Penetapan Sumbu Filosofi Yogyakarta berlangsung dalam Sidang Ke-45 World Heritage Committee atau Komite Warisan Dunia di Riyadh, Arab Saudi, pada September 2023. Sementara penetapan Budaya Sehat Jamu dilakukan pada Desember 2023 dalam Sidang Ke-18 Komite Antar-Pemerintah untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda di Kasane, Botswana.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Hilmar Farid mengatakan, penetapan tersebut menjadi kebanggaan bagi bangsa Indonesia. ”Namun, dalam pengakuan itu juga terkandung tanggung jawab yang tidak kecil,” ujarnya saat menghadiri penyerahan Sertifikat Inskripsi Warisan Budaya Dunia UNESCO di Plaza Insan Pendidikan Berprestasi Kemendikbudristek, Jakarta, Kamis (25/4/2024) sore.
Sertifikat inskripsi diberikan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri Yohpy Ichsan Wardana kepada Hilmar. Selanjutnya Hilmar menyerahkan sertifikat itu kepada Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia Imam Gunarto.
Hilmar mengatakan, pelestarian warisan budaya bukan sebatas menjaga, melainkan juga memanfaatkannya. Dengan begitu, muncul tanggung jawab dari masyarakat untuk ikut melestarikannya.
Warisan budaya tangible atau berwujud seperti Sumbu Filosofi Yogyakarta dapat dimanfaatkan sebagai ruang publik yang mendukung interaksi sosial. Pemanfaatan cagar budaya seperti itu sudah dilakukan di sejumlah tempat di Tanah Air.
”Ini upaya pelestarian paling efektif. Apalagi Yogyakarta tidak kekurangan orang-orang kreatif. Kalau cuma dijaga, hanya dipastikan enggak roboh, itu biaya semua. Namun, jika dimanfaatkan, bisa menghasilkan pendapatan berlanjut, membuka ruang publik, dan warisan budaya semakin kuat,” jelasnya.
Sumbu Filosofi Yogyakarta merupakan konsep tata ruang yang dibuat oleh raja pertama Keraton Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono I, pada abad ke-18. Konsep tata ruang itu dibuat berdasarkan konsepsi Jawa dan berbentuk struktur jalan lurus yang membentang antara Panggung Krapyak di sebelah selatan, Keraton Yogyakarta di tengah, dan Tugu Yogyakarta di utara (Kompas, 20/9/2023).
Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Paku Alam X menuturkan, penetapan Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai Warisan Budaya Dunia menjadi kebanggaan bagi pihaknya dan masyarakat Yogyakarta. ”Apa pun itu, akhirnya ini menjadi tanggung jawab. Bagaimana kemudian ini bisa betul-betul dipreservasi. Sebab, nanti akan ada evaluasi (dari UNESCO),” katanya.
Sekretaris Dinas Kebudayaan DIY Cahyo Widayat mengatakan, penetapan tersebut merupakan pengakuan terhadap mahakarya Sultan Hamengku Buwono I. Menurut dia, Sumbu Filosofi Yogyakarta bukan sekadar penataan bangunan, melainkan menyimbolkan filosofi yang menjadi panduan hidup masyarakat Yogyakarta.
”Ini tentu menjadi sebuah prestasi. Namun, ada beberapa kewajiban yang harus dilakukan dalam melestarikannya. UNESCO sudah memberikan sejumlah rekomendasi untuk itu,” ujarnya.
Pelestarian warisan budaya bukan sebatas menjaga, melainkan juga memanfaatkannya. Dengan begitu, muncul tanggung jawab dari masyarakat untuk ikut melestarikannya.
Salah satu rekomendasi tersebut adalah perbaikan indikator pengawasan pada atribut-atribut Sumbu Filosofi Yogyakarta. Oleh sebab itu, pihaknya akan memperkuat kelembagaan dengan membentuk sekretariat bersama yang terdiri dari Pemerintah DIY, Pemerintah Kota Yogyakarta, dan Pemerintah Kabupaten Bantul.
”Kami punya sebuah janji yang disampaikan dalam manajemen perencanaan. Intinya harus melestarikan, melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan kawasan sumbu filosofi ini menjadi aset cagar budaya yang bermanfaat bagi masyarakat,” ujarnya.
Jamu sebagai penyeimbang
Hilmar mengatakan, pelestarian budaya minum jamu sebagai Warisan Budaya Tak Benda juga perlu didukung masyarakat luas. Hal itu diharapkan mengimbangi pola konsumsi masyarakat yang saat ini sangat bergantung pada produk industri.
”Tantangan pelestarian jamu agak berbeda. Ini soal selera, soal rasa. Jangan lupa, selera makan kita dibentuk oleh industri sangat kuat. Jamu akan menjadi seperti counterbalance (mengimbangi). Nanti para pelaku akan melihat peluang agar jamu bisa dikonsumsi setiap hari dan menjadi kebiasaan,” jelasnya.
Perwakilan Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional (GP Jamu), Dwi Ranny Pertiwi Zarman, mengatakan, upaya mengusulkan Budaya Sehat Jamu sebagai Warisan Budaya Tak Benda sudah diperjuangkan sejak lama. Penetapan itu diharapkan membuka mata masyarakat untuk kembali membiasakan minum jamu yang merupakan ramuan obat tradisional asli Indonesia.
”Ini sesuatu yang sangat membanggakan. Minum jamu yang tadinya dianggap ndeso sekarang sudah diakui dunia. Kita harus menjaga pengakuan ini dengan melestarikan budaya minum jamu,” ujarnya.