutan lindung yang berdekatan dengan desa mulai dirambah. Rijal menduga perambahan hutan menjadi salah satu pemicu bencana alam.
Kasur dan sepeda motor saya tergenang, tidak sempat saya pindahkan.
Dosen Teknik Lingkungan Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh, Teuku Muhammad Zulfikar, mengatakan, kehilangan tutupan hutan dapat memicu banjir. Mengutip data dari Yayasan Hutan Alam Lingkungan Aceh (HAkA) sejak 2020 hingga 2023, Aceh Jaya kehilangan tutupan hutan sebesar 13.223 hektar.
Zulfikar mengatakan, bencana hidrometeorologi, seperti banjir, bandang, longsor, puting beliung, dan kebakaran lahan, paling sering terjadi. Menurut Zulfikar, degradasi alam membuat daya dukung menurun dan potensi bencana meningkat.
Data dari Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) sepanjang 2022, bencana hidrometeorologi, yakni banjir, bandang, longsor, puting beliung, dan kebakaran lahan, terjadi sebanyak 230 kali. Adapun nilai kerugian yang ditimbulkan dari bencana hidrometeorologi tersebut Rp 250,5 miliar.